Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan izin kepada Haji Ahmad, terdakwa kasus korupsi suap proyek pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Provinsi Kalimantan Selatan, untuk menjenguk istrinya yang baru saja melahirkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Izin untuk terdakwa boleh bertemu istrinya ini berdasarkan ketetapan majelis hakim dan kami melaksanakannya hari ini," kata tim Jaksa Penuntut Umum KPK Meyer Simanjuntak di Banjarmasin, Jumat, 14 Maret 2025 seeprti dilansir dari Antara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, pada persidangan Kamis, 6 Maret 2025, Haji Ahmad melalui kuasa hukumnya memohon kepada majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Banjarmasin agar diberikan waktu selama tiga hari menemani istrinya yang akan melahirkan.
Namun, majelis hakim yang diketuai Cahyono Riza Adrianto hanya memberikan izin sesaat kepada terdakwa tanpa harus menginap dan hari ini ketetapan itu dilaksanakan KPK.
"Jadi, demi kemanusiaan, terdakwa diberikan waktu mulai pukul 08.00 sampai 16.00 Wita hari ini menjenguk istrinya di rumah setelah melahirkan di rumah sakit," jelas Meyer.
Ia memastikan pengawalan terdakwa Haji Ahmad dilaksanakan sesuai prosedur dengan dibantu personel Polda Kalsel untuk pengamanan sejak keluar dari ruang tahanan di Direktorat Tahti Polda Kalsel di Banjarmasin menuju kediaman terdakwa.
Haji Ahmad selaku Bendahara Rumah Tahfidz Darussalam, Martapura, merupakan satu dari empat orang terdakwa penerima suap yang mulai menjalani sidang pemeriksaan saksi-saksi atas perkara korupsi di Dinas PUPR Provinsi Kalsel.
Tiga orang terdakwa lainnya adalah mantan Kepala Dinas PUPR Kalsel Ahmad Solhan, mantan Kepala Bidang Cipta Karya Dinas PUPR Kalsel Yulianti Erlynah dan mantan Pelaksana Tugas Kabag Rumah Tangga Gubernur Kalsel Agustya Febry Andrean.
Empat orang itu didakwa menerima suap sebesar Rp1 miliar dari terdakwa Andi Susanto dan Sugeng Wahyudi selaku kontraktor yang telah divonis terlebih dahulu pidana dua tahun dan enam bulan penjara serta pidana denda Rp250 juta subsider kurungan tiga bulan.