Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Bekas Presiden Direktur Lippo Cikarang Bartholomeus Toto mengajukan praperadilan dalam kasus suap proyek Meikarta. Ia menilai penetapan tersangka kepada dirinya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi tidak sah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Sudah, sudah (saya ajukan)," kata dia seusai pemeriksaan di KPK, Jakarta, Jumat, 6 Desember 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menurut laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara, Toto mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 27 November 2019 dengan nomor perkara 151/Pid.Pra/2019/PN JKT.SEL.
Dalam petitumnya, Toto meminta hakim menyatakan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/67/DIK.00/01/07/2019 Tanggal 10 Juli 2019 batal demi hukum. Toto juga meminta hakim memerintahkan KPK untuk menghentikan proses penyidikannya dan mengeluarkannya dari tahanan.
Selain itu, Toto meminta KPK membayar ganti rugi materil sebanyak Rp 100 juta dan kerugian immaterial Rp 50 miliar. "Memulihkan hak-hak Pemohon, baik dalam kedudukan, kemampuan harkat serta martabatnya seperti semula; Memerintahkan Termohon untuk merehabilitasi nama baik Pemohon menurut Undang-Undang," seperti dikutip dari laman SIPP PN Jaksel.
Dalam perkara ini, KPK menyangka Toto memberikan suap sebanyak Rp 10,5 miliar kepada Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin. Suap diberikan untuk mempermudah izin pembangunan mega proyek Lippo Group tersebut.
Neneng telah divonis 6 tahun penjara karena terbukti menerima suap sebesar Rp 10,6 miliar dan Sin$ 90 ribu terkait proyek perizinan Meikarta. Saat ditahan, Toto menyangkal telah memberikan uang kepada Neneng. Ia merasa difitnah dan dikorbankan oleh Kepala Divisi Land Acquisition and Permit Lippo Cikarang, Edi Dwi Soesianto. Dia mengatakan sudah melaporkan dugaan fitnah itu ke kepolisian. "Saya sudah difitnah dan di korbankan," kata dia.