MENJELANG magrib Senin dua pekan lalu, suara intercom (telepon intern) berbunyi memanggil Jimmy. "Ini ada Andre, guru musik Jimmy, ingin bertemu," kata seorang pembantu rumah tangga, Wati. Jimmy Erwin, 11 tahun, yang dipanggil, langsung turun dari lantai atas rumahnya ke lantai bawah. Di luar pagar rumahnya, Jalan Duta Permai II No. 4 Pondok Indah, Jakarta Selatan, itu telah menunggu sebuah mobil Toyota Crown. Pintu pagar pun dibuka. Jimmy buru-buru mendekati mobil untuk menyambut bekas guru les pianonya itu. Tapi begitu hampir sampai di mobil, bocah kelas VI SD itu ragu. Sebab, di dalam mobil tak tampak si guru musik, Andre Lukito. Di situ hanya ada seorang wanita dengan dua lelaki yang tak dikenalnya. Ia mundur. Tapi secepat kilat, salah seorang lelaki di mobil itu menyambar, tubuh Jimmy dan memasukkan anak itu ke dalam mobil. Dua pembantu rumah tangga, Wati dan Prasetyo, segera menyadari bahaya yang mengancam anak majikannya. Mereka mencoba hendak menolong. Tapi langkah mereka terhenti setelah seorang di antara lelaki itu mengancam. "Kalau lapor, keselamatan Jimmy tidak dijamin." Sementara itu, di dalam mobil, Jimmy meronta-ronta dan bahkan berteriak-teriak. Tapi kemudian juga terdiam ketakutan karena si penculik mengancam dengan pistol. Kedua tangan Jimmy diikat mereka dengan kawat. Kepanikan segera melanda keluarga Erwin Dharmawan, pengusaha semir cair Cololite itu. Esoknya, sepulang dari Singapura, tanpa memberi tahu siapa pun, Erwin melapor ke Polres Jakarta Selatan. Ia bahkan berpesan kepada petugas agar berita itu tak bocor ke pers. Malam itu penculik tak mengontaknya. Baru pada Selasa esoknya, telepon berdering. Isinya mengabarkan Jimmy sehat. Dan kalau anak itu mau selamat, Erwin harus menyediakan uang Rp99 juta. Pengusaha kaya ini tak langsung memutuskan setuju atau tidaknya atas tawaran tersebut. Esoknya, muncul tawaran baru dari penculik, yaitu Rp95 juta. Sekali ini Erwin menawar Rp65 juta. Dan penculik menurunkan tawaran Rp75 juta. Sementara negosiasi berjalan, Polres Jakarta Selatan di bawah pimpinan operasi Kasatsersenya, Mayor Pol. Drs. Ruslan Risa, mulai bergerak. Sumber telepon dilacak. Tapi polisi kesulitan. "Karena mereka menelpon berpindah-pindah," kata Ruslan Risa. Entah berapa kali penculik melakukan tawar-menawar. Akhirnya Erwin memutuskan setuju memberi Rp75 juta. Tanggal penyerahan uang pun disepakati, 27 Oktober di Gajah Mada Plaza. Tetapi ketika Erwin ke sana, dengan dibuntuti pihak berwajib, ia hanya mendapatkan sepucuk surat dari resepsionis. Isinya, Erwin diminta datang ke sebuah rumah di Jalan Keagungan. Di sini pun Erwin terkecoh. Akhirnya, Erwin pulang. Transaksi selanjutnya dilakukan lewat telepon. Hari H yang ditentukan adalah Minggu malam, pukul 19.00, 6 November lalu. Tempatnya tak jauh-jauh, di rumah Erwin sendiri di Pondok Indah. Setelah kesepakatan itu tercapai, Polres Jakarta Selatan segera meningkatkan personelnya untuk operasi itu menjadi 60 orang. Benar saja. Malam itu, sebuah mobil Honda Life No. B-1513-S menjemput uang tebusan Rp75 juta yang ditempatkan di dalam tas Echolac. Penjemputnya seorang wanita muda -- belakangan diketahui bernama Nona Naga, 26 tahun -- ditemani seorang lelaki, yang kemudian diketahui bernama Randamantow. Begitu tas berada di mobil, kendaraan itu dilarikan dengan cepat ke arah Jakarta Kota. Polisi segera beraksi. Dari jarak sekitar 100 meter, mobil itu dikuntit kendaraan tim, yang dipimpin Kapolres Letkol. F. Arwien. Rupanya, mobil komplotan penculik ini juga dikawal oleh motor Honda GL yang dikendarai Hen Sutanto dan Andre, si guru piano Jimmy. Kedua pengendara motor mencium gelagat polisi. Hen dan Andre kemudian mendekati Honda Life itu dan bermaksud memindahkan tas Echolac ke motornya. Kedua kendaraan itu pun berhenti tepat di depan halte bus Duta Merlin. Pada saat alih tugas itulah polisi bertindak. Tembakan peringatan dilepaskan dua kali. Tapi baik mobil maupun motor penculik malah kabur ke arah Kota. Kejar-mengejar terjadi. Kedua kendaraan kemudian balik ke arah Jalan Veteran. Di situlah polisi menyudahi aksi mereka. "Dor, dor, dor." Tiga peluru bersarang di leher dan pelipis Hen, dan dua peluru lainnya menghajar pipi Andre, 40 tahun. Keduanya tak berkutik dan langsung menyerah. Di Jalan Veteran juga, Nona Naga dan Randamantow ditangkap. "Uang Rp75 juta dapat kami selamatkan," kata Kapolres Jakarta Selatan, Letkol. Pol. F. Arwien. Dari pengakuan mereka, tempat persembunyian Jimmy ditemukan. "Jimmy telah diselamatkan dalam keadaan sehat walafiat," kata Ruslan Risa. Bersamaan dengan itu, juga ditangkap istri Hen, Nyonya Elies Rubiyah, 34 tahun, yang lagi hamil, dan anggota komplotan lainnya, Tonny, 35 tahun. Motif penculikan itu, kata mereka kepada polisi, semata-mata karena kesulitan ekonomi. Hen, 35 tahun, seorang pengangguran, kabarnya yang pertama kali menawarkan ide itu kepada Andre. "Kalau ingin uang banyak tanpa kerja keras, culik anak pejabat atau pengusaha," ajak Hen, seperti diceritakan polisi. Andre setuju. Pilihan jatuh kepada keluarga Erwin, yang dikenal dekat Andre. Rencana dimatangkan. Sebuah mobil Toyota mereka sewa Rp2.500 per jam. Tugas penculikan dipercayakan pada Hen dan Elies. Ditemani sopir taksi gelap tersebut mereka berhasil memboyong Jimmy. Jimmy kemudian mereka sembunyikan di daerah Ancol. Empat hari di Ancol, bocah itu dialihkan ke Cimone, Tangerang. Di situ, Jimmy pernah mencoba kabur, tapi tertangkap Elies. "Waktu ke kamar mandi, Jimmy pernah lari, tapi tertangkap lagi. Lalu Jimmy diikat dengan kawat," cerita Jimmy, yang peringkat ke-6 di kelasnya itu. Sejak itu, penjagaan diperketat. Waktu makan pun Jimmy ditunggui kedua wanita tadi. Suksesnya pembebasan penculikan ini membuat Kapolres F. Arwien dan anak buahnya merasa puas dan bangga. "Ini memang bukan keberhasilan kami yang pertama dalam kasus penculikan, tapi kami merasa puas," kata Arwien. Sebelumnya, awal April lalu, Polres Jakarta Selatan juga berhasil membekuk penculikan Purbo Adi Wicaksono, 6 tahun, oleh Herman Kusmono -- teman ayah korban. Ia diculik selama 3 minggu dengan tuntutan uang tebusan RplO juta (TEMPO, 23 April 1988). Yang paling bahagia tentulah keluarga Erwin. "Saya seperti mendapat hadiah lotre seratus juta rupiah," kata Nyonya Erwin. Plong! Widi Yarmanto, Priyono B. Sumbogo, dan Riza Sofyat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini