Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Dengan Suara, Produksi Meninggi

Dibarengi dengan alunan musik, ternyata pupuk daun semakin meningkatkan produksi tanaman. Tapi, untuk tanaman padi, teknologi ini masih mahal.

26 Maret 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEPERTI bunda membuai anak dengan senandung lagu, teknologi pemupukan tanaman ini juga menggunakan rangsangan suara. Dengan adanya suara, ternyata mulut daun (stomata) tumbuhan semakin membuka sehingga pupuk yang terserap melalui daun semakin banyak. Walhasil, produksi tanaman pun semakin meningkat.

Keunggulan teknologi pemupukan dengan efek suara (sonic bloom) itu telah dinikmati oleh Harry Haryanto di Sukabumi, Jawa Barat, pada akhir 1999. Dan itu terjadi setelah Harry, dari perusahaan Interform,menerapkan sonic bloom di lahan pertaniannya,yang seluas 6.000 hektare, selama dua tahun. Tak mengherankan bila kini Harrybermaksud menyebarluaskan teknologi itu untuk petani.

Cara kerja teknologi sonic bloomterhitung sederhana. Awalnya, dengan menggetarkan gelombang suara sebesar3.500 sampai 5.000 kilohertz dari unit suara bertenaga aki 12 volt.Di kebun, suara itu terdengar mirip cericit burungwalet. Ada kalanya bunyi itu diberi latar suara musik klasik.Alunan suara itulah yang merangsang terbukanya stomata.Setelah mulut daun terbuka, dilakukan penyemprotan pupuk ke daun.Ternyata, cara pemupukan itu tujuh kali lebih efektif ketimbang pemupukandengan cara biasa, yang melalui tanah di sekitar tanaman.

Dulunya, teknologi itu ditemukan oleh Dan Carlson dariAmerika. Itu setelah Carlson mengkaji secaraserius bencana kelaparan selama Perang Korea, tahun1950-an. Namun, hasil jerih payah Carlson selama belasantahun itu baru dipasarkan secara komersial pada 1980. Dan diIndonesia, teknologi itu didatangkan oleh Harry sekitar dua tahun lalu.

Tentu saja Harry mencobanya lebih dulu di perkebunannya di Sukabumi.Dari hasil percobaannya, ternyata tanaman semakin cepat subur dan produksinyalebih bagus. Pohon durian bisa memiliki diameter 16 sentimeter pada usia dua tahun.Padahal, lazimnya durian seumur itu berdiameter 7 sentimeter. Kopi dan cokelat yangsemula diduga tak mungkin berproduksi lagi juga bisa berbuah, bahkan sampai dahanteratas. Daun selada di lahan itu pun semakin renyah rasanya.

Dengan hasil itu, kini Harry merasa mantap untukmendistribusikan teknologi itu secara luas. Maksudnya, ya, menjualpaket teknologi itu, berupa alat penghasil suara danbahan pupuk daun, baik kepada petani, pengusaha perkebunan, maupun penggemartanaman. ''Teknologi ini bisa diterima masyarakat karena bahan-bahannya organik,"kata Harry, agak berpromosi.

Meskipun demikian, bukan berarti sonic bloom bisa sembarangan dipakai. Kalau cuaca sedang hujan deras, misalnya,teknologi itu pantang digunakan. Menurut Suhartoto, penanggung jawab teknis di kebun Interform milik Harry, batang tanaman kacang-kacangan bisa busuk bila saat hujan tetap dipupuk.

Alat sonic juga hanya bisa efektif disetel ketika suhu di lapangan antara 11 dan 30 derajat Celsius. Bila suhu terlalu rendah dan stomata tetap terbuka, tanaman bisa membeku. Sebaliknya, kalau suhu terlalu tinggi, tanaman akan mengalami dehidrasi.Contohnya, timun dan jagung di kebun PT Sang Hyang Seri yang mati semua karena petaninya bersikap masa bodoh.

Kecuali rambu-rambu di atas, penyemprotan pupuk daun dengan sonic bloom pun tak boleh asal-asalan. Umpamanya, dengan mencampur pupuk daun yang dijadikan satu dengan paket alat sonic tadi dengan pupuk jenis lain.

Berbagai persyaratan itu agaknya mesti dipertimbangkan Harry bila ingin mengomersialkan teknologi sonic bloom kepada petani kebanyakan. Setidaknya, sebagaimana dikatakan Dr. I Wayan Budiastra dari Institut Pertanian Bogor, harus ada program supervisi yang intensif bagi petani pemakai teknologi itu. Soalnya, tak mustahil petani akan mengaktifkan alat sonic itu sepanjang hari sehingga bisa berakibat fatal terhadap pertanaman.

Sebaiknya, ''Alat itu bisa dibuat agar beroperasi secara otomatis, dengan dilengkapi sensor waktu dan cuaca," ujar Wayan. Selain itu, Wayan juga mewanti-wanti bahwa alat sonic belum tentu cocok buat tanaman padi. Sebab, padi, sebagai tanaman pokok para petani, selalu terhampar di lahan luas. Dengan semakin luasnya areal pertanaman, tentu semakin tinggi pula biaya untuk menggunakan teknologi tersebut. ''Kalau terlalu mahal, kasihan petaninya," tutur Wayan.

Sementara itu, Dr. Soesanto Abdoellah, peneliti dari Pusat Penelitian Kopi dan Cokelat di Jember, Jawa Timur, masih meragukan pengaruh signifikan teknologisonic terhadap produksi tanaman. Sebab, dari hasil percobaannya tahun lalu, ternyata hasil kopi yang menggunakan alat sonic masih sama dengan kopi dengan cara pemupukan biasa.

Yusi A. Pareanom, Arif A. Kuswardono, Upiek S. (Sukabumi), dan Zed Abidien (Jember)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus