PERKOSAAN oleh dan atas anak-anak di bawah umur, makin menjadi
berita hangat di Kabupaten Asahan. Jaksa Aminullah dari
kejaksaan Labuhan Ruku, tanggal 25 Januari lalu menghadapkan ke
pengadilan tiga tertuduh cilik: Swd (8 tahun), kakak beradik Lgm
(9 tahun) dan Lgn (8 tahun). Dan apa boleh buat, jaksa pun harus
mengucapkan tuduhannya: ketiga bocah ini telah memaksa gadis
kecil Mw (9 tahun) untuk melakukan semacam hubungan kelamin.
"Cuma masuk sikit kok, pak", ujar mereka ketika diperiksa
polisi. Namun yang "sikit" itu, menurut dokter, berakibat parah
bagi Mw. Adapun ketiga tersangka, hingga perkara disidangkan,
untungnya tetap berada di luar kamar tahanan. Polisi dan jaksa
agaknya tak tega juga untuk menyekap mereka. Mereka memang
terlampau bocah untuk merasa berdosa atas apa yang diperbuat.
Moreka tetap bermain di kantor pengadilan, sebebas perasaannya
dari dosa Tinggal orangtua mereka saja, yang mengantarkan
anak-anak itu ke pengadilan, melihat dengan airmata berlinang.
Sementara ketiga terdakwa ini menunggu sidang, pengadilan di
dalam tengah memeriksa perkara perkosaan remaja yang lain. Hakim
Sianipar hari itu tengah menjatuhkan vonis 3 bulan penjara
terhadap Amn (15 tahun). Terhukum belia ini, menurut hakim,
telah terbukti bersalah memaksa Swt (7 tahun) untuk melakukan
hubungan kelamin. Kejadiannya bulan September, di sebuah parit
di kebun kelapa sawit.
Di pengadilan yang sama, tanggal 20 Januari, sebelumnya terdakwa
cilik Slm (12 tahun) juga diperiksa sehubungan dengan pengaduan
perkosaan yang dialami Ngt (5 tahun).
Dan masih ada beberapa perkara lagi, yang semacam, yang
disidangkan tahun lalu. Bahkan Hakim Armen Lubis, di Pengadilan
Negeri Tanjung Balai pernah terpaksa harus menghukum 3 tahun
penjara terhadap Ng (15 tahun). Ng, pemuda yang baru berangkat
baligh, mengaku dan terbukti memperkosa orok yang baru berusia 6
bulan (TEMPO, 25 Desember 1976).
Bioskop Kelililg
Dari berbagai kasus pemerkosaan oleh dan terhadap anak kecil
yang bercabul di Asahan ini -- daerah Sumatera Utara yang beken
karena punya proyek listrik raksasa -- orang cepat mencoba
mencari sebabnya. Kepala Perwakilan Kejaksaan Labuhan Ruku, P.
Nasution sependapat dengan dugaan umum: biang keroknya itu
bioskop keliling yang beroperasi di setiap pelosok Asahan. Lihat
saja pengakuan Amn. Dalam sidang ia mengaku, perbuatannya itu
semata-mata didorong keinginannya meniru sesuatu yang pernah
ditontonnya dalam film: adegan ranjang. Film itu, menurut Badan
Sensor, tentu untuk orang dewasa. Tapi dengan uang Rp 100, Amn
sudah dapat ikut menikmatinya.
Begitu juga polah ketiga bocah, Swd, Lgn dan Lgm. Mereka
mengaku, perbuatan itu cuma meniru apa yang pernah mereka
saksikan dalam film 17 tahun ke atas: goyang pinggul salah
seorang bintang film India. "Mw itu mirip bintang film India
.... goyangnya!", begitu ujar salah seorang dari mereka.
Pengalaman semacam mereka juga dialami oleh P (12 tahun), yang
harus menjalani hukuman penjara 9 bulan karena terbukti bersalah
membuat aib A (6 tahun). Itu, katanya, dilakukannya karena
fikirannya terganggu setelah nonton film Hongkong, Young
Passion, yang dibintangi si sexy Yenny Hu.
Keluhan masyarakat, yang cemas hati kalau-kalau film yang
diputar di bioskop keliling itu akan lebih luas mempengaruhi
jiwa anak mereka, sebenarnya sudah mendapat tanggapan layak dari
pejabat daerah. Setahun lalu Komandan Resort Kepolisian 206
Asahan, Letkol Simanjuntak, pernah mengeluarkan larangan
pemutaran film di bioskop keliling. "Team yang mengawasi
larangan itu sudah dibentuk", ujar Jaksa Nasution kesal.
Hasilnya? Tentu ada. Mau tak mau pengusaha bioskop keliling
harus menyimpan proyektornya.
Bermain Di Belakang
Tapi kesadaran pengusaha yang mentaati larangan Danres itu tidak
membuat penggemar film hot eks Hongkong dan India kehilangan
hiburan. Karena di pelosok sana-sini masih juga ada bioskop
keliling beroperasi. Aturan mainnya juga persis seperti sebelum
ada larangan Danres: memutar film hingga dinihari dan anak-anak
juga dipersilakan masuk asal bawa karcis. Larangan Danres
sendiri bagai tak pernah ada. Sebab seperti keluh Kepala Kampung
Binjei -- yang salah seorang gadis warga kampungnya pernah jadi
korban perkosaan - "habis sekarang yang putar film itu juga dari
kepolisian", ujarnya kepada TEMPO. Menurut Muhamad Kasim, kepala
kampung tadi, bioskop keliling yang tak peduli larangan Danres
itu dikenal masyarakat sebagai usaha Primkopak (Primer Koperasi
Kepolisian) Distrik Labuhan Ruku. Untuk mencegah itu beroperasi
di kampungnya, Kasim tak mampu. "Yang melarang polisi, yang
melanggar juga polisi. Mau bikin apa lagi, apalah awak ini?
Pusing".
Usaha Primkopak enak juga sekarang. Saingan jelas tak ada di
Asahan ini, karena bioskop keliling lainnya telah mentaati
perintah Danres. Juga bebas pungutan. Dulu, sebelum ada
larangan, pajak tontonan dikutip atas perintah camat. Tapi,
begitu ada larangan, pungutan pajak tontonan ikut terhapus juga.
Betulkah usaha dan keuntungan yang digunjingi kanan kiri itu
untuk Primkopak - atau ada yang bermain di belakang nama
koperasi kepolisian itu? Entahlah. Hanya film hot itu saja, yang
bisa ditonton anak di bawah umur, yang jadi ganjalan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini