Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Polisi mencari belasan korban pembunuhan dukun pengganda Banjarnegara lain.
Pelaku pernah ditangkap dalam kasus uang palsu pada 2020.
Menggunakan uang kejahatan untuk berfoya-foya.
KABUT tipis menyelimuti pucuk-pucuk cemara di atas bukit Desa Balun, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, pada awal Mei lalu. Kebun sayur terlihat menghampar di sisi bukit. Aroma khas kubis dan daun bawang menguar. Di bawah rerimbunan bukit cemara yang tenang itu pernah bersemayam jasad korban pembunuhan dukun pengganda uang, Tohari alias Mbah Slamet.
Pria 45 tahun itu mengaku sudah belasan tahun mengaku sebagai dukun. Ia diduga membunuh lebih dari selusin orang yang berharap peruntungan darinya. Kejahatannya terkuak setelah tim Kepolisian Sektor Wedung, Kabupaten Demak, mencokoknya di kediamannya di Desa Balun pada Rabu, 5 April lalu.
Baca: Dukun Cabul Asal Sumenep
Pembunuhan berantai yang dilakukan Tohari terungkap ketika menghabisi nyawa Paryanto, 53 tahun, pria asal Sukabumi, Jawa Barat. Anak korban melaporkan kehilangan Paryanto ke Kepolisian Resor Banjarnegara pada Senin, 27 Maret lalu.
Sebab, tujuh hari sebelumnya, Paryanto pernah menyampaikan pesan kepada anaknya yang lain bahwa ia sedang menuju rumah Mbah Slamet. Pesan itu berisi: jika Paryanto tak kunjung memberikan kabar hingga 26 Maret 2023, ia meminta anaknya mendatangi rumah Mbah Slamet bersama polisi.
Polisi akhirnya benar-benar mendatangi rumah Mbah Slamet. Mereka kaget. Saat diinterogasi, Mbah Slamet mengaku sudah membunuh belasan orang. Hingga awal Mei ini, sudah 12 jasad yang berhasil digali di sekitar kebunnya.
Kepala Kepolisian Resor Banjarnegara Ajun Komisaris Besar Hendri Yulianto mengatakan korban dukun Slamet bisa terus bertambah lantaran keluarga korban yang datang mengadu makin banyak. Polres Banjarnegara membuka posko pengaduan setelah kasus pembunuhan berantai oleh Mbah Slamet ini terungkap. “Dari pengakuannya, pelaku melakukan perbuatannya sejak 2020,” kata Hendri.
Dari 12 jenazah yang berhasil digali dari sebidang tanah di bukit cemara milik orang tua Tohari, delapan di antaranya sudah teridentifikasi. Semua jasad sudah dikembalikan ke keluarga masing-masing. Sementara itu, empat jenazah lain belum diketahui asal-usulnya lantaran tinggal tulang.
Mereka yang teridentifikasi antara lain Paryanto. Korban lain bernama Mulyadi Pratama dari Ilir Barat, Palembang, Sumatera Selatan; sepasang suami-istri Irsyad dan Wahyu Triningsih dari Negeri Katon Lampung; ibu dan anak bernama Theresia dan Okta Ali dari Mertoyudan, Magelang, Jawa Tengah; serta pasangan suami-istri Suheri Sunaryan dan Riani dari Negeri Katon Lampung. Untuk empat orang yang belum teridentifikasi, polisi telah mengambil sampel asam deoksiribonukleat (DNA) untuk dicocokkan dengan anak atau orang tua jika ada yang melapor.
Sejauh ini, ada 22 laporan dari pihak yang mengaku kehilangan kerabatnya di posko pengaduan Polres Banjarnegara. Dari jumlah itu, ada 28 orang yang dilaporkan hilang. Namun tak semua laporan orang hilang itu berkaitan dengan kasus ini.
Sebab, ada yang menghilang lantaran mengalami gangguan kejiwaan dan ada pula yang telah kembali ke keluarganya. Yang terkait dengan korban adalah mereka yang telah menjalani tes DNA dan ada kecocokan sehingga polisi bisa mengidentifikasi korban.
Hingga Jumat, 5 Mei lalu, polisi belum kembali menggali bukit cemara lagi untuk mencari korban-korban lain. Perburuan polisi sempat tertunda karena berfokus melaksanakan Operasi Ketupat Candi pada Lebaran kemarin.
Penduduk Desa Balun mengenal Tohari alias Mbah Slamet sebagai pribadi yang tak terpuji. Namun tak ada yang mengira ia tega membunuh korbannya. Hal ini diakui istri kedua Tohari yang bernama Seneh. Ia mengaku berkali-kali disakiti suaminya.
Meski demikian, ia terkejut saat Tohari ditangkap petugas Polres Banjarnegara atas dugaan pembunuhan berencana. Seneh mengenal Tohari sebagai suami dan ayah yang tidak peduli terhadap keluarganya. Ia bahkan pernah memergoki suaminya bersama perempuan lain. "Pernah dipergoki di rumah kos sama perempuan lain," ujarnya saat ditemui di rumahnya pada Jumat, 5 Mei lalu.
Dua tersangka pembunuhan berencana berkedok penggandaan uang, TH alias Mbah Slamet (kedua kiri) dan BS (kanan) saat rilis di Polres Banjarnegara, Jateng, 3 April 2023/Antara/Idhad Zakaria
Selingkuhan Tohari itu merupakan pemandu lagu di sebuah tempat karaoke di desa tetangga. Seneh pernah melabrak janda beranak satu itu. "Umurnya masih 25 tahun," ucapnya dengan wajah masam.
Selingkuhan Tohari tak hanya satu. Seneh menyebutkan masih ada perempuan lain yang menjadi kekasih gelap suaminya. Satu di antara perempuan itu dari Kabupaten Pekalongan, daerah yang berbatasan dengan Banjarnegara di sisi utara. "Perempuan ini juga pemandu lagu," katanya dengan nada kesal.
Seneh menduga selama ini uang yang didapat suaminya dari menipu korbannya digunakan untuk berfoya-foya dengan perempuan simpanan. Ini juga yang membuat Tohari mengabaikan Seneh dan anak-anaknya selama 26 tahun menikah. Ia mengaku selama ini tak dinafkahi lahir ataupun batin oleh suaminya. Termasuk kebutuhan seorang anak dari istri pertama Tohari dan dua anak yang Seneh lahirkan.
Puncak kekesalan Seneh adalah ketika Tohari menjual dua bidang tanah milik orang tua Seneh. Tohari mendesak menjual tanah itu dengan alasan untuk membayar utang. Tanah milik orang tua Tohari pun sudah dijual kecuali sebidang tanah yang dijadikan kuburan massal korban-korbannya. Tanah itu sebenarnya pernah hendak dibeli oleh seseorang. Namun Tohari enggan melepasnya. "Saya berulang kali meminta diceraikan, tapi dia menolak terus," tuturnya.
Warga sekitar justru tak mengenal Tohari sebagai dukun. Para tetangga menganggap Tohari sebagai penipu karena pernah dipenjara dalam kasus uang palsu. Kasus penipuan berkedok dukun pengganda uang tersebut pernah terkuak setelah korbannya mengadu kepada Kepala Desa Balun, Mahbudiono, sekitar empat tahun lalu. "Korban asal Pekalongan ini mengaku sudah menyerahkan Rp 60 juta," kata Mahbudiono.
Dia bercerita, Tohari memerintahkan korban menjalani sejumlah ritual. Pertama, Tohari meminta korbannya melarung uang sebanyak Rp 28 juta di sungai. Beberapa hari kemudian, Tohari memberikan peti berisi duit hasil penggandaan uang. Tohari mengambilkan selembar uang untuk memastikan keaslian uang itu kepada korban. "Dipakai untuk beli ternyata bisa. Jadi korban makin yakin," ujar Mahbudiono.
Sebelum membawa pulang peti berisi uang itu, Tohari meminta korban-korbannya menjalani ritual penyempurnaan di kebunnya yang berbukit. Setelah sekitar satu jam di bukit, korban dan Tohari pulang. Namun ketika kembali dari bukit, uang yang ada dalam mobil raib dengan kondisi kaca jendela mobil pecah. "Tapi korban yang ini selamat, tidak sampai dibunuh," tuturnya.
Ada pula keluarga korban lain yang mendatangi kepala desa. Mereka adalah keluarga Mulyadi, korban meninggal asal Palembang. Istri dan anak Mulyadi datang dua kali pada Desember 2021 dan Januari 2022. Namun mereka pulang dengan tangan hampa karena tak berhasil menemui Tohari atau Mbah Slamet di kediamannya.
Dari laporan kedua korban ini, Mahbudiono mendatangi Tohari. Awalnya dia tak kunjung bisa bertemu. Ketika tahu Tohari berada di rumah, ia buru-buru ke sana untuk meminta klarifikasi. "Ia bilang: 'sudah beres, Bapak. Jangan khawatir'," katanya menirukan ucapan Tohari. Namun, setahun berselang, Mahbudiono kaget ketika polisi mengungkap kasus ini. Apalagi Tohari tak sekadar menggasak harta pasien-pasiennya, tapi juga membunuh mereka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Rudal Afgani Dirgantara dari Banjarnegara berkontribusi dalam penulisan artikel ini