Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Sumpah Pocong Nyonya Malia

Di pn yogyakarta, liem djang sing, menggugat piutangnya pada noor malia. noor mengaku telah memberi barang tanggungan tapi liem membantah dan meminta noor melakukan sumpah pocong. (hk)

7 April 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NYONYA Liem Djang Sing menggugat piutangnya kepada Nyonya Noor Malia di Pengadilan Negeri Yogyakarta. Perkara itu saja memang sederhana. Noor Malia mengakui ada berhutang Rp 14 juta. Ruwetnya karena si penghutang merasa telah mellyerahkan barang tanggungan, berupa emas berlian seharga Rp 11,5 juta, sebelum menerima hutang dari Nyonya Liem. Tapi penggugat membantah perihal barang tanggungan itu. Berhubung bukti penyerahan barang tanggungan tak ada, maka hakim minta agar tergugat melakukan sumpah. Sekedar sumpah pelengkap. Artinya, walaupun Nyonya Noor telah berani disumpah, itu belum berarti ia dapat dinilai benar tela}- menyerahkan sesuatu barang tanggungan sebelum berhutang. Upacara penyumpahan itulah yang agak menarik. Penggugat minta agar tergugat 'bersumpah berat' yaitu sumpah pocong di masjid. Bagi umumnya orang Solo atau Yogya, sumpah semacam itu tak aneh. Yang ganjil ialah, jika penyumpahan itu - biasanya dilakukan untuk memutuskan urusan di luar pengadilan - terbawa-bawa dalam acara pengadilan. Tergugat Noor Malia dibawa ke masjid Pakualaman akhir bulan lalu. Setelah mandi, begitu salah satu syaratnya, ia dipocong: diperlakukan seperti mayat lengkap dengan diselubungi kain segala. Setelah dihadapkan ke kiblat, barulah ia bersumpah. Dengan disaksikan oleh KH Abdul Affandi Pudjodiningrat, tergugat mengikuti lafal sumpah yang dibacakan oleh hakim Sukartomo SH. Kurang Bugil JC Sudjami, kuasa penggugat Nyonya Liem, sebenarnya merasa masih kurang lengkap dengan pelaksanl upacara sumpah begitu. "Seharusnya sumpah dilakukan di masjidbeszr dan dipimpin oleh seorang kyaidari Jombang - bukan oleh sembarang kyai saja." Lalu lafal sumpalmya juga kurang afdol: tak mengandung sanksi. Sampai soal mandinya si tersumpah pun belum dianggap cukup. Menurut dia mestinya, "mandinya harus disaksikan - siapa tahu masih kurang bersih," kata Sudjarni. Waktu dikafani pun, mustinya Nyonya Noor tak boleh berpakaian lengkap seperti yang terjadi. Alias harus benar-benar bugil. Percaya atau tidak dengan mukjizat sumpah semacam itu, tergugat sudah melaksanakan seperti apa yang diminta penggugat. Namun itu belum berarti menyelesaikan urusan. Hakim tak tergantung tusannya pada sumpah pelengkap begitu. Hakim baru akan memutuskan perkara itu sekitar Desember mendatang. Namun ada kejadian lain, di Sala tahun lalu (TEMPO, 11 Desember 1976) ketika hakim memperlakukan sumpah pocong untuk dasar memutus perkara. Soalnya pembuktian lain memang tak ada. Sumanto & Shinta Adalah Sumanto yang digugat oleh mertuanya mengenai uang Rp 1 juta. Sumanto merasa, berani sumpah apa pun, tak pernah menerima uang sekian itu dari ibu isterinya. Berani sumpah pocong? Sumanto tak menolak. Sumpah dilakukan di masjid dan Sumanto mengucapkan: "Bila saya bohong, saya akan menerima laknat dan kutuk Tuhan. Bila saya benar, kutuk Tuhan akan jatuh pada diri penggugat." Selesai, Tergugat pun menang. Sumpah macam apa yang baik -- pocong di masjid atau potong ayam di kelenteng? Entahlah. Karena bisa saja orang menganggap enteng pengucapan sumpah di pengadilan sebagaimana lazimnya. Sanksinya 'kan di akherat nanti. Di samping itu kenyataannya memang, sumpah di pengadilan tampak ala kadarnya dan jauh dari rasa khusuk (atau menakutkan). Karenanya orang mencari jalan lain yang dianggapnya lebih berwibawa. Dalam agama Islam memang tak dikenal sumpah pocong. Konon sumpah begitu asli Jawa -- sudah ada sejak zaman Mataram. Si pelanggar sumpah bisa kena kutuk: sakit payah, lumpuh, gila atau mati. Siapa yang pernah dimakan sumpah itu, tak pernah dikisahkan.......

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus