Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Hoaks Masuk Akpol Bayar, Arief Sulistyanto: Mendiskreditkan Saya

Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri Komisaris Jenderal Arief Sulistyanto menyebut kabar masuk akpol bayar adalah hoaks.

9 Juli 2019 | 17.27 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Arief Sulistyanto. Dok. TEMPO

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri Komisaris Jenderal Arief Sulistyanto angkat bicara perihal berita bohong atau hoaks adanya pungutan biaya dalam seleksi peserta akademi kepolisian (Akpol) yang mencantumkan namanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Mendiskreditkan saya. Itu jelas hoaks," kata Arief saat dihubungi pada Selasa, 9 Juli 2019. Ia menjelaskan, rekrutmen bukan tugas dan kewenangan dia, melainkan wilayah kewenangan Sumber Daya Manusia (SDM).

Arief mengatakan, saat menjabat sebagai Asisten SDM Polri, ia telah membuat terobosan dengan menerapkan kebijakan transparasi 'clear and clean' dalam proses rekrutmen anggota kepolisian.

Arief pun menyayangkan sikap penyebar berita bohong pencatut namanya tersebut. "Sangat naif dan patut disayangkan ada yang mencatut nama saya untuk urusan yang seperti ini," kata dia.

Sebelumnya, informasi kewajiban membayar uang bangunan beredar luas di grup-grup aplikasi perpesanan WhatsApp. Email itu berbunyi “Bersamaan dengan email ini kami memberi kesempatan bagi peserta yang tidak lolos seleksi sebelumnya untuk mengikuti seleksi tahap 2 penambahan kuota hanya sekitar 10-20 persen per provinsi. Jika berkenan melakukan tes lanjutan harus bersedia membayar uang bangunan untuk setiap level ujian. 05-07-2019 terakhir pembayaran jika ingin menjadi calon Polri”.

Polri, melalui akum resmi @divisihumaspolri di media sosial Instagram, telah membantah informasi tersebut. "Itu tidak benar ya atau hoaks. Polri tidak pernah mengeluarkan pernyataan itu," demikiran bantahan tersebut dimuat.

Akun @divisihumaspolri juga menulis ancaman pidana yang akan menjerat para penyebar hoaks dan mengingatkan publik agar berhati-hati dalam sebelum menyebarkan sebuah informasi.

"Penyebar berita hoaks dapat dipidana sesuai dengan UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) Nomor 19 Tahun 2016 dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara dan/atau denda Rp 1 miliar dan UU Nomor 1 Tahun 1946 dengan ancaman hukuman sampai dengan 10 tahun penjara. Saring Sebelum Sharing." Akun Polri menulis.

Tidak hanya membantah, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri pun akan melacak penyebarnya. "Nanti akan ditindaklanjuti oleh siber untuk melacak," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo di kantornya, Jakarta Selatan pada 9 Juli 2019.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus