SEKARANG ini sedang musimnya toko kacamata mengiklankan diri:
gratis melayani pemeriksaan mata - ada juga yang secara komputer
- kepada calon pembelinya. Iklan seperti ini, di samping
memperkenalkan cara pemeriksaan dengan alat baru, juga berbau
adanya prsaingan. "Yang dijual boleh sama dn dengan harga sama
pula, tapi servis juga pilihan bagi pembeli", ujar seorang
pramuria toko kacamata di Proyek Senen.
Di antara propaganda yang seru itu, terlihat spanduk di berbagai
simpang jalan milik toko kacamata Hudaya. Itu tidak begitu
menarik perhatian, seandainya Hudaya tidak menarik-narik nama
Kasoem. Baik di spanduk maupun untuk dua tokonya, di Blok M dan
di Proyek Senen, dia memberi merek tokonya dengan: Kasoem Jr.
Nama A. Kasoem tentu sudah populer di bidang usaha perkacamataan
negeri ini. Ia, pengusaha asli Priangan, memang sudah mulai
menggosok lensa sejak 35 tahun lalu. Namanya sejajar dengan
pengusaha tua lainnya, seperti Optik Tunggal atau Tjun Lie yang
lahir 10 tahun lebih muda. Ketiganya, dengan mengandalkan nama
dan pengalaman lamanya, sudah cukup membuat fanatik konsurn
berkacamata. Baru belakangan ini saja di belakang nama mereka
bermunculan sederetan toko kacamata. Yang bisa dihitung, tentu,
hanya toko yang me layani pembuatan kacamata atas resep dokter
dan yang melayani pemeriksaan mata di tempat.
Hudaya memang sengaja membonceng kemashuran Kasoem. Karena ia
memang anak kedua Ajum Kasoem. Dengan menyebut nama ayahnya,
Hudaya mencoba merebut pasar di tengah musim persaingan sekarang
ini. Mengapa tak bekerjasama saja dengan ayahnya (yang kini
hampir 60 tahun) dalam wadah Fa A. Kasoem? "Ayah merasa sudah
lama membina usahanya hingga punya narna seperti sekarang.
Agaknya beliau belum rela menyerahkannya kepada siapapun", ujar
sang anak. Dan pengusaha berumur 30 tahun ini, rupanya sudah
tidak sabaran. "Kalau saya tetap di bawah ayah terus, mungkin
sampai ubanan pun saya tak disebut pengusaha".
Dengan modal ijazah optika di Jerman, tahun 1973, Hudaya sudah
ingin memimpin Fa. A. Kasoem. Ia ingin menerapkan apa yang
diperolehnya dari luar negeri di perusahaan ayahnya. Tapi Kasoem
senior sendiri, agaknya, memang nyaris tak memerlukan itu. Orang
mengenal Kasoem karena tua dalam pengalaman bukan karena iklan
seperti zaman kini. Maka si anak mencoba buka toko sendiri di
Bandung dan Kebayoran Jakarta. Toko berjalan, tapi biasa-biasa
saja. Fikir punya fikir, mungkin tokonya akan lebih mengundang
langganan jika nama Kasoem - yang punya cabang di Sala, Yogya
dan Cirebon itu - digaet. Siapa tahu nama Kasoem memang bertuah
di bidang perkacamataan. Tidak hanya Hudaya yang Kasoem Junior.
Lilik, anak Ajum Kasoem yang lain, sudah pula bersiap numpang
nama bapaknya juga. Di Palembang sedang disiapkan sebuah toko
dengan nama L. Kasoem. Bagaimana dengan Kasoem tua? "Beliau
tentu tidak marah namanya kami pakai", ujar Hudaya.
Harga kacamata yang kelihatan lux itu, ternyata sudah miring
akibat serunya persaingan. Tapi juga karena masuknya barang itu
ke Indonesia sebagian diselunduphn. "Kalau tidak selundupan
harga kacamata tentu lebih mahal dari yang dijual sekarang",
kata seorang importir merangkap penyelundup yang biasa ikut
mengisi toko di Pasar Baru.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini