Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Hap, Musakkir pun Tertangkap

Profesor Musakkir, Wakil Rektor Universitas Hasanuddin, tertangkap sedang pesta sabu di sebuah kamar hotel. Polisi sudah lama mengintai pakar hukum pidana itu.

24 November 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BEL di kamar 312 Hotel Grand Malibu, yang terletak di Jalan Bonto Manai, Makassar, itu berbunyi. Jumat dinihari pekan lalu, Ismail, satu dari tiga penghuni kamar hotel itu, berjingkat menghampiri pintu. Membuka sebagian daun pintu dengan hati-hati, ia melongok keluar. Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar, itu kaget bukan kepalang. Di depannya berdiri lima pria bertubuh tegap yang langsung mendorong pintu dan berupaya menerobos masuk.

Ismail melawan. Ia mati-matian berusaha menutup pintu itu, tapi sia-sia. Lima lelaki yang ternyata anggota Satuan Narkotika Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Barat itu mendobrak dengan kencang. Tubuh Ismail terpental. Tamu tak diundang itu langsung menyerbu masuk. Di dalam kamar, sepasang manusia tergeletak di atas tempat tidur. Sang pria, yang hanya mengenakan kaus dalam putih dan bagian bawah tubuhnya tertutup selimut, tak lain Wakil Rektor Universitas Hasanuddin Bidang Kemahasiswaan Profesor Musakkir, 48 tahun. Di sebelah pakar hukum pidana itu, seorang perempuan muda sedang asyik mendengarkan musik dari sebuah komputer jinjing. Dia bernama Nilam Ummi Qalbi, mahasiswi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Bongaya, Makassar.

Saat polisi masuk, di tangan Ismail tergenggam bong, alat pengisap sabu-sabu. Polisi memeriksa seluruh kamar. Di kamar mandi, mereka menemukan sabu seberat satu gram dalam sebuah bong lain plus tiga paket kecil sabu yang belum digunakan. Sedangkan sebuah korek api gas dan sumbu, yang diduga digunakan untuk membakar sabu, terletak di meja televisi. "Ketiganya memang mengaku sudah memakai sabu. Nilam mengaku saat itu sudah mengisap delapan kali," kata juru bicara Polda Sulawesi Selatan dan Barat, Komisaris Besar Endi Sutendi. Menurut Endi, beberapa saat sebelumnya, polisi mendapat informasi di hotel itu ada pesta sabu.

Saat polisi menginterogasi ketiganya, sebuah pesan pendek masuk ke telepon seluler Nilam. Pengirimnya Ainum Nakiyah, rekan kuliah Nilam, yang rupanya juga sedang asyik berpesta sabu di kamar 308. Ainum meminta Nilam ke kamarnya. Di kamar itu, Ainum tak sendiri. Ia bersama rekan Ismail, Andi Syamsuddin.

Bersama Nilam, polisi menuju kamar 308. Digedor berkali-kali, pintu kamar itu tak juga dibuka. Lagi-lagi polisi akhirnya memilih mendobrak. Di sana, mereka mendapati Ainum dan Andi sedang teler di tempat tidur. Sebuah bong, korek api, dan dua butir pil ekstasi tergeletak di atas meja.

Kepada polisi, di kamar itu, pengusaha asal Kabupaten Bantaeng berusia 44 tahun tersebut menyatakan sabu dan pil ekstasi itu milik Ismail. Namun Ismail membantah dan keduanya pun bersitegang. Saat bersitegang itulah mereka menyebut nama rekan mereka yang lain, Heriyanto, yang juga tengah menikmati sabu di kamar 205.

Polisi langsung menuju kamar Heriyanto. Pria 32 tahun yang sehari-hari bekerja di Zona Café itu berusaha melawan, kendati akhirnya tak berkutik. Dari interogasi, para tersangka itu mengatakan sabu untuk "pesta" mereka tersebut diperoleh dari seorang bandar bernama Adam di Kabupaten Gowa.

Kepala Kepolisian Resor Kota Besar Makassar Komisaris Besar Fery Abraham, yang ikut dalam penyidikan, menyatakan, berdasarkan hasil pemeriksaan urine dan darah, Musakkir cs positif menggunakan sabu-sabu. Bahkan ada dugaan bahwa Musakkir bukan hanya sebagai pengguna, melainkan juga bandar narkotik. Indikasinya: sabu yang didapat polisi di kamar guru besar hukum Unhas itu merupakan sabu golongan I—kategori narkotik kelas atas. Harganya Rp 1,6-2 juta per gram. "Ada indikasi yang mengarah ke sana. Penyidik sudah lama menjadikan dia target operasi," kata Fery.

Rekam jejak Musakkir memakai narkotik semakin jelas tercium polisi dalam dua bulan terakhir. Menurut seorang polisi, Musakkir dan Ismail, dari pengintaian mereka, kerap keluar-masuk hotel yang tarifnya per malam sekitar Rp 350 ribu itu. "Hotel itu ditengarai kerap dijadikan tempat pesta sabu," ujar polisi itu. Terakhir, tiga hari sebelum penangkapan, menurut polisi, Ismail melakukan "transaksi" di lobi hotel. Polisi sempat akan menangkap dia, tapi urung karena bukti yang dimiliki tak kuat. Karena itulah, menurut Endi, penangkapan Jumat dua pekan lalu tersebut dilakukan dengan hati-hati. "Kami selidiki dulu. Saat ditangkap itu pun Profesor Musakkir sempat membantah mengkonsumsi sabu," tutur Endi.

Meskipun demikian, polisi hingga ­Jumat pekan lalu belum menyebutkan pasal apa yang akan dikenakan terhadap tiga tersangka dalam kasus ini, yaitu Musakkir, Nilam, dan Ainum. Fery beralasan polisi membutuhkan pendalaman data apakah ketiganya merupakan bagian dari jaringan narkotik atau hanya sebagai pemakai. Sedangkan ketiga rekan Musakkir, yakni Ismail, Andi, dan Heriyanto, dijerat dengan Pasal 112, 114, dan 132 juncto Pasal 127 Undang-Undang Narkotika dengan ancaman maksimal penjara seumur hidup.

Ketua Lembaga Bantuan Hukum Universitas Hasanuddin, Acram Mappaona Azis, yang menjadi pengacara keenam tersangka, membantah kabar bahwa Musakkir ikut dalam pesta sabu itu. Menurut dia, bekas Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin itu hendak bertemu dengan Ismail untuk mengerjakan karya ilmiah.

Awalnya mereka hendak bertemu di Hotel Grand Clarion, tapi batal karena hotel itu penuh. Mereka sempat menjajaki Hotel Santika, yang terletak tak jauh dari Grand Clarion, tapi lagi-lagi hotel itu penuh, hingga akhirnya keduanya mendapatkan kamar di Hotel Grand Malibu.

Kepada Acram, Musakkir juga mengatakan tak tahu jika Ismail datang membawa rekan-rekannya dan sejumlah sabu-sabu. Awalnya ayah dua anak itu sempat marah kepada sang rekan. Musakkir juga menghancurkan satu bong yang dibawa Ismail dan kawan-kawannya itu. Acram meminta polisi membentuk tim khusus untuk memeriksa ulang hasil urine dan darah serta keterangan para tersangka lain buat mengetahui peran Musakkir dan dua tersangka lain. Dia meminta polisi tak gegabah menerapkan pasal terhadap kliennya itu.

Kamis pekan lalu, Musakkir, yang saat jadi mahasiswa pernah dinobatkan sebagai mahasiswa teladan Fakultas Hukum Unhas, dibawa ke Balai Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (BNN) Baddoka, Makassar. Juru bicara BNN Provinsi Sulawesi Selatan, Rosna, mengatakan Musakkir akan menjalani penilaian dari tim penilai untuk mengetahui apakah dia pecandu atau bukan.

Tim penilai itu adalah tim hukum dari Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Polda Sulawesi Selatan dan Barat, serta BNN Provinsi. Mereka akan bergabung dengan tim penilai lain, yang terdiri atas dokter umum, psikiater, dan psikolog. "Hasilnya keluar paling lama sepekan," ucap Rosna kepada Tempo, Kamis pekan lalu.

l l l

Penangkapan Musakkir membuat kaget civitas academica Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin. Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Muhammad Fadlan mengatakan selama ini Musakkir dikenal sebagai dosen yang cerdas dan tak macam-macam.

Mustafa, mahasiswa semester akhir Fakultas Hukum, mengenal Musakkir sebagai dosen yang sangat menjaga wibawa. Ia dikenal sebagai dosen yang "tak gaul" dan jarang ngobrol atau berdiskusi dengan mahasiswa. Musakkir, kata Fadlan, hanya dekat dengan mahasiswa yang terlibat Unit Kegiatan Mahasiswa Karate Gojukai. "Karena dia pembinanya."

Prestasi Musakkir di bidang akademik terhitung menonjol. Ketika kuliah, dia mendapat predikat mahasiswa teladan Fakultas Hukum Unhas serta mahasiswa berprestasi terbaik pada 1984 dan 1987.

Selain sebagai dosen, Musakkir memang dikenal aktif di bidang olahraga karate. Dia kini menjabat Sekretaris Umum Federasi Olahraga Karate-Do Indonesia Sulawesi Selatan serta Wakil Ketua Pembinaan dan Prestasi Komite Olahraga Nasional Indonesia Sulawesi Selatan. Penyandang Dan V International Karate-Do Gojukai Association itu terpilih sebagai wasit terbaik Karate-Do Gojukai 1992 se-Indonesia dalam kejuaraan nasional di Jakarta. Dia juga mengantongi sertifikat wasit internasional karate sejak 1999. "Sebagai sahabat dan saudara, saya prihatin dan masih antara percaya dan tidak dengan kabar itu," ucap Sekretaris Umum KONI Sulawesi Selatan Ad'dien kepada Tempo.

Di lingkungan rumahnya, suami Ratnawati—yang juga dosen di Fakultas Hukum Unhas—itu dikenal sebagai orang yang taat beribadah dan tak neko-neko. Musakkir kerap melakukan salat di Masjid Al-Haq di Perumahan Unhas Tamalanrea, tempat rumahnya berada. Sejumlah tetangganya tak percaya bahwa Musakkir menggunakan narkotik. "Mungkin dia dijebak," ujar Kamiseng, salah seorang tetangganya, ketika Tempo mendatangi perumahan dosen itu, Kamis pekan lalu.

Kediaman Musakkir di Blok AI Nomor 8 terlihat cukup megah. Terletak di lahan sekitar 300 meter, bangunan dua lantai itu berlapis cat kuning. Di pelataran, sebuah mobil Proton merah berpelat nomor DD-44-MS terparkir. Menurut Kamiseng, Musakkir memiliki dua mobil lain. "Semua pelatnya DD-44," katanya.

Meskipun Musakkir berprestasi, perilakunya yang menggunakan narkotik tampaknya tak bisa diampuni. Rektor Universitas Hasanuddin, Dwia Aries Tina Pulubuhu, menyatakan Musakkir saat ini dinonaktifkan sementara sebagai wakil rektor. Soal sanksi pemecatan, Dwia mengatakan menunggu putusan pengadilan. "Apa pun sanksi yang diberikan, Unhas akan mengikuti aturan," ujarnya.

Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir mengatakan Musakkir secara otomatis akan dipecat jika terbukti sebagai pemakai narkotik. Hal itu sesuai dengan peraturan pemerintah tentang pemberhentian pegawai negeri sipil. Soal pencabutan gelar profesornya, Nasir mengatakan harus melalui sidang majelis kehormatan guru besar. "Mereka yang akan menilai apakah dalam hal tersebut terjadi pelanggaran yang akibatnya gelar guru besar ditarik," ucapnya.

Febriyan (Jakarta), Didit Hariyadi, Muhammad Yunus, Akbar Hadi (Makassar)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus