Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Empat peluru untuk kay punk

Kasus penembakan terhadap kuswinardi, 16, setelah mobil lancer yang ditumpanginya menyeret motor polisi hingga kebakaran, diragukan kebenarannya oleh ayahnya. polisi yang menembak ditahan. (krim)

26 Mei 1984 | 00.00 WIB

Empat peluru untuk kay punk
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
TAK ada firasa bakal terjadi sesuatu ketika malam itu Kuswinardi alias Adi, 16, pamit untuk belajar membaca puisi di rumah seorang teman. Ternata, esok harinya, ia kembali dalam keadaan tak bernyawa. Pelajar SMP Muhammadiyah Tebet, Jakarta Selatan, yang baru mengikuti EBTA itu meninggal dengan empat luka tembak di tubuh Sabtu dinihari 12 Mei lalu. Menurut sumber di Polres Jakarta Selatan, peristiwa tragis itu terjadi setelah mobil yang ditumpangi korban bersama empat rekannya sengaja menabrak sepeda motor seorang anggota polisi. Sepeda motor itu sendiri, bersama sedan Lancer yang dikemudikan M. Sami - putra Syatiri Achmad, pemilik perguruan Attahiriyah - kemudian hangus terbakar. Malam itu, menurut sumber kepolisian, Sersan Dua Imam dari Polsek Tebet bertugas patroli. Naik sepeda motor pribadi, ia berboncengan dengan Munadi, seorang Banpol. Di muka SMP Negeri III Jalan Manggarai 1, abdi negara itu melihat sebuah sedan Lancer berpenumpang lima remaja tanggung bergelagat mencurigakan. Imam lalu menghentikan kendaraannya di depan sedan dimaksud, sedangkan Munadi segera mencoba menanyai penumpangnya. Tak dinyana, Sami siswa kelas 11 SMP - malah tancap gas hingga Munadi terpental. Sepeda motor pun terlanggar, lalu terseret. Untung, Imam sempat meloncat menyelamatkan diri. Ia segera mencabut pistol dan menembak ke atas. Karena tak digubris, ia menembak ban, dan kena. Toh mobil masih terus melaju sampai sejauh kira-kira 1,5 kilo arah selatan. Setelah mengisi pistolnya kembali, Imam mengejar dengan taksi yang kebetulan lewat. Dari taksi itulah ia konon menembak lagi. Api yang membakar mobil dan motor, menurut sumber itu, diduga berasal dari tangki motor yang panas karena gesekan dengan aspal jalanan. Kebakaran itulah yang membuat mobil berhenti. Dan ketika penumpangnya menghambur keluar, barulah diketahui bahwa Adi telah tertembak mati, sedang tangan Sami terserempet peluru. Ayah Adi, Kusnindar Yudohamidjojo, tak begitu percaya pada cerita pohsl. Ia menduga, ada yang tak beres. Selain bekas luka tembak, di tubuh anaknya yang, kata Kus, "Sangat penurut dan tak pernah nakal," dijumpai ada luka memar seperti bekas penganiayaan. Dan kata saksi mata yang dihubungi keluarga korban, "Mayat Adi tergeletak 100 meter di belakang mobil yang terbakar." Luka tembak itu sendiri terdapat di dada kiri, di bawah telinga kanan, paha kiri, dan tangan kiri. Adanya kejanggalan itu membuat Kusmindar, karyawan PAM, mengadu ke Kapolri pekan lalu. Menilik luka tembak di tubuh korban, tampaknya memang kurang masuk akal bila tembakan diarahkan dari belakan. Sebab, Adi duduk di jok depan sebelah kiri, di samping Sami yang memegang kemudi. Sedangkan tlga rekannya, Lukman, Lucky dan Baharuddin, duduk di belakang. Bila tembakan dari arah belakang peluru tentu akan mengenai dua lapisan jok dan ketiga anak di belakang itu. Sebuah sumber yang layak dipercaya memang menyebutkan bahwa tembakan memang diarahkan dari depan. "Kalau dari belakang, mana mungkin korban yang dalam posisi duduk bisa kena pahanya?" kata sumber itu. Maka, ia jga menduga, jangan-jangan kebakaran itu bukan kecelakaan, me!ainkan suatu upaya untuk mengaburkan jejak. Baik Polda Jakarta maupun Polres Jakarta Selatan tak mau berkomentar tentang dugaan itu. Hanya dikatakan, kelima remaja itu memang nakal. Sami, kepada polisi, mengaku tak punya SIM dan mengeluarkan mobil ayahnya secara diam-diam. Mereka, setelah bermain gitar, malam itu melakukan aksi corat-coret dibeberapa tempat. Dengan cat semprot, mereka menuliskan kata-kata Kay Punk di tembok. Arti kata-kata itu, menurut pengakuan mereka pada pemeriksa, tak lain: "kreatif aktif yang positif untuk nama kita." Itu bukan nama gang, cuma sekadar perbuatan Iseng. Polisi yang menembak dan Banpol yang menyertainya kini kabarnya masih ditahan. Sedangkan keempat remaja - yang semuanya belajar di Attahiriyah - dibolehkan pulang, meski kasus itu kabarnya akan terus diusut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus