Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Digantung Entah Sampai Kapan

13 Agustus 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JOESOEF Isak, 79 tahun, tidak pernah melupakan peristiwa itu. Sekitar 20 tahun silam interogator itu mencecarnya dengan pertanyaan menghunjam: ”Buku ini berisi Marxisme, Leninisme, menyebarkan komunisme.” Joesoef, pendiri Hasta Mitra, penerbit yang kala itu meluncurkan novel Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia, terkesima menatap sang penanya. ”Bapak menuduh. Saya bertanya, di halaman berapa, alinea berapa ada Marxisme,” sergah Joesoef. Sang interogator menyahut cepat. ”Saya tidak bisa membuktikan, tapi saya bisa merasakan adanya Marxisme dan Leninisme….”

Joesoef menyerah. Bumi Manusia, novel karya Pramoedya yang ditulis di Pulau Buru, tempat Pram ditahan, dinyatakan dilarang. Dan tak hanya Bumi Manusia, semua buku Pramoedya yang diterbitkan Hasta Mitra belakangan dinyatakan terlarang oleh Kejaksaan Agung. Misalnya Jejak Langkah, Anak Semua Bangsa, dan terakhir, pada 1995, Nyanyi Sunyi Seorang Bisu, ”otobiografi” Pram. ”Saya heran Nyanyi Sunyi ini juga dilarang, padahal itu satu-satunya buku nonfiksi yang ditulis Pram di Buru,” kata Joesoef. Yang membuat jengkel Joesoef, kala itu, Dirjen Kebudayaan menyebut buku itu novel. ”Tandanya dia tak pernah baca itu,” ujar Joesoef.

Pelarangan buku Pram dimulai pada 1965. Bukan kejaksaan yang memulai, tapi Departemen Pendidikan. Buku-buku Pram dinilai berbau ”kiri”, komunis. ”Setelah itu, rumah kami di Utan Kayu didatangi aparat keamanan, mereka mencari-cari buku Bapak,” kata Astuti Ananta Toer, putri Pramoedya. Pelarangan buku Pram ini kemudian diperkuat Kejaksaan Agung.

Kendati dilarang, buku Pram tetap beredar: di Tanah Air maupun di luar negeri. Di luar negeri buku Pram sudah ”beranak pinak” dalam berbagai bahasa. Di Indonesia, pada 1980-an mahasiswa di Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta memfotokopi novel-novel Pram yang dilarang itu, menyimpannya di bawah bantal, dan kemudian menyebarkannya ke para mahasiswa di luar Jawa.

Setelah reformasi bergulir dan Orde Baru terjungkal, buku Pram, di Tanah Air, makin laris. Bumi Manusia, misalnya, naik cetak sedikitnya sampai enam kali. Buku-buku itu kini dapat ditemui di mana-mana. Misalnya, di jaringan toko buku Gramedia atau toko buku Togamas. Di Gramedia, Bumi Manusia bisa didapat dengan harga Rp 80 ribu. Di Togamas, Bandung, buku-buku Pram bahkan ditaruh di rak khusus. ”Setiap hari pasti ada yang terjual,” kata Wiwin, karyawan Togamas kepada Ahmad Fikri dari Tempo.

Penerbit Lentera, yang didirikan putra-putri Pram dan yang kini menerbitkan semua buku Pram, sekarang bersiap meluncurkan karya Pram lainnya: Menggelinding, Yang Terserap dan Tercecer, Hikayat Suatu Nama, dan Tanpa Gendang dan Seruling. ”Tanpa Gendang dan Seruling ini lanjutan Nyanyi Sunyi Seorang Bisu,” kata Astuti tentang buku yang tebalnya sekitar 700 halaman itu.

Kendati karya Pram itu kini di depan mata, toh sebenarnya larangan yang dikeluarkan Kejaksaan Agung belum dicabut. Artinya buku Pram seperti Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, dan Jejak Langkah dalam status ”masih terlarang.” Joesoef dan Astuti sampai kini tidak pernah mendengar kejaksaan mencabut larangan penerbitan buku Pram. ”Kami juga tidak pernah mendapat surat dari kejaksaan bahwa buku Pram sudah boleh beredar lagi,” kata Astuti.

Di mata Joesoef, sikap pemerintah yang kini membiarkan buku Pram beredar hanyalah ”menyesuaikan keadaan”. ”Jadi, seperti digantung saja. Sehingga, suatu saat, jika situasi berubah lagi, larangan itu tetap berlaku dan bisa dipakai,” kata Joesoef.

L.R. Baskoro

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus