Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Ijazah Haram Di Mana-Mana

Ratusan ijazah palsu, mulai dari SMP sampai SMA berhasil disita polisi. Para pelaku berasal dari berbagai kota di Jawa. Pihak Dep. P & K bekerja sama dengan Perum Peruri untuk mencetak blangko STTB. (krim)

13 Oktober 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UNTUK menghindari pemalsuan, sejak lima tahun lalu ijazah atau Surat Tanda Tamat Belajar (STTB) sekolah negeri dan swasta dicetak di Perum Peruri, yang biasa mencetak uang. Kendati begitu, pemalsuan ijazah sampai kini ternyata masih berlangsung. Polisi berhasil menyita ratusan lembar ijazah palsu dari sekolah negeri dan swasta di Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur. Belasan tersangka, di antaranya guru dan wakil kepala sekolah serta seorang akuntan, ditahan. Kasus pemalsuan itu cukup membuat geregetan pihak Departemen P & K. Soalnya, Jumat pekan lalu Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Prof. Dardji Darmodihardjo, baru menandatangani kerja sama dengan Perum Peruri guna mencetak blangko STTB, untuk periode lima tahun kedua. Bisnis ijazah-palsu kelihatannya memang cukup menggiurkan. Di Semarang selembar ijazah SMA bisa laku Rp 400.000, sedangkan ijazah SMP Rp 100.000. Jual beli, menurut Letnan Kolonel Anwari dari Bagian Reserse Polda Jawa Tengah, umumnya dilakukan dengan cara penuh rahasia. Karena itu, kasusnya sulit dlungkap secara menyeluruh. Dari lima tersangka yang ditangkap bulan talu di Jawa Tengah, misalnya, hanya bisa isita sembilan blangko yang masih kosong dan 10 ijazah yang sudah ada nama pemesannya. Padahal, mereka sudah beroperasi sejak 1980. Maka, bisa jadi, ijazah haram yang sudah dibuat dan diedarkan mencapai ratusan lembar. Jaringan mereka, selain di Semarang, juga meliputi beberapa kota. Yan dipalsu pun macam-macam, baik ijazah SMA Negeri 2 dan SMA Negeri 8 Semarang, SMA Pancasila Purvorejo, SMA 17 dan SMA 41 Jakarta, maupun sejumlah sekolah di kota-kota lain. Para tersangka pemalsuan berasal dari berbagai kota. Di Semarang ada yang bernama Bambang, yang biasa bekerja sama dengan Mahfud dan Adelan. mereka mempunyai hubungan dengan Hamdan dan Susilo di Jakarta. Hamdan sendiri mempunyai jalur lain dengan Citro, guru SMP Advent Semarang, serta Sunaryo di Yogyakarta. Sunaryo, 52, yang sehari-hari membuka praktek sebagai akuntan, memang bukan orang baru. "Dia sudah tiga kali diadili di Yogya, dalam kasus pemalsuan ijazah," kata sumber di Pengadilan Negeri Yogyakarta. Tahun lalu ia divonis 10 bulan, sedang tahun ini ia dua kali diadili dengan mendapat hukuman masing-masin 3 bulan dan 6 bulan. Tapi sebelum menjalani hukuman - karena mengajukan banding - ayah enam anak itu ditangkap polisi, dan kemudian ditahan sejak 20 September lalu. Di Jawa Timur ada pula jaringan pencetak dan pengedar ijazah palsu. Tersangka pelakunya antara lain Budiwiono, 53, pemilik percetakan Karya Budi, dan dua orang guru yaitu Suhud, B.A. (guru SMP Gumukmas) dan Drs. Darwis (guru SMA Negeri 1 Lumajang) - keduanya di Jember. Ada lagi beberapa nama lain yang kini terus diusut. Suhud dan Darwis serta Sigoyono - karyawan percetakan Karya Budi - Agustus lalu telah divonis 6 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Jember. Sedangkan Budiwiono kini tengah diadili di pengadilan negeri yang sama. Yang dipalsukan kawanan ini berjumlah sekitar 130 (ini yang diakui), yang antara lain terdiri dari ijazah SMA Negeri Pacitan STM Brawijaya, Mojokerto SMEA Trunojoyo, Jember dan SMP 17 Agustus, Muncar, Banyuwangi. Dalam menjalankan operasi, menurut Jaksa Soeyitno, Budiwiono sebelumnya mendatangi beberapa sekolah yang ijazahnya akan dipalsukan. Ia mengaku bernama Drs. Siswodiharjo dari Departemen P & K. Dengan cara itu ia bisa memperoleh contoh ijazah berikut cap dan tanda tangan yang tertera dalam iJazah. Setelah itu, barulah ia mencetaknya. Untuk memalsukan stempel dan tanda tangan, ia meminta bantuan Kusnady, yang dikenal biasa membuat stempel. Sedangkan para guru berperan sebagal orang yang mengedarkan kepada konsumen. Itu pula memang yang terjadi di Cimahi, Jawa Barat. Aming, 45, mengaku telah menjual tujuh ijazah palsu kepada anak didiknya di SMA Yapeha (Yayasan Pendidikan Harapan) yang tak lulus ujian. Harganya berdamai, antara Rp 5.000 dan Rp 20.000. Padahal, di sekolah itu ia menjadi wakil kepala sekolah. Setelah sukses dengan tujuh lembar ijazah, ia tergiur mencoba lagi. Kebetulan, tahun lalu kenalannya, Bahrudin, dari Madrasah Aliyah Negeri, Sukabumi, meminta tolong agar 25 anak didiknya bisa ikut ujian di SMA Yapeha. Sebab, meski tingkatan aliyah sama dengan SMA, ijazah aliyah kurang dikenal, sehingga menyulitkan pemegangnya bila hendak mencari pekerjaan. Tapi sampai saat terakhir, ke-25 anak didik Bahrudin tak juga diberi nomor ujian. Bahkan, Aming menawarkan agar membeli saja ijazah yang sudah jadi, daripada susah-susah ikut ujian Karena kepepet, Bahrudin akhirnya menerima tawaran itu, dan ia bersedia membayar Rp 20.000 untuk selembar ijazah. Tapi, karena tak punya uang, ia berjanji membayar belakangan. Apa hendak dikata, "Tidak seorang pun murid saya yang mau membeli STTB itu," katanya. Bersama Aming, ia akhirnya ditangkap, dan sampai pekan lalu masih ditahan polisi di Cimahi. Terungkapnya kasus iiazah palsu, menurut Prof. Dardji, membuktikan bahwa pencetakan blangko STTB SMTA dan SMTP untuk langkah pengamanan cukup berhasil. Percetakan Peruri memiliki spesifikasi khusus, misalnya jenis kertas, cetakan, dan ornamen warna. Dicantumkannya nomor seri atau kode untuk daerah atau provinsi tertentu, kata Dardji, turut pula menjadi sistem pengamanan. Maka, katanya, kepada TEMPO, "Bila ada yang mencoba memalsukan STTB, tidak bisa tidak akan cepat ketahuan."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus