Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Setelah frans memukul tomi

Seorang gelandangan, sahat simanjuntak dipaksa mengaku oleh kawanan ferry sebagai pembunuh katharina nainggolan, 59, dan frans samike, 27, di pt nusa prawirasari, medan. polisi sedang melacak.

29 Februari 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

FERRY Nainggolan bersama Pangihutan Nainggolan dan Raphael Sinaga tiba di Jalan Sutomo Ujung Medan pada pukul 02.15, Jumat pekan lalu. Mereka dari Pematangsiantar. Lampu Land Rover yang dikendarai Ferry menyorot ke jeruji besi pintu rumah toko berlantai tiga di jalan itu. Ada yang ganjil dilihat Ferry: pintu papan pada lapis kedua di kantor cabang PT Nusa Prawirasari itu terbuka lebar. Ia dan temannya turun dari Land Rover. Dari sela jeruji pintu, komisaris utama perusahaan itu melihat Katharina Nainggolan, 59 tahun, tersandar dekat tangga menuju lantai dua. Ferry dan dua temannya itu membuka jeruji pintu yang rupanya tidak terkunci. Mereka lihat penjaga kantor itu sudah tidak bernyawa. Lehernya hampir putus. Sekujur tubuhnya bersimbah darah. Lantainya juga digenangi darah. Di balik pintu, Ferry dan kawannya menemukan Sahat Simanjuntak jongkok bersembunyi. Lelaki berumur 35 tahun itu memegang pisau dapur. Kontan Ferry menudingnya sebagai pembunuh Katharina. Ia dipukuli. Kawanan Ferry menyumpal dan mengikat mulut pria kurus berpakaian hitam kumuh itu dengan kain. Lalu mereka berteriak, hingga puluhan penduduk tumpah ke sana. Tapi itu baru cerita Ferry, 25 tahun, kepada polisi. Kemudian, ketika satuan serse dari Poltabes Medan muncul, ia menyebutkan ada temannya satu lagi di lantai dua. Yakni, Frans Samike, 27 tahun, kepala cabang perusahaan itu di Medan. Polisi naik ke lantai dua melalui tangga yang penuh bercak darah. Mereka menemukan mayat Frans dekat dapur. Pergelangan tangan dan lehernya hampir putus. Punggungnya mengalami luka tusuk dan isi perutnya terburai. Bercak-bercak darah juga memerciki kulkas. Tapi tak ada barang yang hilang dari kantor yang bergerak dalam bidang kontraktor, tambak udang, ekspor-impor, dan perkebunan itu. Pesawat TV masih hidup, walau siarannya sudah habis. Melihat Frans tewas, Ferry menepuk jidatnya. "Astaga, sadis kali. Mati pula dia," teriaknya. Kawanan Ferry dan Sahat Simanjuntak kini ditahan polisi. Ternyata, Sahat seorang gelandangan. Polisi membawanya lagi ke lokasi kejadian untuk memperagakan apa yang dialami pada Jumat dinihari itu. Diperlihatkannya ia tidur di emperan toko yang tak jauh dari lokasi peristiwa. Ia mengaku dibangunkan oleh lima lelaki yang tak dikenalnya, dan dipaksa masuk ke kantor PT Nusa Prawirasari. Setelah diketahui ada pembunuhan itu, Sahat mengaku diteror kawanan Ferry dan dipaksa mengakui membunuh kedua korban tadi. Apakah kawanan Ferry yang dimaksudkan Sahat? Polisi belum bisa memastikannya, apalagi Ferry mengaku muncul hanya bersama dua temannya. "Tapi keterlibatan Sahat jadi lemah," ujar sebuah sumber di kepolisian. Tentang pisau dapur itu, menurut polisi, mustahil dipakai untuk menjagal kedua korban. Lagi pula, tubuh Frans yang tinggi besar itu tak masuk akal bisa dipecundangi Sahat yang bertubuh kecil. Sahat hanya berkaki ayam tanpa sepatu. Sedangkan pada sisa genangan darah banyak bekas jejak sepatu. Kini ukuran pada jejak itu sedang diteliti polisi. Beberapa barang bukti, seperti mobil Land Rover dan dua kelewang yang ditemukan di dalamnya, telah diamankan polisi. "Identitas pelaku pembunuhan itu sudah kami kantongi," kata Letnan Kolonel Leo Sukardi, Kepala Dinas Penerangan Polda Sumatera Utara. Dan siapakah lima lelaki yang dimaksudkan oleh Sahat? Ia masih sungkan menyebut nama orangnya. "Kami sedang memburunya," jawab Leo. Sedangkan sumber di Poltabes Medan menceritakan, beberapa hari sebelum kejadian, Frans cekcok dengan seorang karyawan bernama Tomi. Ia berjanji menaikkan gaji Tomi. Ketika Tomi menuntutnya lagi, Frans memukul kepalanya. Setelah itu, Tomi kabur entah ke mana. Bersihar Lubis dan Mukhlizardy Mukhtar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus