Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan Tinggi Tanjung Karang menjatuhkan vonis hukuman mati kepada eks calon legislatif dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Sofyan setelah terbukti bersalah sebagai kurir narkoba jenis sabu seberat 73 kilogram.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan dokumen Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Kalianda, kasus ini mulai disidangkan sejak September 2024 dengan nomor perkara 224/Pid.Sus/2024/PN Kla. Dalam sidang tersebut, hakim mengatakan bahwa Sofyan terjerat utang dalam proses pencalonannya sebagai caleg, yang mendorongnya mengambil pekerjaan dari seorang bandar narkoba untuk melunasi utangnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tak hanya di Indonesia, hukuman mati juga sering menjadi vonis tertinggi dalam kasus narkotika di luar negeri. Meskipun begitu, setiap negara yang memberlakukan hukuman mati memiliki prosedur masing-masing untuk mengakhiri hidup terpidana mati. Di Indonesia, hal ini diatur dalam Perkapolri 12/2010.
Merujuk Perkapolri 12/2010, eksekusi hukuman mati dilakukan oleh regu penembak dari Brigade Mobil (Brimob) yang dibentuk oleh Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) di wilayah kedudukan pengadilan yang menjatuhkan pidana mati. Regu tembak tersebut terdiri dari seorang Bintara, 12 orang Tamtama, di bawah pimpinan seorang Perwira.
Mekanisme Eksekusi Mati
1. Persiapan
Tahap ini diawali oleh Kejaksaan yang mengirim permintaan tertulis kepada Kapolda. Setelah itu, Kapolda memerintahkan ke Kepala Satuan Brimob Daerah (Kasat Brimobda) untuk menyiapkan pelaksanaan pidana mati.
Persiapan ini mencakup personel, materiel, dan pelatihan. Adapun kegiatan pelatihan yang dilakukan adalah menembak dasar, menembak jarak 10-15 meter pada siang dan malam hari, menembak secara serentak atau salvo sikap berdiri, dan gladi pelaksanaan penembakan pidana mati.
2. Pengorganisasian
Pelaksana eksekusi hukuman mati dibagi menjadi dua, yaitu regu penembak dan regu pendukung. Setiap anggota regu berasal dari anggota Brimob. Mereka dibekali dengan 12 pucuk senjata api laras panjang dengan 3 butir peluru tajam dan 9 butir peluru hampa.
Regu penembak terdiri dari 1 orang komandan pelaksana berpangkat Inspektur Polisi, 1 orang komandan regu berpangkat Brigadir atau Brigadir Polisi Kepala (Bripka), dan 12 orang anggota berpangkat Brigadir Polisi Dua (Bripda) atau Brigadir Polisi Satu (Briptu). Adapun regu pendukung terdiri dari regu 1 tim survei dan perlengkapan, regu 2 pengawalan terpidana, regu 3 pengawalan pejabat, regu 4 penyesatan route, dan regu 5 pengamanan area.
3. Pelaksanaan
Pelaksanaan terdiri dari 28 tahapan, mulai dari terpidana disiapkan untuk dibawa ke lokasi pidana mati, regu pendukung dan regu penembak melakukan eksekusi, sampai Komandan Pelaksana melaporkan hasil penembakan kepada Jaksa Eksekutor. Pada tahap ini, terpidana nantinya akan diberikan pakaian bersih, sederhana, dan berwarna putih. Ketika dibawa ke lokasi pelaksanaan hukuman mati, terpidana boleh didampingi oleh seorang rohaniawan.
4. Pengakhiran
Setelah eksekusi hukuman mati selesai, regu penembak dapat meninggalkan lokasi penembakan. Sementara itu, regu khusus bertugas membawa dan mengawal jenazah bersama tim medis menuju rumah sakit serta pengawalan sampai dengan proses pemakaman jenazah.
Hukuman mati hingga saat ini masih menuai pro-kontra di kalangan masyarakat. Bahkan, dalam konvensi internasional yaitu Declaration Universal of Human Rights (DUHAM) hukuman mati bertentangan dengan hak asasi manusia karena tidak memiliki efek jera dan penurunan signifikan terhadap angka kejahatan.
Han Revanda dan Haris Setyawan berkontribusi dalam penulisan artikel ini.