Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, menahan seorang aparatur sipil negara tersangka pencabulan anak di bawah umur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tersangka inisial RP tersebut sudah ditetapkan sebagai tersangka pada Februari lalu. Ia selalu mangkir dari dua kali pemeriksaan. "Terpaksa kami jemput ke Padang," kata Wakil Kepala Satuan Reskrim Polresta Bukittinggi Ajun Komisaris Polisi Anidar di Bukittinggi, Jumat, 14 Maret 2025 seperti dilansir dari Antara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia mengatakan RP merupakan seorang aparatur sipil (ASN) yang berdinas di Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bukittinggi. Ia dilaporkan pada November 2024 oleh keluarga korban karena tidak terima anaknya dicabuli saat berlatih pencak silat dengan tersangka.
"RP diduga melakukan pencabulan terhadap anak di bawah umur yang merupakan anak didik silat," kata Anidar.
Ia menjelaskan tersangka RP sempat mengeluh sakit dan dirawat di Rumah Sakit Otak D.T. Drs. M. Hatta, Kota Bukittinggi, selama beberapa hari setelah dimintai keterangan awal dan gelar perkara.
"Mungkin karena stres, kemudian ia dirawat hingga ke rumah sakit jiwa di Kota Padang," katanya.
Anidar mengatakan kuasa hukum atau pengacara tersangka sudah mengajukan penangguhan penahanan terhadap kliennya. Ada pengajuan penangguhan penahanan tersangka disampaikan oleh pengacaranya, "tetapi sejauh ini belum dikabulkan," katanya.
Kasus ini sebelumnya dilaporkan oleh orang tua korban ke polisi pada November 2024 dengan nomor surat STTLP/B/146/XI/2024 dengan terlapor inisial RP.
Dalam laporannya, keluarga korban mengungkap kejadian dugaan pencabulan terhadap anak itu dilakukan pada Minggu, 18 Agustus 2024, dan Selasa, 20 Agustus 2024.
RP dilaporkan atas dugaan pelanggaran Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. "Ancaman hukumannya maksimal 15 tahun penjara," kata Anidar.