Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Haruskah Eksekusi Secara Paksa?

Di Manado, para ahli waris memenangi tuntutan atas tanahnya yang dulu dikuasai tentara. Tapi putusan itu tidak digubris oleh Korem dan BPN.

26 Maret 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEJARAH memang tidak selalu berpihak pada yang berhak. Tidak ada klarifikasi—atas nama sejarah— yang membuka peluang bagi warga sipil untuk kembali memiliki tanahnya yang selama bertahun-tahun dikuasai tentara. Walaupun jalur hukum dan proses pengadilan sudah ditempuh, memperoleh kembali tanah tersebut bukanlah perkara gampang. Tapi baru-baru ini di Manado, Sulawesi Utara, seorang warga sipil, Ani Bawole, 40 tahun—yang juga cicit dari mendiang Lie Boen Yat—memenangi sengketa kepemilikan Wisma Sabang, yang sudah lama dikuasai tentara. Namun, sampai pekan lalu, Ani, yang sudah bertahun-tahun berjuang untuk memperoleh kembali warisan leluhurnya, tak kunjung bisa menguasai bangunan dan tanah seluas 1.700 meter persegi itu. Sebab, warisan yang bernilai sekitar Rp 1 miliar itu tetap dianggap sebagai milik TNI-AD. Kini, Wisma Sabang, yang terletak di Jalan Achmad Yani Nomor 92, Manado, dijadikan rumah dinas Kepala Staf Komando Resor Militer (Korem) Santiago, Letkol Murjito. Sebenarnya, Wisma Sabang cuma salah satu dari berbagai harta peninggalan Lie, yang dulu memiliki banyak tanah di Manado. Lie datang ke kota itu pada 1914. Semula, ia cuma pedagang. Lama-kelamaan, bisnisnya semakin sukses. Ia punya perusahaan, bank, dan gudang di pelabuhan Manado. Tanah dan bangunan miliknya antara lain berupa Wisma Sabang, Wisma Cakalele, Wisma Barkah, dan bekas Bioskop Mitra. Lantas, terjadilah peristiwa Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dan Perjuangan Semesta (Permesta) pada 1958. Kota pusat PRRI, Padang, dan Manado dibom. Pemerintah pusat juga mengirim pasukan TNI untuk menyerang Manado. Akibatnya, tokoh Permesta, Kolonel J.F. Warouw, memerintahkan agar warga mengungsi ke luar kota. Sepeninggal warga, Manado kembali dikendalikan pemerintah pusat. Berbagai gedung dikuasai tentara, termasuk banyak bangunan milik Lie, yang kini ditaksir bernilai ratusan miliar rupiah. Waktu pun terus bergulir, tapi berbagai tanah dan bangunan itu tak juga dikembalikan kepada pemilik asal ataupun ahli warisnya. Padahal, para ahli waris, termasuk Ani Bawole, tak henti-hentinya menuntut pengembalian. Memang, diakui Ani, dua bangunan milik buyutnya, yakni bekas Bioskop Mitra dan Wisma Barkah, yang dijadikan rumah dinas Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Utara Brigjen Pol. Erald Dotulong, telah dikembalikan kepadanya. Tapi, sampai kini, kedua bangunan itu belum dikosongkan oleh penghuninya. Adapun Wisma Sabang, menurut Ani, juga sudah diterimanya dari Nyonya Maddanuan, istri mendiang Komandan Korem Kolonel Pieter Sumbu, pada 12 Desember 1997. Waktu itu, Ani memberikan uang Rp 100 juta kepada Nyonya Maddanuan sebagai ganti rugi biaya renovasi bangunan tersebut. Namun, baru sebulan menempati Wisma Sabang, Ani terus-menerus diteror tentara. ''Ibu Ani harus menyerahkan kunci rumah. Ini rumah dinas, bukan rumah Ibu," begitu gertak beberapa tentara sewaktu menyatroni Ani, Februari 1998. Ani sempat mengadukan soal itu ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia di Jakarta. Tapi intimidasi tetap berlanjut, sehingga Ani terpaksa hengkang dari Wisma Sabang. Merasa sudah patang arang, Ani akhirnya menggugat kepemilikan Wisma Sabang ke Pengadilan Negeri Manado. Ternyata, sampai tingkat banding, pada 12 April 1999, dia memenangi sengketa. Entah kenapa, pihak Korem tak mengajukan kasasi. Adakah itu berarti mereka mau menerima kekalahan dan menyerahkan Wisma Sabang? Yang jelas, sampai kini, Ani belum bisa menghuni Wisma Sabang. Tentang masalah ini, beberapa pejabat di Korem Santiago enggan memberikan penjelasan. Sementara itu, ada ganjalan besar dari Badan Pertahanan Nasional (BPN) Manado. Soalnya, menurut Kepala BPN Manado, Ronny M. Eman, status tanah Wisma Sabang telah beralih menjadi tanah negara. Dengan demikian, yang masih bisa diperebutkan tinggal bangunannya. Itu pun dengan catatan, ''Pemilik bangunannya adalah pihak yang menguasai secara fisik bangunan itu," kata Ronny. Apakah ini berarti pihak Koremlah yang diakui sebagai pemilik Wisma Sabang? Ya, bisa saja. Yang pasti, Ketua Pengadilan Negeri Manado, Soemarno, membantah kemungkinan itu. Menurut dia, sesuai dengan putusan banding atas sengketa Wisma Sabang, tanah dan bangunan itu milik mendiang Lie. Dengan demikian, Korem harus segera mengosongkan Wisma Sabang dan menyerahkannya kepada Ani. ''Kalau tergugat (Korem) tak mau menyerahkan bangunan itu secara damai, kami akan mengeksekusinya secara paksa," ujar Soemarno. Hp.S., Verrianto Madjowa (Manado)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus