SUWARTONO salah langkah, akibatnya jadi musibah. Tamatan STM ini warga Desa Pekunden, Magelang, Jawa Tengah, sejak 1983 menjadi anggota ABRI TNI-AD. Prajurit Dua berusia 30 tahun ini dinas di Secaba (Sekolah Calon Bintara) Magelang, hingga menjadi Kopral Dua. Pada 17 Agustus 1990, muncul Sri Sudarni, 18 tahun, di Asrama Resimen Induk Infantri untuk menemui seorang teman Suwartono. Karena teman itu sedang berdinas luar, Suwartono yang piket di pos penjagaan mengajak Sri ngobrol. Lalu, ia meminjamkan jaket loreng ini yang diperlukan cewek itu datang ke sana untuk dipakai Sri dalam pawai tujuhbelasan. Lima hari kemudian, Sri mengantar kembali jaket itu. Ketika ia pamit, Suwartono mengajaknya sama-sama. Karena, sore itu ia mau pulang ke rumahnya di Pekunden. Sri setuju. Di tengah jalan ia membujuk Sri untuk terus ke Pekunden. Sri bahkan menginap di rumah Suwartono, dan menghabiskan malam dingin itu bagai suami istri. Cinta kilat itu disambung pada 15 September 1990. Sri, anak ke-4 dari lima bersaudara itu pamit pada seorang kakaknya untuk menghadiri pesta perkawinan di Sleman. Sebenarnya, ia merencanakan bertemu Suwartono di terminal Magelang. Namun, kepergian dia yang sampai beberapa hari tak pulang, membuat firasat kedua orang tuanya terkutik. "Saya diganggu mimpi buruk," cerita Nyonya Jaeroni, ibunda Sri. Ternyata Sri pergi untuk selama-lamanyanya. Jasadnya ditemukan Tim Wanadri Bandung yang mengadakan latihan arung jeram di Sungai Progo. Kasus inilah yang mendudukkan Suwartono di kursi Mahkamah Militer II-11, yang bersidang maraton di Magelang, 18 dan 19 Februari lalu. Ia ditahan sejak 24 September 1990. Oditur Letkol. Chanada Achsani menuntut Suwartono dihukum 10 tahun penjara dan dipecat dari ketentaraan. Majelis hakim yang dipimpin Letkol. Sri Utami Sularsih menyimpulkan terdakwa terbukti melanggar Pasal 340 KUHP. Yaitu, melakukan pembunuhan terhadap Sri Sudarni. Vonisnya 8 tahun penjara potong tahanan, plus hukuman tambahan dipecat dari ketentaraan. "Saya khilaf waktu itu," katanya kepada Sri Wahyuni dari TEMPO. Sri menuntut untuk dikawini. Ia panik, katanya, karena saat itu menanti hasil tes masuk Secaba, dan juga sudah punya calon istri. Lalu, ia mengambil jalan gelap: Sri dihabisinya di Kali Progo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini