Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Gang Bercelana Pendek

Gang-gang remaja bermunculan di Malang. Antara lain bernama Gas, Arpol & Gemod. dua orang kakak beradik tak berdosa jadi korban. Salah satunya, Darno, tewas. Para pelaku diusut polisi.

19 November 1988 | 00.00 WIB

Gang Bercelana Pendek
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
GANG-gang remaja, yang pernah ramai pada akhir 1970-an, kini kembali malang melihtang di Kota Malang, Jawa Timur. Seperti juga sepuluh tahun lalu, gang-gang baru ini pun memakai nama seram. Tiga dari gang kota itu, yang dalam waktu dekat ini akan diseret ke pengadilan misalnya, menamakan diri GAS (Gabungan Anak Setan), Arpol (Arek Polehan), dan Gemod (Gerombolan Anak Modern). Sebagaimana layaknya gang, kegiatan remaja-remaja berusia 16-18 tahun itu sebagian besar masih bercelana pendek juga mencemaskan. Mereka biasanya mabuk-mabukan, ngebut dengan sepeda motor, dan puncaknya berkelahi antargang atau mengeroyok lawannya. Dalam perkelahian semacam itu, tak jarang pula senjata seperti celurit, pisau, pentungan kayu, atau gir sepeda ikut berbicara. Salah satu dari kasus gang tersebut adalah pengeroyokan yang dilakukan gabungan gang GAS, Arpol, Gemod terhadap dua kakak beradik Darno, 16 tahun, dan Jumadi, 15 tahun, akhir September lalu. Malam Minggu itu sekitar pukul 21.30, adik-kakak tadi baru saja pulang menonton film Rambo III di Kelud Theater. Baru sekitar 25 meter keluar gedung, sekitar 50 orang gerombolan remaja tadi memergoki mereka. "Itu anak Kasin," teriak salah seorang di antara gerombolan itu. Kasin adalah nama daerah pangkalan kelompok Inggris -- gang lain yang beberapa hari sebelumnya pernah bertarung dengan GAS. Kedua kakak-adik tadi segera mundur ketakutan. Tapi gabungan anak-anak GAS, Arpol, dan Gemod dengan sigap mengejar mereka. Sekali diterjang, Jumadi yang bertubuh ceking itu terjungkal. Melihat adiknya dalam bahaya, Darno berusaha melindungi. Akibatnya, ia kena hajar. Adik-kakak masih bisa lari. Toh percuma. Gerombolan itu berhasil mengejar mereka. Tubuh kedua anak itu diinjak-injak. Menyusul sebuah senjata tajam menyobek tubuh Darno. Kendati korban sudah bercucuran darah, beberapa tukang becak yang menyaksikan tak berani menolong. "Mereka seperti kemasukan setan," kata seorang tukang becak di situ. Barulah setelah gang itu pergi, Darno dan Jumadi diangkut penduduk ke Rumah Sakit Saiful Anwar, Malang, dengan becak. "Kuatkan hatimu, Dik," kata Darno menghibur adiknya. Padahal, lukanya lebih parah -- kepalanya tertusuk benda tajam sedalam 6 cm dan perutnya robek 7 cm. Sesampainya di rumah sakit, Darno tewas. Tak sulit mengungkapkan pelaku penganiayaan terang-terangan itu. Apalagi salah seorang dari pengeroyok tersebut, malam itu juga, karena iseng, melongok lagi tempat kejadian. Seorang satpam apotek yang masih ingat wajahnya langsung menangkap anak itu. Si anak, begitu diinterogasi, mengaku. Polresta Malang yang mengusut kasus itu, kemudian menciduk 10 orang yang diduga terlibat penganiayaan tersebut: dua pelajar STM, enam pelajar SMP, dan dua lainnya tamatan SMP. Menurut sumber di kejaksaan, ke-10 orang remaja itu kini sudah diberkaskan dan akan segera diadili. "Gerombolan itu memang 50 orang, tapi yang ikut mengeroyok, ya, 10 orang itu," katanya. Di pemeriksaan terungkap pula bahwa sebelum beraksi di Kelud Theater, gerombolan itu lebih dulu mengeroyok empat orang pemuda di Stadion Gajayana. Setelah korban babak-belur, baru mereka sadar telah salah alamat. Keempat pemuda itu bukan dari kelompok Inggris -- sasaran GAS. Karena itu, mereka lantas ke Jalan Kawi dan bertemu dengan kedua korban, yang juga disangka mereka dari kelompok Inggris. "Padahal, saya tak mengenal mereka," kata Jumadi, kelas II SMP. Beberapa orangtua dari anak-anak yang dituduh mengeroyok itu tak tahu anaknya ikut gang, dan bahkan tak percaya anak mereka bersalah. "Saya kira, kelompok yang seram-seram itu perkumpulan sepak bola," kata Nyonya Mukri, ibu seorang tersangka. Seorang ayah tersangka lainnya, Abdullah, tak percaya pada tuduhan itu. "Anak saya terpaksa mengaku karena tubuhnya diselomot rokok oleh polisi," kata Abdullah. Kegiatan gang-gang itu memang mengingatkan ramainya gang-gang Malang sepuluh tahun lalu. Riwayat gang-gang itu habis setelah penembak misterius alias Petrus beraksi. Perlukah Petrus diundang kembali?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus