Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pembajakan pesawat DC 9 milik Garuda Indonesia atau juga disebut “Woyla”, terjadi pada 28 - 31 Maret 1981. Pesawat yang memiliki rute Jakarta-Palembang-Medan ini, bermula ketika pesawat akan terbang menuju Medan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pesawat tersebut diterbangkan oleh Kapten Herman Rante beserta lima awak pesawat dan terdapat 48 penumpang, lima orang diantaranya adalah warga negara asing.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketika berada di Bandara Talang Betutu, Palembang, sudah terdapat gerak-gerik yang mencurigakan dari dua penumpang yang akan menaiki pesawat tersebut. Hal ini dikarenakan bandara Talang Betutu tidak memiliki pengamanan yang ketat, dari sinilah para pembajak tersebut mulai melancarkan aksinya.
Pesawat DC 9 lepas landas dari bandara tersebut pukul 09.05 WIB. Awalnya penerbangan berjalan lancar sebagaimana mestinya. Namun, ketika pesawat terbang diatas langit Pekanbaru, 5 orang berlarian menuju bagian depan kabin pesawat dan mengatakan, “Jangan bergerak!, jangan bergerak!, siapa yang bergerak akan saya tembak,” kata salah satu dari mereka.
Awalnya, beberapa penumpang tidak mengerti maksud dari drama pembajakan ini—bahkan ada yang menganggap ini hanya candaan, setelah pembajak mengulurkan pistol dan granat, mereka akhirnya sadar bahwa pembajakan sedang berlangsung.
Pembajakan ini dilakukan oleh 5 teroris yang dipimpin Imran bin Muhammad Zein dan mengaku dirinya sebagai kelompok ekstrimis “Komando jihad”.
Sebelum menuju Bandara Polonia, Medan pesawat dibelokkan menuju Penang, Malaysia kemudian menuju Bangkok, Thailand. Pembajak memilih rute tersebut dikarenakan ingin membawa pesawat tersebut ke Timur Tengah melalui rute tersebut lalu lanjut ke Colombo, Srilanka-Libya.
Dalam insiden tersebut pembajak meminta kepada pemerintah untuk membebaskan 80 teman mereka yang terlibat dalam penyerangan Kosekta 8606, Pasir Kaliki, Cicendo, Bandung, 11 Maret 1981. Tidak hanya itu, pembajak juga meminta uang sejumlah 1,5 juta dollar AS, dan mengancam akan meledakkan pesawat apabila tuntutannya tidak dipenuhi.
Kondisi penumpang semakin tak menentu ketika penyanderaan tersebut, baik mental dan fisik mereka terkuras ditambah dengan perlakuan kasar dari pembajak tersebut.
Tepat hari ini, operasi penyelamatan pembajakan pesawat itu dilangsungkan di Bandara Don Muang, Bangkok, Thailand. Operasi ini dipimpin Letkol Sintong Panjaitan bersama 35 anggota Kopassandha atau Grup 1 - Para Komando. Dalam proses penyelamatan sandera ini Kapten Herman Rante dan Achmad Kirang, dan salah satu pasukan khusus tersebut tewas.
GERIN RIO PRANATA