Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Janji Lisan Berujung Gugatan

VIDEO itu mempertontonkan perkelahian dua lelaki di atas ring. Keduanya mengadu jurus seni bela diri campuran (mixed martial arts). Di luar arena, belasan orang menyemangati kedua petarung. "Cut! Sini lihat dulu hasilnya," kata seseorang menghentikan pertarungan.

8 Mei 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

VIDEO itu mempertontonkan perkelahian dua lelaki di atas ring. Keduanya mengadu jurus seni bela diri campuran (mixed martial arts). Di luar arena, belasan orang menyemangati kedua petarung. "Cut! Sini lihat dulu hasilnya," kata seseorang menghentikan pertarungan.

Diunggah di YouTube pada Rabu pekan lalu, rekaman itu bagian dari pengambilan gambar sinetron Anak Langit. Sejak tayang di SCTV pada 20 Februari lalu, sinetron besutan rumah produksi SinemArt ini selalu mendapat rating tinggi. Saban hari, penggalan rekaman syuting sinetron ini muncul di YouTube. "Putusan pengadilan tak menghentikan klien saya memproduksi sinetron," ujar Harry Ponto, pengacara pemilik SinemArt, Leo Sutanto, Rabu pekan lalu.

Awal Maret lalu, Pengadilan Negeri Jakarta Barat memenangkan gugatan perdata yang dilayangkan Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) atas SinemArt. Majelis hakim menyatakan PT SinemArt Indonesia wanprestasi karena menjual sahamnya ke PT Surya Citra Media, yang memayungi SCTV. Hakim mengharuskan SinemArt membatalkan penjualan saham tersebut, plus membayar kerugian Rp 2,64 triliun kepada RCTI.

Pengacara RCTI, Andi F. Simangunsong, mengatakan, setelah putusan itu keluar, seharusnya SinemArt menghentikan produksinya di SCTV. Tercatat ada empat sinetron produksi SinemArt yang sedang mengudara di SCTV. Selain Anak Langit, ada Orang-Orang Kampung Duku, Anak Sekolahan, dan Berkah Cinta. "SinemArt seharusnya memproduksi sinetron eksklusif untuk RCTI," kata Andi.

Andi juga memperingatkan semua aktor, aktris, serta vendor yang bekerja sama dengan SinemArt. "Kami bisa menggugat mereka yang tidak menghormati putusan pengadilan," ujarnya.

SinemArt bergeming. Harry mengatakan putusan pengadilan terlalu dipaksakan. "Hitungan denda dan proses persidangan janggal," ujar Harry. Menurut dia, Leo Sutanto sudah mengajukan perlawanan (verzet) ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat. "Putusan itu diambil tanpa kehadiran tergugat," kata Harry.

l l l

Ketegangan antara RCTI dan SinemArt berawal dari pengumuman akuisisi rumah produksi itu oleh SCTV pada 25 Januari 2017. PT Surya Citra Media menyatakan telah membeli 80 persen saham SinemArt. Buku tahunan PT Elang Mahkota Teknologi, induk usaha Surya Citra, mencatat nilai akuisisi SinemArt sebesar Rp 500 miliar.

Akibat penjualan saham itu, sinetron produksi SinemArt yang tayang di RCTI, seperti Anak Jalanan, Anugerah Cinta, dan serial Tukang Bubur Naik Haji, "tamat" per akhir Januari lalu. Padahal ketiga sinetron besutan SinemArt ini merupakan andalan stasiun televisi swasta milik taipan Hary Tanoesoedibjo itu.

Anak Jalanan, misalnya, sejak tayang perdana pada awal Oktober 2015, selalu bercokol di peringkat teratas, baik rating maupun share-nya. Rating adalah persentase jumlah penonton suatu program dibanding jumlah pemilik pesawat televisi (universe). Sedangkan share merupakan persentase jumlah penonton suatu program dibanding total penonton televisi pada waktu bersamaan.

Laporan tahunan MNC Group 2015 menyebutkan, ketika pertama kali mengudara, Anak Jalanan mencatat rating 4,7 persen dengan share 21,4 persen. Di akhir tahun itu, Anak Jalanan bahkan sempat menembus rating 7,1 persen dengan share penonton 30,5 persen. Laman Facebook "Rating Program Televisi Indonesia" mencatat rata-rata rating harian Anak Jalanan sepanjang 2016 di atas 5,6 persen dengan share 25 persen. Rating Anak Jalanan hanya bisa disaingi Anugerah Cinta, yang tayang perdana di RCTI pada Agustus 2016.

Tingginya rating biasanya berbanding lurus dengan pemasukan iklan. Di RCTI, tayangan sinetron pun merupakan mesin pencetak uang unggulan. Berdasarkan laporan MNC Group 2015, pendapatan usahanya tercatat Rp 6,44 triliun. Sebesar Rp 5,81 triliun berasal dari iklan. Nah, di MNC Group, RCTI menjadi kontributor terbesar dengan pendapatan Rp 3,36 triliun.

Menurut Andi F. Simangunsong, hengkangnya SinemArt berimbas pada turunnya nilai saham MNC Group di bursa efek. Pada 20 Desember 2016, harga saham MNC Group di lantai bursa Rp 1.775 per lembar. Setelah Surya Citra mengumumkan akuisisi SinemArt, harga saham MNC turun menjadi Rp 1.590 per lembar. Di lantai bursa, MNC Group memiliki sekitar 14,276 miliar lembar saham. "Angka kerugian pada gugatan merupakan hasil perkalian selisih penurunan dengan jumlah saham MNC di lantai bursa," ujar Andi.

Awal Januari lalu, RCTI mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Andi menyebutkan SinemArt melanggar kontrak dengan kliennya. Pada medio 2003, kata Andi, SinemArt berjanji hanya akan menayangkan sinetron produksinya di MNC Group, khususnya di RCTI. Tapi tak ada perjanjian tertulisnya. "Kontrak lisan itu mengikat terus," ujarnya.

Kerja sama RCTI dengan SinemArt berawal ketika Leo Sutanto mendirikan rumah produksi itu pada Januari 2003. Untuk membesarkan SinemArt, Leo berencana membuat versi sinetron Ada Apa dengan Cinta?--film layar lebar besutan sineas Mira Lesmana, Riri Riza, dan Rudi Soedjarwo yang tayang perdana pada 2002. RCTI menyambut ide Leo dan meminjamkan Rp 7,28 miliar untuk menyokong proyek besar tersebut. Pada Desember 2003, serial Ada Apa dengan Cinta? pun tayang di RCTI. Meski tidak dibintangi Nicholas Saputra dan Dian Sastrowardoyo seperti versi layar lebarnya, serial itu segera melambungkan nama SinemArt.

Berkat kesuksesan serial tersebut, menurut Andi, SinemArt mendapat tempat khusus di RCTI. "Sejak itu, SinemArt selalu mendapat slot jam utama," katanya. Selama 13 tahun, tercatat seratusan sinetron SinemArt tayang di RCTI dan rata-rata unggul dalam hal rating serta share. Termasuk sinetron Tukang Bubur Naik Haji, yang tayang sejak Mei 2012 dan berakhir pada awal Februari lalu, setelah SinemArt pindah ke SCTV. "Mereka mengkhianati perjanjian," ujar Andi.

Harry menolak tudingan bahwa kliennya mengkhianati kerja sama. Menurut dia, tidak pernah ada kontrak hitam di atas putih yang mengikat SinemArt harus menayangkan semua produknya di RCTI. SinemArt dan RCTI hanya meneken kontrak per sinetron yang tayang. Faktanya, hingga 2007, ada sejumlah sinetron SinemArt yang juga tayang di SCTV. Selama itu, kata Harry, tayangan tersebut tak dipersoalkan. "Saat pindah ke SCTV, tayangan di RCTI memang sudah rampung," ujarnya.

Menurut Harry, turunnya harga saham MNC Group tak bisa menjadi dasar penghitungan kerugian yang dibebankan pada SinemArt. Alasannya, banyak faktor yang bisa mempengaruhi turunnya harga saham. Selain itu, Harry melihat tak ada transaksi saham MNC Group ketika nilainya turun. "Artinya, belum ada kerugian," katanya.

Pengadilan, menurut Harry, juga memaksakan sidang berjalan. Padahal kubu SinemArt tidak pernah datang. Alasannya, SinemArt sama sekali tidak tahu sedang digugat. Kliennya, kata Harry, baru tahu ada gugatan setelah putusan keluar dan ramai diberitakan media massa.

Belakangan, Harry tahu bahwa RCTI menggunakan alamat lama SinemArt dalam gugatan, yaitu Jalan Haji Soleh 1, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Panggilan sidang pun ditujukan ke alamat tersebut. Padahal kantor itu sudah kosong sejak 2005. Sekarang SinemArt berkantor di Kompleks Plaza Kedoya, Kebon Jeruk, Jakarta Barat.

Andi membenarkan, mereka melayangkan gugatan kepada SinemArt dengan alamat Jalan Haji Soleh, sesuai dengan akta pendirian perusahaan. "Dalam sidang, alamat memang harus sesuai dengan akta," ujarnya. "Mana kami tahu kalau alamat tersebut kosong?"

Harry tak bisa terima alasan lawannya tidak tahu alamat baru SinemArt. Sebab, surat-menyurat resmi antara RCTI dan SinemArt selalu menggunakan alamat Kedoya. Begitu pula kontrak kerja sama setiap sinetron. Harry curiga alamat lama sengaja dipakai agar kliennya tak pernah datang ke sidang. "Dengan begitu, mereka bisa menang," katanya.

Dalam pertimbangan putusannya, majelis hakim yang dipimpin Hanry Hengky Suatan memang menjadikan ketidakhadiran SinemArt dalam sidang sebagai salah satu alasan memenangkan RCTI. "Tapi kami tak akan berhenti melawan," ujar Harry.

Syailendra Persada

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus