Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TERGIUR gurihnya bisnis konten pornografi, Muhammad Shobur membentuk grup Telegram Mr. Po Generation pada 2020. Nama itu diambil dari identitas samarannya di dunia maya: Mr. Po. Ia mendapat inspirasi menjual video cabul setelah menjadi anggota grup Telegram bernama Porn 69 pada 2019. Mulanya pria 29 tahun itu hanya mengunggah video dewasa yang diperoleh dari grup Porn 69 ke Mr. Po Generation. Beberapa bulan berjalan, ia mulai memproduksi dan menjual video pornografi anak laki-laki dengan pria dewasa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Shobur pertama kali menjual video pornografi anak kepada seorang pedofil yang berdomisili di Eropa. Meski hanya tamatan sekolah menengah atas, Shobur alias Mr. Po tak mengalami kesulitan berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Caranya, ia memanfaatkan situs penerjemah bahasa Google Translate. Bayarannya dikirim melalui aplikasi pembayaran daring. “Satu video dibayar US$ 250,” ujar Shobur saat ditemui Tempo di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pada Rabu, 13 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Shobur tengah mendekam di terungku setelah divonis 12 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Depok, Jawa Barat, pada 2021. Ia terbukti mencabuli dan membuat video porno yang diperankan anak laki-laki. Semua video dijual lewat grup Mr. Po Generation. Saat mengelola grup itu, ia sudah membuat 10 video cabul anak laki-laki. Jumlah korbannya mencapai tiga orang. “Video itu dijual ke Amerika Serikat, Inggris, dan Yunani,” katanya.
Saat masih aktif, grup Mr. Po Generation beranggotakan sekitar 80 akun. Untuk bergabung ke grup, tiap akun harus membayar Rp 50 ribu. Shobur mengaku tak mengenal semua anggota grup. Ia hanya mengetahui domisili mereka. “Mayoritas anggotanya dari berbagai negara, tapi ada juga orang Indonesia,” ucap Shobur.
Salah seorang anggota grup Mr. Po Generation bernama Handiki Setiawan, 27 tahun. Saat ini Handiki tengah duduk di kursi terdakwa perkara pornografi anak jaringan internasional di Pengadilan Negeri Tangerang, Banten. Ia ditangkap bersama empat tersangka lain oleh Kepolisian Resor Kota Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, pada Agustus 2023. Nama Shobur turut muncul di surat dakwaan Handiki dan terdakwa lain karena pernah menjadi anggota grup Mr. Po Generation. “Grup itu yang mengenalkan saya dengan pornografi anak laki-laki,” kata Handiki kepada Tempo di Lembaga Pemasyarakatan Pemuda Kelas IIA Tangerang.
Muhamad Shobur/Istimewa
Terbongkarnya jaringan Handiki dan Shobur bermula saat Polresta Bandara Soekarno-Hatta mendapat informasi dari Satuan Tugas Pencegahan Kekerasan terhadap Anak Internasional (VCACITF) Biro Penyelidikan Federal Amerika Serikat (FBI). Lembaga itu menemukan hard disk drive yang berisi ribuan konten pornografi anak saat menggeledah rumah tersangka pedofil berinisial CH, J, dan SB di Negeri Abang Sam.
Setelah ditelusuri, sebagian video itu diperankan anak Indonesia berusia 7-16 tahun. “Video itu diduga diproduksi oleh jaringan HS di Indonesia,” tutur Kepala Polresta Bandara Soekarno-Hatta Komisaris Besar Roberto Pasaribu. Hingga kini polisi masih mendalami peran Shobur dalam jaringan Handiki.
Shobur mengenal Handiki sebagai Han Gopay saat menjadi anggota grup Mr. Po Generation. Handiki mengaku nama samarannya itu tak ada hubungannya dengan sebuah aplikasi pembayaran digital populer. Handiki menjelaskan, awalnya dia hanya menikmati konten video cabul pasangan dewasa yang diunggah di grup. Pandangannya berubah saat anggota grup mulai sering membagikan video pornografi anak laki-laki dari berbagai negara. “Saya ikut terpengaruh,” Handiki mengklaim.
Keduanya pernah bertemu di Depok pada 2020. Selepas berbasa-basi berkenalan, Shobur mengajak Handiki menjadi pemeran video mesum bersama tiga anak laki-laki. “Saya menolak saat pertama ketemu,” kata Handiki, yang saat diwawancarai didampingi tim pengacaranya dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Punggawa Dharma Sakti dan petugas lembaga pemasyarakatan.
Namun, pada pertemuan berikutnya, Handiki justru menjadi pemeran utama video cabul bersama ketiga bocah yang dibawa Shobur. Adegan itu direkam menggunakan telepon seluler Shobur yang sekaligus menjadi pengarah gaya. Setelah video selesai dibuat, Shobur membayar Handiki Rp 400 ribu. Potongan video itu lantas disebar ke grup Mr. Po Generation. “Kami menyebutnya ‘Video Gay Kids’,” ucap Handiki.
Pada 2021, Handiki justru mulai memproduksi sendiri video pornografi anak. Ia menjual video itu kepada para pembeli yang umumnya berada di luar negeri dengan harga US$ 10-150. Total fulus yang sudah dikantongi sekitar Rp 100 juta. Kadang ia berbagi video dengan anggota di grup Telegram lain. Hampir semua konten di grup itu berisi anak laki-laki asal Indonesia yang tak dikenal Handiki. Saking banyaknya, Handiki tak bisa menghitung jumlah konten itu. “Kontennya cukup masif disebarkan,” ucapnya.
Untuk membuat video cabul, Handiki merekrut sendiri calon korbannya. Ia mengaku bernama Rayhan. Caranya, ia menyasar anak-anak lewat berbagai media sosial, seperti Facebook. Mereka umumnya tergabung dalam komunitas online game Mobile Legends: Bang-Bang dan PUBG Mobile. Untuk merayu anak-anak itu, Handiki menghadiahkan Skin sebagai alat untuk mengalahkan lawan di permainan daring tersebut.
Setelah direkrut dan diajak membuat video, anak-anak diberi uang Rp 50-250 ribu. Dari pengakuan Handiki, jumlah korbannya mencapai 20 anak. Tapi hanya delapan anak yang sering dilibatkan dalam pembuatan video porno. Delapan anak itu kini menjadi saksi kunci persidangan Handiki di Pengadilan Negeri Tangerang. Kini Handiki menyesali perbuatannya. “Saya meminta maaf kepada orang tua dan anak-anak yang sudah menjadi korban,” ujarnya.
Handiki Setiawan (kiri) terdakwa video pornografi anak jaringan internasional menjalani persidangan daring yang digelar Pengadilan Negeri Tangerang dari Lapas Pemuda Tangerang, 26 Februari 2024/dokumen Lapas Pemuda
Kepala Polresta Bandara Soekarno-Hatta Komisaris Besar Roberto Pasaribu mengatakan jaringan Handiki melayani pemesanan adegan yang diinginkan para pembeli. Mereka juga menggunakan kode khusus, misalnya “VGK” untuk membuat “Video Gay Kids”, “10YO” untuk kode video yang diperankan anak berusia sepuluh tahun (ten years old), serta “Candy” dan “Loly”.
Roberto meyakini jaringan Handiki hanya bagian kecil produsen pornografi anak di Indonesia. Menurut dia, kasus pornografi anak ibarat rantai yang tak pernah putus karena banyak yang belum terungkap dan ditangkap. “Kondisinya memang sudah gawat dan mengerikan,” tutur Roberto. Roberto mewakili Kepolisian RI menjadi salah seorang anggota VCACITF yang memantau kasus pornografi anak dunia.
Buktinya, Handiki diperkirakan hanya satu bagian dari jaringan yang dikembangkan Muhammad Shobur alias Mr. Po. Setelah membentuk grup Mr. Po Generation, Shobur membuat grup yang lebih eksklusif bernama Mr. Po Generation Discussion. Jumlah anggotanya mencapai 30 orang. Untuk bergabung di grup tersebut, calon anggota harus membayar Rp 150 ribu. Salah seorang di antaranya Handiki.
Shobur khusus membentuk grup ini untuk memberi tutorial membuat dan menjadi pengarah gaya video cabul anak. Ia juga mengajarkan cara mendekati dan merekrut anak-anak yang akan menjadi pemeran video. Anggotanya berasal dari berbagai negara. “Mereka menjadi murid saya,” ucap Shobur.
Tiga anggota Mr. Po Generation Discussion menjadi kru Shobur untuk membuat video mesum. Mereka adalah pria berinisial T yang bertugas sebagai kamerawan, I yang berperan merekrut anak-anak, dan J selaku editor video. Sedangkan 27 anggota grup lain diduga memproduksi video sendiri. Di grup itu Shobur juga menjadi perantara untuk menjual konten video yang dibuat oleh anggota grup kepada jaringan pembeli dari negara lain.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Bandara Soekarno-Hatta Komisaris Reza Pahlevi mengakui kasus pornografi anak sulit dipetakan. Apalagi selalu muncul orang baru yang bisa memproduksi video serupa. Contoh paling konkret adalah jaringan Handiki. “Semua orang bisa jadi mastermind. Buktinya, anggota Mr. Po seperti Handiki bisa menjadi mastermind baru,” tutur Reza.
Saat menggulung jaringan Handiki, polisi juga menangkap empat tersangka lain, yakni MA, AH, NZ, dan KR. Mereka sudah menjadi tahanan Kejaksaan Negeri Tangerang di Lembaga Pemasyarakatan Pemuda Tangerang. Jumlah korban resmi mereka mencapai 12 anak.
Kepala Polresta Bandara Soekarno-Hatta Komisaris Besar Roberto Pasaribu (kiri) saat memaparkan hasil pengungkapan kasus pornografi anak jaringan internasional di hadapan anggota Kompolnas./Antara/Azmi
Dari jaringan ini, polisi memperoleh 1.245 foto dan 3.870 video yang disedot dari telepon seluler Handiki dan empat tersangka lain. Saat ini polisi sedang menelusuri akun Twitter dan Telegram bernama Grup Kast** dan Popoc**. Kedua akun tersebut diduga terhubung dengan jaringan pornografi anak yang dikomandoi Handiki.
Reza mengatakan timnya masih berkomunikasi dengan FBI hampir tiap bulan. FBI berjanji terus memasok data dan informasi ihwal kasus pornografi yang melibatkan warga negara Indonesia. “Data dan informasi itu kami gunakan untuk terus menginvestigasi anak yang menjadi korban prostitusi,” katanya.
Juru bicara Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta, Michael Quinlan, mengatakan tidak bisa mengomentari kasus yang tengah ditangani FBI dan Polri tersebut. Mereka beralasan kasus ini masih terus ditelusuri kedua pihak. Amerika Serikat dan Indonesia, dia menambahkan, terus bekerja sama untuk melindungi perempuan dan anak-anak. “Kolaborasi yang efektif dalam penyelidikan pelaku eksploitasi anak sangat penting untuk keberhasilan penangkapan para pelaku,” tutur Quinlan.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Ayu Cipta berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Berguru Pornografi Anak di Grup Telegram"