Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosial

Terbitnya sebuah cermin kearifan

Mui menerbitkan buku "sejarah umat islam indonesia". menguraikan sejarah masuknya islam ke indonesia dengan segala aspeknya. tim penulis menghadapi kendala. tradisi intelektual mapan.

29 Februari 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ISLAM mulai masuk ke Indonesia 13 abad yang lalu. Tapi, sampai Indonesia disebut-sebut sebagai negara dengan mayoritas Islam, baru pekan lalu terbit sebuah buku yang mengisahkan sejarah umat Islam Indonesia. Buku setebal 485 halaman itu, menurut K.H. Hasan Basri, ditulis dengan semangat mengangkat kembali masa lampau umat Islam Indonesia. Kata ketua Majelis Ulama Indonesia itu, selama ini banyak pertanyaan tentang sejarah berkembangnya Islam di Indonesia, yang sulit dijawab. Penerbit buku berjudul Sejarah Ummat Islam Indonesia ini memang Majelis Ulama Indonesia. Isi buku mungkin cukup lengkap: dari sejarah masuknya Islam, perjuangan ulama dan pahlawannya, sampai segala aspeknya. Mungkin karena buku tersusun lewat berbagai seminar dan kemudian tim penulis yang terdiri dari Dr. Taufik Abdullah, Dr. Hasa Mu'arif Ambary, Dr. Kuntowijoyo, dan Drs. Ahmad Manshur Suryanegara menyaring dan menyusunnya. Tim yang diketuai oleh Taufik Abdullah dari LIPI itu memang terdiri dari para pakar sejarah yang menguasai masalah yang berkaitan dengan Islam di Indonesia. Setelah bekerja sekitar lima tahun, rampunglah buku pesanan Majelis Ulama itu. Diakui oleh Taufik Abdullah -- editor buku -- ini banyak kendala yang dihadapi tim penulis dalam menyusun buku ini. Antara lain, "Mencari batas antara Islam dan bukan Islam, itulah yang sukar," kata Taufik. Misalnya, apakah Jenderal Sudirman itu orang Muhammadiyah atau TNI. Atau, apakah Perang Diponegoro itu merupakan perang Islam melawan Barat atau hanya perlawanan terhadap penjajah. Dalam buku itu dijawab bahwa Perang Diponegoro merupakan usaha bangsawan keraton untuk mendapatkan kembali tanah Jawa dari tangan Belanda. Tapi itu terjadi di bawah panji-panji Islam, apa pun corak keislaman yang dipancarkannya. Buktinya, sebagian besar pemimpin yang mendampingi Diponegoro adalah para ulama lokal, misalnya Kiai Mojo. Kendala lainnya, di samping adanya kecenderungan yang berbeda dari para penulis sejarah yang tergabung dalam tim ini sendiri, juga pada misi. Dalam hal ini, menurut Taufik Abdullah, tim penulis tidak lepas dari misi MUI, yakni untuk mengembangkan persatuan umat dalam konteks Indonesia. Dengan kata lain, buku ini tak lepas dari subyektivitas misi MUI. Namun, tak berarti penulisan itu ingin menonjolkan Islam dalam pentas sejarah bangsa. "Kami sama sekali tak berpikir ke sana. Tapi juga tak bermaksud mengkritik atau merevisi penulisan sejarah yang sudah ada," kata Taufik. Juga, buku ini tidak berpretensi untuk diarahkan pada kalangan akademisi atau intelektual. Buku ini, kata Taufik ditujukan untuk orang awam, tapi tetap ilmiah. Memang, bagi pembaca awam, bukan ahli sejarah, buku sejarah yang tidak hanya sekadar bercerita itu bisa sangat membantu. Seperti dalam Bab II, disebutkan bahwa penganut Islam telah hadir di Kepulauan Indonesia sejak kurun pertama Hijrah. Mereka itu kemungkinan besar adalah para pedagang yang singgah di bandarbandar penting di Kepulauan Nusantara ini, karena tak ditemukan bukti bahwa pada abad pertama Hijrah (abad ke-7 Masehi) ada pribumi yang Islam. Barulah pada abad ke-11 Masehi, komunitas Islam mulai ada di Indonesia. Itu dibuktikan dengan adanya makam-makam, misalnya makam Fatimah binti Maimun, yang wafat tahun 1082 di Gresik, Jawa Timur. Perkembangan itu terus berlanjut hingga abad ke-13 berdirilah kerajaan Islam di Samudra Pasai. Yang menarik diceritakannya abad ke16 dan ke17 sebagai puncak penyebaran Islam. Ini periode yang amat penting bagi pembentukan tradisi baru di kalangan umat Islam di Nusantara, persisnya dalam bidang politik dan pemikiran. Pemikiran yang menonjol pada periode ini adalah pemikiran tasawuf, yang terkenal dengan tokoh-tokohnya seperti Hamzah Fansuri dan Nuruddin Al Raniri. Namun, perlu dicatat, menurut buku ini, ketika tradisi intelektual Islam mulai terbentuk di Nusantara pada abad ke-16 dan ke-17 itu, di pusat dunia Islam sana, bidang pemikiran itu telah mapan. Bahkan, dalam sejarah Islam, abad ini disebut sebagai abad kebekuan, tidak saja dalam dunia pemikiran, tapi juga dalam dunia politik. Perdebatan teologi seperti qadaryah, mutakzilah, dan asy'ariyah sudah selesai. Begitu pula di bidang filsafat dan tasawuf. Di bidang fikih, sudah ada empat mazhab yang mapan dan baku. Maka itulah berkembangnya dunia pemikiran Islam di Indonesia tak melalui satu polemik atau diskusi yang seru. Bisa dikatakan para pemikir Islam tinggal mengambil konsepkonsep yang sudah mapan. Juga di Nusantara waktu itu, berkembangnya pemikiran Islam berpindah-pindah. Sementara pada abad ke-17 hal itu terjadi di Aceh, pada abad berikutnya menjadi milik Palembang dan pesisir utara Jawa. Abad ke-19 adalah abad berkembangnya pemikiran Islam di daerah Surakarta, dan di akhir abad ke-20 perkembangan itu meloncat ke Minangkabau. Itu gejala yang menarik. Menurut Taufik Abdullah, gejala itu dimulai sejak abad ke-15, ketika terjadi lalu lintas ulama ke tempat-tempat kekuasaan yang sedang naik. Proses itu, menurut Taufik pula, masih berlangsung sampai sekarang. "Santrinisasi di Jawa kan terus berlangsung. Di Gunungkidul saja kian banyak berdiri masjid," katanya. Pada masa ketika Islam terasa menjadi fokus perhatian di Indonesia kini (misalnya dengan berdirinya Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia), sebuah sejarah Islam Indonesia yang cukup lengkap bisa jadi cermin. Sebab, seperti ditulis dalam pengantar buku ini, "dari sejarah sunatullah kearifan hidup, yang diridhai Allah, ingin didapatkan." Julizar Kasiri dan Wahyu Muryadi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus