Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Derita kelompok pencari sensasi

Menurut penelitian, otak penjudi berat ternyata memiliki kelainan. sistem sarafnya terganggu. akibatnya mereka haus sensasi dan selalu ingin dirangsang oleh hal-hal yang mendebarkan.

28 Oktober 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENYANYI dangdut? Muchsin Alatas, boleh saja menyanyi tentang "judi yang membuatku mati", seraya berpesan agar menjauhi perbuatan celaka yang dilarang agama itu. Tapi, berhenti dari judi sungguh sangat tidak gampang. Apalagi buat mereka yang sudah kecanduan. Beberapa hasil studi menunjukkan, otak penjudi berat ternyata memiliki kelainan. Dengan kata lain, para penjudi itu terganggu sistem sarafnya. Pada otak mereka hanya ada sedikit zat kimia yang mengatur keseimbangan, khususnya bila mereka dilanda kegembiraan yang mendebarkan (excitement). Kebutuhan akan zat kimia ini bisa dipenuhi apabila mereka dirangsang dengan berjudi. Pada saat-saat tegang di meja judi itu, zat kimia yang diburtuhkan otak dapat meningkat. "Penjudi memang memerlukan ketegangan yang bergairah untuk merangsang sistem noradrenergic mereka yang kurang aktif," kata Dr. Alec Roy, pakar kejiwaan yang pernah bekerja di National Institute on Alcohol Abuse and Alcoholism di AS. Roy bersama Psikiater Markku Linnolla membuat studi paling akhir soal kecanduan judi ini, yang hasilnya dibeberkan dalam majalah The Archives of General Psychiatry edisi Agustus lalu. Mereka antara lain peneliti air seni dan sumsum tulang belakang dari 17 penjudi berat. Dari penelitian itu, diketahui bahwa mereka keukrangan zat kimia norepinephrine yang diproduksi di dalam otak -- zat yang biasanya diproduksi otak pada saat seeorang merasa dirinya tertekan (stres), atau gembira yang meluap dan mendebarkan. Para peneliti menduga, kekurangan norepinephrine ini mendorong orang untuk melakukan aktivitas yang berisiko tinggi. Kalau yang kekurangan norepinephrine itu hobinya berjudi, tentu pergi ke kasino. Tapi ada juga yang gemar ngebut atau terjun payung. Dengan aktivitas seperti itu, tak akan memproduksi zat yang defisit tadi. Studi yang pernah dilakukan di Uniersity of Glasgow menunjukkan, tatkala penjudi sedang asyik memainkan dadu di tas meja, ada gejala psikologis tertentu. Di balik kegembiraan yang dirasakannya, ia juga tergelitik oleh ketegangan. Keringatnya mengucur berlebihan, denyut nadi pun jadi lebih cepat. Gejala ini merupakan ciri khas dari dampak kerja otak, yang sedang memproduksi zat norepinephrine. Studi yang pernah dilakukan oleh Psikolog Marvin Zuckerman, dari University of Delaware, juga menyokong pendapat Roy dan Linnolla ini. Zuckerman menggambarkan orang orang yang kekurangan zat norepinephrine sebagai kelompok pencari sensasi. Kalau tak melakukan aktivitas berisiko tinggi, mereka bosan. Karena itu, diperlukan kegiatan yang mendebarkan, yang belum tentu bisa dinikmati oleh orang normal. Pada 1984 pernah dilakukan tes "pencari sensasi" terhadap para penjudi. Mereka yang mendapat skor tinggi dalam tes itu cenderung bertaruh dengan jumlah uang yang semakin besar. Denyut nadi mereka juga semakin cepat. "Kelainan pada sistem noradrenergic membuat mereka cenderung mencari kesenangan yang mendebarkan," kata Roy. Pendapat ini diperkuat oleh pengakuan para penjudi sendiri. Mereka berjudi untuk mencari ketegangan, dan bukan uang. Dari kenyataan ini, bisa disimpulkan bahwa kebiasaan berjudi bukanlah melulu bersumber dari ketidakmampuan mengendalikan diri. Jadi, bukan semata-mata kelemahan mental, tapi patologis. Kalau tak berjudi, mereka malah depresi. Itulah yang membuat mereka kembali ke kasino mencari rangsangan baru. Dewasa ini perjudian semakin terbuka. Di AS, sejak 1974, jumlah penjudi diperkirakan mencapai 2 juta jiwa, yang merebak di kalangan remaja, ibu rumah tangga, dan orang-orang tua. "Saya punya pasien pencandu judi berusia 70-an tahun, yang pada usia 60-an tahun tak pernah berjudi," tutur Dr. Lorenz. Buat penjudi biasa, ternyata keinginan untuk bertaruh tak ada kaitannya dengan cairan kimia pada otak mereka. Problem buat mereka hanyalah kesalahan berpikir. Logika mereka mengalami kerancuan. Itulah kesimpulan dari studi yang pernah dilakukan oleh Dr. Willem A. Wagenaar, dari Leiden University di Belanda. Menurut Wagenaar, pakar psikologi eksperimen yang menulis buku Paradoxes of Gambling Behavior -- penjudi adalah korban dari hukum probabilitas. Dalam benak mereka berkembang ilusi yang menggambarkan bahwa kesempatan untuk menang sangatlah besar. Soalnya, memori para penggemar judi selalu lebih mengingat-ingat kemenangan, ketimbang kekalahan. Celakanya, media massa juga lebih sering mempublikasikan pemenang lotere atau penebak tepat pacuan kuda. Inilah yang membentuk jalan pikiran penggemar judi, hingga mereka yakin, kesempatan untuk menangguk duit dengan jalan bertaruh sangatlah besar. Wagenaar juga melihat dalam perjudian selalu disediakan aneka hadiah berskala besar dengan variasi pemenang yang berbeda-beda. Promosi yang dilakukan juga lebih menonjolkan soal besarnya hadiah. Sementara itu penjudi juga tak terlalu peduli dengan uang yang harus dikeluarkan -- toh hadiahnya jauh lebih besar. Nah kalau sudah begini, para penjudi lupa bahwa sedikit sekali orang yang bisa memenangkannya. Tapi, seburuk-buruknya penjudi biasa, peluang mereka untuk disembuhkan agaknya masih lebih besar, dibanding kelompok pencari sensasi. Yang terakhir ini berjudi bukan sekadar untuk uang, tapi untuk berjudi itu sendiri. Hanya saja, para pakar tak sampai berpikir tentang agen-agen rahasia -- yang mengingatkan Anda pada James Bond tentu saja -- yakni orang-orang yang katanya menyabung nyawa untuk kepentingan negara. Padahal, mereka mempertaruhkan nyawa mungkin juga untuk pertaruhan itu sendiri. Bukankah di situ ada sensasi, kekejaman, petualangan, seks. dan sekali-sekali: judi. Ahmed K. Soeriawidjaja

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus