Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutus bersalah terdakwa Amir Syahbana dalam perkara dugaan korupsi pengelolaan tata niaga timah di PT Timah Tbk periode 2015 hingga 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Bidang Pertambangan Mineral Logam pada Dinas ESDM Bangka Belitung periode 2021-2024 itu divonis pidana penjara selama 4 tahun dan denda 100 juta, diganti kurungan 3 bulan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Menyatakan terdakwa Amir Syahbana telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan subsider penuntut umum,” kata Hakim Ketua Fajar Kusuma Aji di ruang sidang Wirjono Prodjodikoro I, Tipikor PN Jakarta Pusat, Rabu, 11 Desember 2024.
Hakim Ketua Fajar menyatakan terdakwa Amir terbukti melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) KUHPidana, sebagaimana dakwaan primer.
“Menjatuhkan hukuman pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 tahun dan denda sebesar Rp 100 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan,” kata hakim ketua Fajar.
Selain pidana penjara dan denda, terdakwa Amir dihukum pidana tambahan berupa uang pengganti kerugian keuangan negara sebesar Rp 325 juta. Dengan ketentuan apabila terdakwa tidak dapat membayar uang pengganti tersebut selama satu bulan setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita dan dilelang untuk menutup uang pengganti tersebut, “Kemudian, dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama 1 tahun.”
Ketua Majelis Hakim menjelaskan hal-hal yang memberatkan terdakwa. Tindakan terdakwa tidak membantu program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. “Kerugian keuangan negara sedemikian besar, dan terdakwa tidak mengakui kesalahannya,” ujar ketua Majelis Hakim Fajar.
Meski begitu, ada hal yang meringankan terdakwa Amir, yakni terdakwa bersikap sopan selama di persidangan, belum pernah dipidana dalam perkara sebelumnya, dan merupakan seorang kepala keluarga. “Terdakwa sebagai kepala rumah tangga yang masih memiliki anak yang memerlukan biaya sekolah,” kata majelis hakim dalam putusannya.
Putusan ini lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Jaksa Penuntut Umum menuntut hukuman tujuh tahun penjara untuk Suranto Wibowo dan Amir Syahbana. Sedangkan untuk Rusbani tuntutannya adalah 6 tahun penjara.
Selain pindana penjara, Amir dan Suranto juga sebelumnya dituntut membayar denda sejumlah Rp 750 juta. Khusus untuk Amir, JPU juga menjatuhkan tuntutan uang pengganti sekitar Rp 325 juta. "Sedangkan pidana denda kepada terdakwa Rusbani sejumlah Rp 750 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," ucap jaksa membacakan tuntutan pada persidangan Senin, 18 November 2024.
Dalam persidangan kasus korupsi timah sebelumnya, ketika mantan pejabat itu didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp 300 triliun. Kerugian keuangan negara tersebut berasal dari laporan hasil audit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Laporan audit itu terbit pada 28 Mei 2024.