Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Penyusunan dokumen CIPP untuk pendanaan transisi energi tak sesuai dengan target.
Sekretariat JETP Indonesia kehilangan induk. setelah Kementerian Koordiantor Maritim dan Investasi bubar.
Pembangkit listrik captive mengganjal penghitungan emisi karbon Indonesia.
SEBANYAK 200 bus listrik Transjakarta mulai mengaspal di sejumlah rute pada Rabu, 11 Desember 2024. Armada tambahan ini melayani rute utama seperti Koridor 2 (Monumen Nasional-Pulogadung) dan Koridor 8 (Lebak Bulus-Pasar Baru). Direktur Utama PT Transportasi Jakarta Welfizon Yuza mengatakan operasi bus-bus baru ini tak sekadar bertujuan memenuhi target operasi, tapi juga menjadi upaya transisi energi. “Perubahan besar menuju mobilitas yang lebih hijau," katanya pada Selasa, 10 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Transportasi Jakarta, perusahaan daerah milik pemerintah Jakarta, mulai mengoperasikan bus listrik pada 2023. Unit yang baru meluncur menggenapi target perusahaan itu yang hendak mengoperasikan 300 bus listrik secara bertahap. Dengan cara ini, Transjakarta dan pemerintah Jakarta berperan dalam upaya transisi energi, khususnya di sektor transportasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tak hanya di Jakarta, operasi kendaraan listrik untuk transportasi publik juga terdapat di Kota Semarang, Surabaya, dan Medan. Pada 2025, Samarinda dan Bali akan menyusul. Gayung bersambut, sejumlah lembaga pembiayaan transisi energi pun melirik proyek semacam ini. Salah satunya melalui skema Just Energy Transition Partnership (JETP) Indonesia yang membuka peluang pendanaan kendaraan listrik untuk angkutan publik.
Pada November 2024, Sekretariat JETP Indonesia menggelar forum diskusi terarah dengan mengundang pemerintah daerah, penyedia angkutan dan operator angkutan umum, serta para pemangku kepentingan lain. Manajemen Transportasi Jakarta pun tertarik pada model pendanaan JETP. “Beberapa alternatif pendanaan kami pelajari, salah satunya JETP Indonesia,” ucap Direktur Operasional dan Keselamatan Transjakarta Daud Joseph kepada Tempo.
Lokakarya Pembiayaan Efisiensi Energi di Sekretariat Just Energy Transition Partnership Indonesia, Jakarta, 29 Oktober 2024. https://id.jetp-id.org/
Tapi, di tengah geliat mobilitas hijau, belakangan skema JETP Indonesia malah kurang greget. Sebab, pada era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, Sekretariat JETP Indonesia seperti kehilangan induk. Di masa pemerintahan Joko Widodo, Sekretariat JETP Indonesia terkoordinasi di bawah Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi. Sekarang Presiden Prabowo menghapus kementerian ini dalam nomenklatur Kabinet Merah Putih.
Karena kelembagaan yang tak jelas, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira Adhinegara berpendapat, JETP Indonesia maju-mundur. Dia mempertanyakan kemungkinan JETP Indonesia berada di bawah Kementerian Koordinator Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan. “Tapi AHY tak pernah berbicara soal JETP,” ujarnya. AHY yang dimaksudkan Bhima adalah Agus Harimurti Yudhoyono, Menteri Koordinator Infrastruktur.
Bhima mengatakan, seharusnya JETP Indonesia tak kehilangan gairah karena Presiden Prabowo telah menyampaikan komitmen transisi energi dengan peralihan pembangkit listrik tenaga uap batu bara ke pembangkit listrik berbasis energi baru-terbarukan dalam 15 tahun ke depan. Prabowo menargetkan pembangunan pembangkit energi baru-terbarukan hingga 75 gigawatt. “Logikanya seharusnya seperti gayung bersambut, tapi kenyataannya tidak."
Sejauh ini belum ada pengumuman baru dari pemerintah mengenai kelanjutan JETP Indonesia. Sinyal positif hanya muncul dari pernyataan Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto dalam acara Bisnis Indonesia Economic Outlook 2025 di Jakarta, Selasa, 10 Desember 2024. "JETP, juga AZEC, ada di bawah koordinasi kami,” katanya. AZEC—singkatan Asia Zero Emission Community—adalah platform pendanaan yang mempromosikan dekarbonisasi di Asia-Pasifik.
Adapun Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform Fabby Tumiwa mengungkapkan bahwa sebelumnya ada usul memindahkan wewenang koordinasi Sekretariat JETP Indonesia kepada Kementerian Koordinator Perekonomian. Pertimbangannya, sejak Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi dihapus, sektor energi dan kelistrikan berada di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Perekonomian.
Selain itu, Fabby menambahkan, ada kabar terbaru yang menyebutkan pemerintah memutuskan koordinasi JETP Indonesia berada di bawah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Saat ini pun kantor Sekretariat JETP Indonesia berada di gedung Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Meski begitu, Fabby menambahkan, ada yang lebih penting ketimbang urusan koordinasi, yakni nasib Satuan Tugas Transisi Energi Nasional atau Satgas TEN sebagai tim pengambil keputusan di pihak pemerintah Indonesia.
Tim yang dibentuk pada awal 2024 ini sebelumnya dipimpin Luhut Pandjaitan saat ia menjabat Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi. Dalam tim ini terdapat Rachmat Kaimuddin yang ketika itu menjabat Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Kemaritiman. “Tim ini yang bernegosiasi dengan IPG dan mengawasi implementasi JETP Indonesia. Sekarang enggak tahu bagaimana nasibnya.” IPG yang ia maksudkan adalah International Partners Group, kumpulan negara dan lembaga yang berpartisipasi dalam pendanaan JETP.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia menyampaikan paparannya pada pembukaan Indonesia Mining Summit 2024 di Jakarta, 4 Desember 2024. Antara/Indrianto Eko Suwarso
Kepada Tempo, Rabu, 11 Desember 2024, Rachmat Kaimuddin membenarkan kabar bahwa Satgas TEN adalah mitra yang berhubungan langsung dengan negara-negara pendukung JETP Indonesia. Tapi, dia menambahkan, tim yang dibentuk berdasarkan peraturan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi itu sudah tidak ada seiring dengan perubahan nomenklatur kabinet. “Jadi ini perlu di-update,” ujarnya.
Rachmat berharap program transisi energi tetap bisa berjalan. “Silakan saja JETP Indonesia membiayai proyek yang sudah ada.” Menurut Rachmat, Satgas TEN telah menyiapkan regulasi dan menyusun rencana untuk sejumlah proyek. “Semestinya bisa berjalan.”
Di sisi lain, kebijakan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia menjadi sorotan. Bahlil mengatakan Indonesia akan memakai cara sendiri sesuai dengan kemampuan industri domestik dalam proses menuju nol emisi karbon dan transisi energi, bukan dengan mengikuti mekanisme yang ditetapkan negara maju. Secara prinsip, Bahlil menambahkan, pemerintah setuju terhadap agenda dunia untuk mewujudkan nol emisi karbon. “Tapi, selama teknologinya masih mahal dan ekonomi kita belum kuat, kita harus menyesuaikan diri," tuturnya dalam acara Indonesia Mining Summit 2024 di Jakarta, Rabu, 4 Desember 2024.
***
JUST Energy Transition Partnership Indonesia adalah forum kesepakatan untuk memobilisasi pendanaan publik dan swasta dengan total komitmen US$ 20 miliar atau sekitar Rp 320 triliun. Dana itu akan dipakai untuk berbagai proyek transisi energi berkeadilan di Indonesia. Kesepakatan JETP diteken oleh Joko Widodo saat ia menjabat presiden dalam Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Bali, 15 November 2022.
Ketika itu Indonesia bersepakat dengan negara-negara yang tergabung dalam International Partners Group yang dipimpin Amerika Serikat dan Jepang. Sekretariat JETP Indonesia berdiri pada Februari 2023 dengan kantor di gedung Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. “Tempat ini menjadi pusat informasi, perencanaan dan koordinasi, serta pemantauan dan evaluasi pelaksanaan proyek yang diinstruksikan tim gugus tugas,” kata Arifin Tasrif yang ketika itu menjabat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arifin Tasrif saat meresmikan Sekretariat JETP di Kantor Kementerian ESDM Jakarta, 16 Maret 2023. Antara/HO-Kementerian ESDM
Sekretaris Kementerian Koordinator Perekonomian Susiwijono mengatakan JETP Indonesia meliputi isu lintas sektoral. Selain mencakup bidang energi dan kelistrikan, JETP Indonesia berhubungan dengan upaya menekan emisi karbon pada sektor hutan dan lahan atau forestry and other land uses, sampah, serta sektor lain. Karena itu, koordinasi JETP Indonesia menjadi tugas lembaga setingkat kementerian koordinator.
Sebagai bagian dari program kerja, Sekretariat JETP Indonesia harus menyusun rencana investasi komprehensif atau Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP). Dokumen CIPP perdana terbit pada November 2023 dan seharusnya diperbarui tahun ini karena sifatnya adalah "dokumen hidup". Namun hingga kini belum ada sinyal peluncuran dokumen CIPP terbaru. Padahal Sekretariat JETP Indonesia telah berkomitmen memperbarui CIPP setiap tahun.
Penjelasan datang dari Institute for Essential Services Reform (IESR), lembaga wadah pemikir yang menjadi anggota technical working group di Sekretariat JETP Indonesia. Menurut Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa, CIPP perlu diperbarui karena, dalam dokumen sebelumnya, jalur menuju puncak emisi karbon pada 2030 belum memperhitungkan emisi dari pembangkit listrik captive atau pembangkit listrik swasta yang berada di luar jaringan kelistrikan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).
Pembangkit listrik captive, yang biasanya dioperasikan oleh kawasan industri atau instalasi tertentu, bisa berupa pembangkit berbahan bakar batu bara atau gas. Fabby mengatakan, karena data pembangkit listrik captive saat itu simpang siur, diputuskan dokumen CIPP tidak memuatnya. “Ditunda saja,” tuturnya. Simpang siur yang dimaksud Fabby didapati pada data jumlah pembangkit listrik captive yang sudah beroperasi, pembangkit yang sedang dalam tahap konstruksi, serta yang masih dalam tahap perencanaan. “Tidak ada data yang terkonsolidasi,” ujarnya.
Selain mendata, Sekretariat JETP Indonesia harus merancang skenario transisi energi atas pembangkit listrik captive tersebut berikut kebutuhan investasinya. Saat ini, Fabby menerangkan, proses verifikasi terhadap pembangkit listrik captive sudah rampung pada November 2024. Karena itu, dokumen baru CIPP semula ditargetkan meluncur pada Desember 2024. Tapi rencana itu molor karena naskah CIPP mesti dikaji dan disetujui oleh negara anggota IPG dulu. Proses ini memakan waktu lama.
Menurut Fabby, salah satu tantangan dalam transisi energi pada pembangkit listrik captive adalah sumber energi yang tidak bisa tunggal. Sebab, jenis pembangkit listrik captive yang digunakan oleh satu sektor industri akan berbeda dengan sektor lain. Sebagai contoh, pembangkit listrik captive untuk pabrik pengolahan aluminium, tembaga, dan nikel berbeda jenis karena kebutuhan energi listrik masing-masing juga berlainan.
Persoalan lain dalam transisi energi pembangkit listrik captive ada pada kurangnya ketersediaan energi baru dan energi terbarukan di daerah tersebut. Misalnya, sebuah smelter di pulau terluar bisa beroperasi dengan dukungan pembangkit listrik tenaga uap batu bara. Ketika transisi energi harus berjalan, PLTU tersebut akan digantikan oleh pembangkit listrik energi baru-terbarukan yang memiliki kapasitas listrik setara. Menurut Fabby, masalah muncul ketika di daerah tersebut tak tersedia sumber energi baru-terbarukan yang memadai. "Perlu solusi dan kajiannya memakan waktu lama," ucapnya.
IESR memperkirakan kapasitas pembangkit listrik captive berbahan bakar batu bara dan gas akan mencapai 30 gigawatt pada 2030 apabila tidak ada intervensi pemerintah. Adapun yang beroperasi saat ini mencapai 11 gigawatt.
Dalam dokumen CIPP 2023, pendanaan JETP diharapkan dapat mempercepat penurunan emisi karbon di sektor ketenagalistrikan hingga 250 juta ton setara karbon dioksida pada 2030. Angka ini hasil pembaruan target awal 290 juta ton setara karbon dioksida karena belum memperhitungkan pembangkit listrik captive. Artinya, tersisa ruang 40 juta ton untuk mengakomodasi emisi karbon dari pembangkit listrik captive. “Dengan jumlah pembangkit listrik captive yang ada sekarang, pencapaian target ini berat,” tutur Fabby.
Di luar transisi pembangkit listrik, pemerintah pun mendorong berbagai inisiatif untuk mempercepat penurunan laju emisi karbon. Salah satu caranya adalah mengganti sarana transportasi publik konvensional menjadi kendaraan listrik. Transjakarta, misalnya, menghitung potensi penurunan emisi setelah mengoperasikan bus listrik sebesar 420 ribu ton setara karbon dioksida. Angka ini sama dengan menanam 1,5 juta pohon. ●
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Samar Nasib Dana Transisi Energi"