Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepolisian Republik Indonesia (Polri) akan melakukan evaluasi aturan penggunaan senjata oleh anggotanya. Evaluasi itu buntut dari insiden dua peristiwa penembakan yang memakan korban jiwa dalam sepekan terakhir. Dua peristiwa tersebut adalah penembakan Kepala Satuan Reserse Polres Solok Selatan, Sumatera Barat, dan penembakan pelajar hingga tewas di Semarang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Divisi Humas Polri, Inspektur Jenderal (Irjen) Sandi Nugroho, menyatakan saat ini tim dari Markas Besar Polri tengah menelusuri kedua kejadian tersebut. Dia menyatakan penelusuran itu untuk mencari data soal penggunaan senjata oleh anggota kepolisian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Ada support tim dari Mabes Polri baik dari Divisi Propam (Profesi dan Pengamanan), Itwasum (Inspektorat Pengawasan Umum), maupun dari Bareskrim (Badan Reserse Kriminal), semuanya lagi duduk. Semuanya akan mencari data dengan di-support dari Kompolnas (Komisi Kepolisiian Nasional),” kata Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal (Irjen) Sandi Nugroho pada jumpa pers pada Selasa malam, 26 November 2024.
Sandi mengatakan, evaluasi tersebut dipimpin langsung langsung oleh Inspektur Pengawasan Umum Polri, Irjen Dedi Prasetyo. "Kita kumpulkan semua keterangan, itu menjadi bahan evaluasi secara lengkap, nanti Irwasum akan memimpin evaluasinya sendiri sehingga nanti hasil evaluasi seperti apa, nanti akan disampaikan," ucapnya.
Komisi Kode Etik Polri (KKEP) sebelumnya menjatuhkan sanksi pemecatan terhadap mantan Kepala Bagian Operasional Polres Solok Selatan, AKP Dadang Iskandar, yang menembak mati rekannya, AKP Ryanto Ulil Anshar. Komisi menyatakan perilaku Ajun Komisaris Dadang sebagai perbuatan tercela.
Penembakan Ryanto itu diduga dilatarbelakangi pembekingan tambang ilegal di Kabupaten Solok Selatan. Dadang diduga marah karena Ryanto menangkap seorang pelaku tambang ilegal yang dia lindungi.
Sementara peristiwa penembakan lainnya menyebabkan seorang pelajar Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 4 Semarang berinisial GR tewas. Pelakunya adalah personel Satuan Narkoba Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Semarang. Kapolrestabes Semarang Komisaris Besar Irwan Anwar mengklaim polisi terpaksa menembak korban karena melakukan perlawanan ketika anggotanya hendak melerai tawuran di Semarang Barat.
Meskipun demikian, masyarakat meragukan peristiwa tawuran sebagai pemicu penembakan tersebut. Pasalnya, korban dikenal sebagai anak yang baik dan aktif dalam kegiatan Paskibraka. Selain itu, terdapat pula dua rekan GR yang mengalami luka tembak di bagian dada dan tangan. Akan tetapi dua pelajar kelas XI dan XII itu tak tewas.