Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Pembuka Jalan Calon Trunojoyo

Dalam pidato pelantikan itu, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Ahmad Badaruddin seperti berusaha membesarkan hati Ivan Yustiavandana. "Walaupun tidak terpilih, Saudara menjadi yang terhormat di mata kami dan teman-teman," kata Badaruddin pada pertengahan April lalu.

8 Mei 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam pidato pelantikan itu, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Ahmad Badaruddin seperti berusaha membesarkan hati Ivan Yustiavandana. "Walaupun tidak terpilih, Saudara menjadi yang terhormat di mata kami dan teman-teman," kata Badaruddin pada pertengahan April lalu.

Hari itu Badaruddin tidak sedang melantik Ivan. Ia melantik Deputi Pencegahan PPATK Muhammad Sigit. Adapun Ivan sebelumnya menjabat Direktur Pemeriksaan PPATK. Ivan juga mengikuti seleksi Deputi Pemberantasan PPATK, tapi terganjal di rapat Tim Penilai Akhir.

Dua kursi jabatan eselon I di PPATK kosong setelah pejabat sebelumnya memasuki masa pensiun pada Maret lalu. Pertama, Deputi Pemberantasan yang membawahkan Direktorat Pemeriksaan dan Riset, Direktorat Analisis, serta Direktorat Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat. Kedua, Deputi Pencegahan yang membawahkan Direktorat Pelaporan, Direktorat Pengawasan Kepatuhan, dan Direktorat Hukum.

Dalam penjaringan di panitia seleksi yang dipimpin Wakil Kepala PPATK Dian Ediana Rae, langkah Ivan masih mulus. Bahkan dia mendapat skor tertinggi dengan nilai rata-rata 62. Di peringkat kedua ada Nelson Ambarita, perwakilan dari Badan Pemeriksa Keuangan, yang mendapat skor rata-rata 54. Adapun posisi buncit ditempati utusan Markas Besar Kepolisian RI, Brigadir Jenderal Bambang Ghiri Arianto, dengan nilai rata-rata 49.

Panitia seleksi lantas mengirim ketiga nama calon Deputi Pemberantasan itu ke Tim Penilai Akhir (TPA), yang diketuai Presiden Joko Widodo, pada 29 Maret lalu. Keesokan harinya, Jokowi menggelar rapat bersama anggota tetap TPA untuk memilih dua deputi PPATK dan pejabat eselon I di lembaga lain. Anggota tetap Tim Penilai Akhir adalah Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Asman Abnur, serta Kepala Badan Intelijen Negara Jenderal Budi Gunawan.

Dalam rapat estafet itu, calon deputi PPATK dibahas paling akhir. Badaruddin mengikuti rapat sesi pamungkas itu selama satu jam. Menurut anggota tim panitia seleksi Deputi PPATK, Yunus Husein, seorang anggota Tim Penilai Akhir awalnya mempersoalkan Muhammad Sigit, kandidat Deputi Pencegahan PPATK dari Kementerian Keuangan, yang mendapat skor tertinggi. Sigit dianggap bermasalah ketika menjabat direktur di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, sehingga dipindahkan ke Inspektorat Jenderal Keuangan. Namun Badaruddin meluruskan kabar miring tersebut karena pernah menjadi atasan Sigit sewaktu di Inspektorat Keuangan. Akhirnya Sigit pun lolos.

Setelah itu, anggota Tim Penilai Akhir yang sama mempersoalkan Ivan. "Dia diragukan integritas dan kualitasnya. Ada juga info yang menyesatkan," ujar Yunus. Namun Yunus mengaku tak tahu detail apa yang dipersoalkan anggota Tim Penilai Akhir itu.

Menurut seorang pejabat pemerintah yang mengetahui rapat itu, anggota Tim Penilai Akhir yang paling aktif berkomentar adalah Jenderal Budi Gunawan. Dalam rapat itu, Budi mengatakan mengantongi info akurat bahwa Ivan memiliki banyak catatan transaksi keuangan yang mencurigakan. Budi juga mempermasalahkan hasil tes kesehatan Ivan yang menemukan kandungan zat sejenis morfin dalam sampel darahnya. Budi belum bisa dimintai konfirmasi. Surat permohonan wawancara yang dikirim Tempo ke kantor dan rumah dinas Kepala BIN itu belum mendapat tanggapan.

Adapun Ivan membenarkan dalam sampel darahnya ada kandungan obat penenang dan zat lain sejenis morfin. Semua itu, kata dia, berasal dari obat batuk racikan yang mengandung codein dan diazepam. Ketika menjalani tes kesehatan, Ivan sedang batuk berat. Pagi harinya, dia meminum obat racikan dari dokter Rumah Sakit Mayapada, Jakarta Selatan. Ivan juga menyertakan surat keterangan dokter beserta salinan resepnya.

Ihwal transaksi keuangan yang dibawa-bawa ke rapat Tim Penilai Akhir, Ivan mengaku tidak tahu. Sebab, ketika tes wawancara, dia tak pernah ditanya soal itu. "Seharusnya saya didiskualifikasi jika terindikasi menerima suap atau menyalahgunakan jabatan," kata Ivan.

Tim panitia seleksi Deputi PPATK pun sudah memvalidasi hasil tes kesehatan Ivan ke Lembaga Kesehatan Penerbangan dan Ruang Angkasa. "Sewaktu diperiksa memang sakit, tapi bisa disembuhkan," ujar Yunus. Dia juga mengaku tak tahu soal transaksi mencurigakan yang dituduhkan kepada Ivan "Sewaktu di pansel tidak terungkap," kata Yunus.

Di depan Tim Penilai Akhir, Badaruddin sempat membela Ivan. Namun pembelaan dia malah memperpanjang perdebatan. Menteri Sekretaris Negara Pratikno akhirnya menengahi. Dia menyinggung sejarah berdirinya PPATK. Lembaga yang berkantor pusat di Jalan Juanda, Jakarta Pusat, itu dibangun oleh tiga pilar: Polri, Bank Indonesia, dan Kementerian Keuangan. Dalam rapat muncul usul agar jabatan Deputi Pemberantasan PPATK diberikan kepada kepolisian. Alasannya, Ketua PPATK sudah dijabat utusan Kementerian Keuangan dan wakilnya dari Bank Indonesia.

Dimintai konfirmasi, Pratikno mengatakan tak berkepentingan untuk mengarahkan pengisian jabatan Deputi PPATK. "Saya tidak mengusulkan itu," ujarnya. Namun Pratikno tak membenarkan ataupun menyangkal soal adanya usul agar Deputi Pemberantasan diisi unsur kepolisian. Ditanya soal perdebatan antarsesama anggota Tim Penilai Akhir, Pratikno hanya menaruh tangan di dahi.

Istana akhirnya resmi menolak semua kandidat Deputi Pemberantasan PPATK lewat surat Menteri Sekretaris Kabinet tanggal 5 April lalu. Surat yang ditujukan kepada Kepala PPATK itu menyatakan hasil sidang TPA yang dipimpin Presiden Joko Widodo pada 30 Maret lalu memutuskan Muhammad Sigit sebagai Deputi Pencegahan. Sedangkan untuk jabatan Deputi Pemberantasan, Istana meminta Kepala PPATK mengusulkan kembali nama-nama calon melalui seleksi ulang.

Ada pula pesan tambahan. "Calon Pimpinan Tinggi Madya Deputi Pemberantasan berasal dari penegak hukum diutamakan dari anggota Kepolisian Republik Indonesia," demikian poin kedua surat tersebut. Sedangkan poin ketiganya menyatakan, "Calon Deputi Pemberantasan harus berdedikasi, berintegritas tinggi, tidak memiliki transaksi keuangan mencurigakan, serta mampu berkoordinasi dengan aparat penegak hukum lain."

Kepala PPATK Badaruddin enggan berkomentar tentang seleksi deputi yang tidak mulus itu. Ia meminta wakilnya, Dian Ediana Rae, menjawab. Dian membenarkan Tim Penilai Akhir tak berkenan meloloskan semua calon Deputi Pemberantasan PPATK yang diajukan panitia seleksi. Menurut dia, Tim Penilai Akhir juga sebenarnya berwenang memilih satu dari ketiga calon tanpa harus berpatokan pada ranking dari panitia seleksi. "Proses seleksi oleh pansel akan kami ulang," ujar Dian.

Berbeda dengan poin kedua surat Menteri Sekretaris Kabinet, Dian mengatakan tak ada arahan dari Istana untuk memprioritaskan calon dari kepolisian. Dalam seleksi ulang, kata dia, kandidat Deputi Pemberantasan akan dijaring dari kalangan penegak hukum, yakni kepolisian, kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Sejauh ini, kepolisian lebih aktif mengusulkan nama. Markas Besar Polri di Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, telah mengusulkan tiga nama untuk mengikuti seleksi pada 4 April lalu. Padahal undangan untuk seleksi ulang belum dikirim panitia. Nama yang diusulkan adalah Brigadir Jenderal E. Widyo Sunaryo, Brigadir Jenderal Maman Karnama, dan Brigadir Jenderal Achmat Juri. Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto membenarkan pengiriman ketiga nama itu. "Ya, kami sudah mengirim tiga nama tersebut setelah melalui beberapa tahapan seleksi," kata Setyo.

Linda Trianita, Istman M.P.


Istana akhirnya resmi menolak semua kandidat Deputi Pemberantasan PPATK lewat surat Menteri Sekretaris Kabinet tanggal 5 April lalu. Surat yang ditujukan kepada Kepala PPATK itu menyatakan hasil sidang TPA yang dipimpin Presiden Joko Widodo pada 30 Maret lalu memutuskan Muhammad Sigit sebagai Deputi Pencegahan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus