Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung menjelaskan alasan ditetapkannya Dirjen Anggaran Kemenkeu Isa Rachmatarwata sebagai tersangka korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero), meski belum ada bukti penerimaan uang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Sangkaannya Pasal 2 atau 3 kualifikasinya merugikan keuangan negara. Jadi tidak dipersoalkan apakah seseorang ada atau tidak menerima sesuatu,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, Sabtu, 8 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam kasus korupsi Jiwasarya, Isa dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal 2 Ayat (1), Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun.
Pasal 3, Setiap orang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan yang dapat merugikan keuangan negara dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama 20 tahun.
Harli mengatakan, meski tidak ada penerimaan uang, seseorang bisa dijerat dengan Pasal itu, jika terbukti menguntungkan orang lain atau korporasi. Isa secara bersama-sama dengan terpidana kasus PT Asuransi Jiwasraya lainnya melakukan perbuatan melawan hukum yang mneguntungkan Jiwasraya.
"Jadi dalam UU tipikor ada 7 kualifikasi perbuatan diantarantaranya: merugikan keuangan negara, suap, gratifikasi dan pemerasan," ujar dia.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Abdul Qohar Affandi mengatakan, saat Isa menjabat sebagai Kepala Biro Perasuransian pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) periode 2006 -. 2012, ia memberikan persetujuan pemasaran produk JS saving Plan milik Jiwasaraya.
Produk ini mengandung unsur investasi dengan bunga yang tinggi yakni 9-13 persen diterbitkan saat perusahaan dalam kondisi insolvent (katagori tidak sehat). Kemampuan Jiwasraya dalam memenuhi kewajiban saat itu minus 580 persen.
Sementara perusahaan disebut dalam kondisi sehat jika kemampuan mereka memenuhi kewajibannya 120 persen. Berdasarkan Pasal 6 KMK Nomor: 422/KMK.06/2023 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, diatur bahwa perusahaan perasuransian tidak boleh melakukan pemasaran produk saat kondisinya sedang insolvensi.
Sebagai Kepala Bapepam-LK yang punya wewenang menerbitkan persetujuan, Isa mengetahui kondisi Kesehatan Jiwasraya dalm kondisi insolvent.
Di kasus ini, 13 tersangka sebelumnya sudah divonis bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Diantaranya terdakwa dari Direksi PT Jiwasraya yakni: terpidana Hendrisman Rahim, terpidana Hary Prasetyo dan terpidana Syahmirwan.
Premi yang diterima oleh Jiwasraya dari produk JS Saving Plan sebesar Rp 47,8 triliun periode 2014-2017. Sementara untuk kasus Jiwasraya, Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) mengatakan negara mengalami kerugian Rp 16,8 trliun. Saat ini Isa telah ditahan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan.