Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyatakan banding atas putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya soal besaran nilai restitusi korban Kanjuruhan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wakil Ketua LPSK Susilaningtyas mengatakan hakim mengabulkan restitusi korban Kanjuruhan, namun, nilai yang dikabulkan sebesar Rp 1.025.000.000 atau Rp 1,02 miliar dari gugatan sebesar Rp 17,5 miliar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ganti rugi itu dibagikan kepada 63 korban meninggal dan 8 korban luka-luka. Korban meninggal dunia berhak mendapatkan restitusi sejumlah Rp 15 juta, sedangkan korban luka sebesar Rp 10 juta.
"LPSK menyatakan banding atas putusan ini," kata Susilaningtyas saat dikonfirmasi pada Kamis, 2 Januari 2024.
Ia menuturkan, alasan menyatakan banding adalah karena putusuan hakim tidak sesuai dengan perhitungan LPSK. Selain itu, pihaknya tidak sepakat dengan pertimbangan majelis hakim bahwa bantuan yang diberikan kepada korban merupakan bagian dari restitusi.
"Restitusi dimaksudkan sebagai salah satu mekanisme pemulihan untuk korban, sementara bantuan bukan untuk itu," ucap Susilaningtyas.
Ketiga, para korban dan keluarga korban merasa putusan tersebut masih belum adil. Mereka meminta kepada LPSK untuk menyatakan banding.
"Jadi dalam pengajuan ini, LPSK memang mewakili para korban dan keluarganya," ujar Susilaningtyas.
Tragedi Kanjuruhan terjadi tiga tahun silam. Kejadian ini terjadi pada Sabtu, 1 Oktober 2022 usai pertandingan BRI Liga 1 Indonesia antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Kisruh diawali saat para penonton turun ke lapangan, dalam merespons hal tersebut aparat menembakkan gas air mata yang menyebabkan penonton panik. Sebabyak 135 orang meninggal, 96 luka berat dan 484 luka ringan karena tragedi Kanjuruhan.