Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Bagaimana Agus Memperdaya Korban-Korban Kekerasan Seksual

Mahasiswa asal Mataram yang tak memiliki tangan dituduh melecehkan 15 korban. Sempat mendapat simpati di media sosial.

15 Desember 2024 | 08.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Rekonstruksi kasus kekerasan seksual, dengan tersangka I Wayan Agus Suartama (IWAS), penyandang difabel. di Mataram, NTB, 11 Desember 2024. Antara

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Seorang difabel di Nusa Tenggara Barat menjadi tersangka kekerasan seksual 15 perempuan.

  • Ia memakai tipu daya dan ancaman agar para korbannya bersedia berhubungan badan dengannya.

  • Agus yang tak punya lengan awalnya menyangkal menjadi pelaku kekerasan seksual.

RATUSAN orang mendatangi Taman Udayana, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, pada Rabu, 11 Desember 2024. Mereka menyaksikan reka adegan yang digelar Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat terhadap seorang pria difabel bernama I Wayan Agus Suartana. Pria 22 tahun yang lahir tanpa kedua lengan itu menjadi tersangka kasus pelecehan seksual terhadap 15 perempuan. Tiga di antaranya merupakan anak di bawah umur.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Agus tampak mengenakan baju tahanan berwarna merah bernomor 17. Kepalanya tertutup masker hitam mirip ninja. Datang dengan kawalan polisi, ia diminta memperagakan 49 adegan ketika membujuk seorang mahasiswi berinisial M sebelum kekerasan seksual terjadi. “Reka adegan ini kami gelar di tiga tempat sebagai pelengkap berkas pemeriksaan,” kata Direktur Reserse Kriminal Polda Nusa Tenggara Barat Komisaris Besar Syarif Hidayat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Agus menjadi tersangka sejak 19 November 2024. Polisi mulai menyelidiki kasus tersebut setelah menerima laporan dari M. M membuat laporan pada hari yang sama ketika Agus diduga melakukan kekerasan seksual terhadapnya di sebuah homestay yang berjarak sekitar 1 kilometer dari Taman Udayana. Belakangan, ketika kasus Agus ramai di media sosial dan situs pemberitaan, muncul kesaksian dari orang lain yang juga mengaku sebagai korban.

Awalnya jumlah korban Agus 13 orang, lalu bertambah menjadi 15 orang. Empat di antaranya sudah mendatangi polisi dan diperiksa untuk melengkapi berkas kasus Iwas. Syarif Hidayat menjelaskan, Agus melakukan kekerasan seksual dengan modus yang hampir sama. Agus diduga memanipulasi, mempengaruhi kondisi psikologis, hingga mengancam korban. “Korban lain mengalami kejadian dengan modus yang hampir sama,” ujar Syarif.

Mulanya banyak yang menyangsikan penetapan Agus menjadi tersangka pelaku kekerasan seksual. Akun Instagram @medialombok1 yang pertama kali mempublikasikan kasus itu justru mendapat serangan balik. Agus melaporkan pemilik akun itu dengan delik pencemaran nama. Ia membantah semua tuduhan lantaran keterbatasan kondisi fisiknya. Pada saat itu Agus menerima banyak simpati dari media sosial, termasuk dari sejumlah pesohor.

Kondisinya berbalik 180 derajat setelah polisi mengungkap adanya belasan korban kejahatan Iwas. Sejak saat itu, Agus menjadi tertutup. Ia bahkan tak lagi mengaktifkan akun Instagram-nya. Selama ini mahasiswa salah satu perguruan tinggi di Mataram itu kerap memamerkan sejumlah aktivitas lewat Instagram. Meski tak punya tangan, ia bisa menulis dengan kaki, mengendarai sepeda motor roda tiga, hingga bermain drum dan musik barongan.

Taman Udayana menjadi tempat yang kerap digunakan Agus untuk menemui korbannya. Sejauh ini ia diduga memilih secara acak calon korban, yaitu perempuan yang terlihat sedang menyendiri. Ia lalu menghampiri mereka, mengajak berkenalan, dan menarik simpatinya. “Baru setelah itu pelaku mulai mengulik-ulik kehidupan pribadi calon korban,” ucap Ade Lativa Fitri, pendamping M.

Pada awal pertemuan, Agus meminta M mengalihkan pandangan ke sebelah kiri untuk menyaksikan sepasang kekasih yang sedang bercumbu. Adegan itu membuat M kaget dan menangis. Agus lalu mengejar pengakuan ihwal kehidupan pribadinya apakah pernah melakukan hal serupa. Dengan polos M mengaku pernah melakukannya.

Agus lalu mengajak M berpindah ke sebuah gazebo di belakang Taman Udayana. Di sanalah ancaman itu dilancarkan. Ia membujuk M agar membersihkan dosa-dosa masa lalunya dengan cara menjalani upacara mandi suci. Jika tidak mau, ia mengancam korban akan membeberkan pengalaman itu kepada orang tua korban. ”Jadi, agar korban terlepas dari masalah-masalah masa lalunya, ia mengajak korban mandi bersama pelaku,” ucap Ade.

Karena ancaman itu, M menuruti permintaan pelaku. Ia lalu membonceng sepeda motor Agus menuju sebuah penginapan atau homestay. Ia juga meminta M membayari lebih dulu biaya sewa kamar sebesar Rp 50 ribu. Seorang penjaga kemudian mengarahkan mereka menempati kamar nomor 6 yang berada di pojok bangunan. Perihal kamar di pojok itu, pengelola homestay Sinta Agustina, memberikan kesaksian mengagetkan. Ia menyebutkan kamar itu selalu digunakan Agus setiap kali datang bersama pasangannya.

Dalam rekonstruksi itu, adegan di dalam kamar nomor 6 tertutup bagi wartawan. Selain Agus dan pemeran korban, hanya petugas kepolisian dan jaksa serta pengacara Agus yang boleh masuk. Berbeda dengan pengakuan M, Agus mengklaim kamar yang disewanya ketika itu bernomor 5. Sinta mengatakan Agus kerap menyewa kamar di homestay-nya, meski tak mengetahui untuk keperluan apa. “Pasangannya berganti-ganti, kadang sehari bisa tiga kali,” tutur Sinta.

Agus disebutkan merapal mantra tak lama setelah mengajak korbannya memasuki kamar. Ia lalu meminta korban membukakan bajunya, lalu korban membuka bajunya sendiri. Dalam laporan polisi, M semula mengaku risi dan berniat meminta tolong. Tapi pelaku melancarkan ancaman tipuan lain agar korbannya tidak berteriak. Alasannya, jika keberadaan mereka berdua diketahui orang lain, mereka harus dinikahkan.

Polisi sudah mencatat keterangan salah seorang saksi yang diminta menjemput M selepas kejadian di homestay tersebut. Keduanya bertemu di sudut jalan di dekat Pasar Dasan Agung. Ini adalah lokasi ketiga dalam reka adegan. Mendengar penjelasan M, saksi tersebut menyarankan M agar segera membuat laporan polisi. “Hasil visum menunjukkan adanya kekerasan akibat benda tumpul pada alat kelamin korban,” kata Komisaris Besar Syarif Hidayat.

Pengacara Iwas, Ainuddin, membantah tuduhan terhadap kliennya. Dia menjelaskan, peristiwa terjadi karena suka sama suka. Kejadian bermula ketika Agus meminta tolong M mengantarnya ke kampus. Di atas sepeda motor, M justru memintanya duduk lebih merapat, seolah-olah ingin memancing hasrat. “Dia sempat bilang, ‘Adegan pasangan di taman tadi enak, ya’. Ucapan itulah yang membuat klien saya mengajak ke homestay,” ujarnya.

Ainuddin membantah kabar yang menyebutkan jumlah korban Agus mencapai belasan. “Saya hanya menanggapi tuduhan dalam berkas pemeriksaan,” ucapnya. Ketika dimintai konfirmasi ihwal adegan tertutup di dalam kamar, Ainuddin memaparkan keterangan kliennya bahwa si perempuanlah yang aktif. “Kalau mau mengerjai Agus sebenarnya mudah saja. Buka saja bajunya, terus ditinggal. Mana bisa dia pakai baju sendiri?” tutur Ainuddin.

Ketua Komisi Disabilitas Daerah Nusa Tenggara Barat Joko Jumadi mengatakan sedikitnya ada lima korban yang telah membuat aduan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Tiga di antara mereka pernah menjadi korban kekerasan seksual. Seorang korban bahkan memiliki rekaman ucapan Agus ketika membujuk korban. “Bukti petunjuk kasus itu sangat kuat, apalagi polisi sudah mengantongi hasil visum,” ujarnya.

Komisioner LPSK, Sri Suparyati, mengatakan lembaganya sudah menerima aduan dari lima korban. Salah seorang di antaranya berinisial Y, 18 tahun, seorang mahasiswa yang juga baru mengenal pelaku di Taman Udayana. Modus yang dilakukan pelaku terhadap korban nyaris sama, yakni memanipulasi dan melontarkan ancaman. “LPSK masih akan menelaah semua laporan itu sebelum menentukan status korban sebagai terlindung,” katanya.

Abdul Latif Apriaman dari Mataram berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Tipuan Pemangsa di Taman Udayana"

Riky Ferdianto

Riky Ferdianto

Alumni Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Memulai karier jurnalistik di Tempo pada 2006. Banyak meliput isu hukum, politik, dan kriminalitas. Aktif di Aliansi Jurnalis Independen.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus