Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Gudel Membunuh Kerbau

Bagiyo, 23, nekad membunuh ayahnya, Kamsu, 53, karena ingin membela ibunya, Sripah (istri Kamsu) yang sering disakiti. Kamsu dikenal doyan perempuan dan sering memeras Sripah untuk hobinya itu. (krim)

22 Maret 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBAGAI orang desa, Paidi dan Sulkhan melihat keganjilan di ladang kacang itu. Sepetak tanah di tegalan itu hanya ditumbuhi juluran kacang yang bunganya baru bersemi. Padahal, di ladang seluas 400 m2 tadi, terhampar hijau juluran kacang panjang yang siap petik. Disaksikan polisi dan penduduk petak ganjil itu segera digali, awal Maret laiu. Masya Allah, di lubang galian itu mereka menemukan yang selama ini dicari-cari: Kamsu, 53, bekas pamong desa yang hilang sejak akhir bulan silam. Polisi rupanya tak begitu sulit mengusut. Tersangka pembunuhan pun segera diringkus: Bagiyo, 23, yang tak lain anak kandung korban sendiri. Ini semua berkat keterangan Jumiah, perempuan piaraan Kamsu. Dan setelah Bagiyo ditangkap, polisi berhasil menyusun urutan kejadian. Ketika Kamsu hilang, Jumiah bercerita bahwa tengah malam akhir Februari lalu gacoannya dijemput Bagiyo di rumahnya. Bersama temannya, Teko, Bagiyo menjemput ayahnya yang akan diantar untuk mengambil uang di rumah Sripah, ibu Bagiyo yang juga istri Kamsu -- sekitar 300 meter dari rumah Jumiah. Kamsu menurut saja. Lelaki bekas pamong desa -- yang dipecat tujuh tahun lalu karena korupsi uang Bimas -- ini agaknya sedang butuh uang. Beberapa hari sebelumnya, Kamsu memang minta duit Rp 450 ribu kepada istrinya itu. Sripah baru memberikan Rp 150 ribu. Di perjalanan itulah Kamsu menagih uang yang dijanjikan. Bagiyo hanya menyodorkan Rp 5.000. Cekcok mulut pun tak terhindarkan di ladang kacang yang mereka lewati. Bahkan diteruskan dengan adu fisik. Bagiyo merebut lampu senter yang dibawa oleh ayahnya, dan dengan alat itu tengkuk lelaki tua itu dipukul. Kamsu rebah dan dengan ganas Bagiyo mencekik lehernya. Tak jelas apakah tubuh pria yang waktu itu bekerja sebagai penjaga keamanan kebun tebu itu sudah tak bernyawa, ketika oleh Bagiyo dan Teko dimasukkan ke sumur mati yang ada di ladang tadi. Sumur itu kemudian dltimbuni tanah. Meski sudah kawin lima kali, Kamsu agaknya belum puas. Ia juga kumpul kebo dengan Jumiah. Lelaki yang dikaruniai lima anak dari dua orang istri itu memang dikenal doyan perempuan. Karena itu, hidupnya boros. Untuk biaya royalnya itu, ia sering mengganggu Sripah, istrinya yang sah. "Tiap hari Ibu menangis, saya jadi kasihan. Saya memihak Ibu," ujar Bagiyo. Dan terjadilah pembunuhan itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus