Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Direktorat Tindak Pidana Narkoba (Wadirtipidkor) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Komisaris Besar Arie Ardian Rishadi, mengungkap alasan Kepolisian Thailand sulit menangkap buronan Fredy Pratama. Menurut Arie, jaringan narkoba yang dikendalikan Fredy memiliki sistem pendistribusian yang sulit dilacak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kenapa susahnya itu (karena) sistem sel mereka terputus,” kata Arie saat dihubungi Tempo pada Sabtu, 23 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Arie menjelaskan sistem sel terputus berarti kurir narkoba yang dipekerjakan tidak mengenal siapa yang memberi instruksi. Biasanya, kata Arie, dalam sistem sel terputus transaksi dilakukan tanpa adanya interaksi.
“Jadi antara mereka, sama-sama jaringan ini tidak pernah bertemu,” ungkapnya.
Menurut Arie hal itu tidak akan memberikan informasi bagi polisi yang menginterogasi jaringan yang ditangkap.
Arie mengatakan ia terakhir berkomunikasi dengan Kepolisian Thailand sekitar pada dua minggu lalu lewat Zoom meeting. Polisi meyakini Fredy masih berada di Thailand.
“Dia masih berada di Thailand. Kita sudah kerjasama dengan Polisi Thailand untuk bantuan pencarian. Ya memang polisi Thailand masih berupaya di sana,” ujar Arie.
Dalam rapat tersebut, Arie menyatakan Polisi Thailand masih membutuhkan waktu untuk melakukan analisa mendalam terhadap jaringan Freddy.
Sebelumnya Kepala Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri Irjen Krishna Murti, mengatakan belum ada perkembangan dalam operasi penangkapan Fredy.
“Udah terdeteksi, udah semua, tinggal nangkepnya aja. Kita berharap mereka (Royal Thai Police) menangkapnya saja," ujar Krishna Murti, Ahad, 23 Juni 2024.
Menurut Krishna, kendali penangkapan Fredy Pratama saat ini berada pada polisi Thailand. Fredy Pratama telah diburu Polri sejak 2014 lalu.
Kepolisian Thailand sebelumnya telah berkomitmen untuk membantu Indonesia untuk memburu Fredy Pratama. Komitmen tersebut terjadi setelah Indonesia membantu Thailand dalam penangkapan buronan Chaowalit Thongduang pada Juni lalu.
Fredy Pratama merupakan gembong narkotika dan obat-obatan terlarang. Polri menyatakan Ferdy merupakan bandar narkoba terbesar di Asia Tenggara. Nilai transaksi yang dilakukannya ditaksir mencapai Rp 51 triliun. Hitungan tersebut merupakan analisis dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Dalam melakukan bisnisnya, Fredy mengendalikan peredaran narkobanya dari Thailand.
Amelia Rahima Sari berkontribusi pada penulisan artikel ini.