Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Hukum Acara Hakim Victor

Hakim Victor Hutabarat diadukan oleh Amrizal Pulungan karena melanggar hukum acara perdata dengan mengirimkan vonis perkara melalui pos biasa. Victor mendapat pembinaan lagi dari PT Medan. (hk)

13 Oktober 1984 | 00.00 WIB

Hukum Acara Hakim Victor
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
HAKIM Victor Hutabarat dari Pengadilan Negeri Tarutung diadukan direktur Biro Bantuan Hukum Universitas Islam Sumatera Utara, Amrizal Pulungan, kepada ketua Mahkamah Agung dan menteri kehakiman. Amrizal menuduh Victor telah melakukan pelangaran berat: melanggar hukum acara perdata. Menurut pengaduan Amrizal, akhir September lalu, hakim itu telah melanggar undang-undang dengan mengirimkan vonis perkara kepada pihak-pihak yang beperkara melalui pos biasa. Padahal, seharusnya, putusan hakim diantar langsung oleh petugas pengadilan kepada semua pihak yang terlibat dalam perkara itu. Kecuali itu, tuduh Amrizal, Victor dengan seenaknya telah mengubah hukum acara yang berlaku. Tenggang waktu untuk mengajukan perlawanan (verzet) atas putusan pengadilan yang tidak dihadiri terhukum dipersingkat hakim itu. "Tenggang waktu mengajukan verzet yang seharusnya 14 hari diubahnya menjadi 8 hari," kata Amrizal. Akibat ulah Victor. menurut Amrizal, pihak yang dikalahkan dalam perkara perdata sangat dirugikan, seperti yang dialami kliennya, Leden Sihite. Hakim Victor, cerita Amrizal, 13 April lalu telah menghukum Leden - tanpa dihadiri terhukum - untuk membayar utang kepada Penggugat Amas Hutahuruk sebanyak Rp 3 juta berikut bunga. Dalam putusannya itu Victor juga menentukan jangka waktu selama delapan hari bagi Leden untuk mengajukan perlawanan atas putusannya itu. Leden, 64, panik setelah menerima putusan itu. Orang tua itu mengadu kepada ketua Pengadilan Tinggi Medan, waktu itu Bismar Siregar. Bismar, 18 April, menunjuk Amrizali untuk membela Leden dengan cuma-cuma. Giliran Amrizal yang kemudian panik. Sebab, waktu untuk menyusun perlawanan - selama delapan hari setelah putusan - hanya tinggal tiga hari. Apalagi Kota Tarutung terletak 299 km dari Medan, tempat Amrizal berdomisili. Setelah pontang-panting, Amrizal berhasil memasukkan perlawanannya sebelum batas waktu habis. Dalam pemeriksaan ulang perkara itu Victor tetap mengalahkan Leden. Tepat waktu putusan dibacakan, 7 Juli, baik Amrizal maupun Leden tidak hadir di persidangan. Barulah pada 18 Agustus Pengadilan Negeri Tarutung mengirimkan putusan pengadilan itu kepada Amrizal dengan stempel pos 21 Agustus. Untungnya, empat hari kemudian, Amrizal sudah menenma keputusan itu. "Sehingga saya sempat naik banding," ujar Amrizal. Pengalaman Leden beperkara ternyata masih jauh lebih baik dibandingkan dengan Manahan Nainggolan, juga di pengadilan yang sama. Maret 1983, Manahan dikalahkan Pengadilan Negeri Terutung atas gugatan familinya, Padang Nainggolan. Berdasarkan putusan itu, Manahan harus mengosongkan rumah dan tanah yang didiaminya turun-temurun. Atas putusan itu, menurut Pengacara Nico Simanjuntak Manahan naik banding. Tapi, September 1983, ia kalah lagi. Celakanya, keputusan banding itu baru diterima Manahan melalui pos Desember 1983 sehingga waktu untuk naik kasasi selama 42 hari telah habis. Akibatnya, Manahan diusir dari rumahnya oleh lawannya, Padang Nainolan. Sampai sekarang Nico tidak tahu di mana Manahan berada. Semua persoalan itu baru terbuka setelah Amrizal mengadukan Victor. Pengadilan Tinggi Medan, 28 September lalu, memanggil hakim itu. "Hakim itu dipanggil untuk dibina lagi karena telah membuat kekeliruan. Persoalannya bukan sekadar perkara Rp 3 Juta, tapi soal yang sangat prinsipill untuk tegaknya hukum," ujar kepala Humas Pengadilan Tinggi, Thamrin Bangsawan. Tindakan Victor mengirimkan putusan perkara Leden lewat pos, menurut Thamrin, telah melanggar hukum acara yang mengharuskan putusan haklm dlberlkan langsung kepada pihak-pihak yang beperkara. Para pihak yang menerima putusan itu harus menandatangani tanda terima. Dari tanggal penandatanganan itulah seharusnya dihitung tenggang waktu untuk banding atau kasasi. "Sebab itu, dalam kasus Manahan, terhukum sebenarnya masih berhak mengajukan kasasi," ujar Thamrin lagi. Ketua Pengadilan Negeri Tarutung, Agustinus Hutahuruk, mengakui bahwa praktek pengiriman putusan melalul pos yang dilakukan hakim-hakim bawahannya itu sebagai melanggar hukum acara perdata. "Tapi pengiriman putusan melalui pos itu hanya kadang-kadang dilakukan. Dan cara itu hanya kebijaksanaan hakim yang bersangkutan," ujar Agustinus. Namun, ketua pengadilan itu bisa memahami mengapa hakim bawahannya menempuh cara itu. Sebab, kata Agustinus, biasanya pengiriman melalui pos itu lebih cepat daripada lantarkan langsung kepada pihak-pihak yang beperkara. Hakim Victor Hutabarat menunjuk paniteranya, W. Hutagaol, melaksanakan pengiriman putusan melalui pos itu. Pihaknya kata Victor, sulit mengantarkan langsung putusan-putusan pengadilan ke pihak yang beperkara. Sebab, selain daerah Tarutung luas dan bergunung-gunung, "Juga pengadilan kekurangan tenaga dan biaya," katanya. Kelemahan pengadilan yang sering diulang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus