Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Ancaman Inflasi di Akhir Periode Jokowi

Kenaikan harga beras dan bahan pangan memicu inflasi tinggi. Mencoreng rapor baik Presiden Jokowi.

17 Maret 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kenaikan harga beras sudah mencapai 20 persen dalam setahun terakhir.

  • Inflasi tahunan per Februari sudah mencapai 2,75 persen.

  • Masalah bisa makin parah karena lonjakan angka konsumsi selama Ramadan dan Idul Fitri.

DALAM hal pengendalian inflasi, pemerintahan Presiden Joko Widodo sebetulnya punya rekam jejak baik. Sembilan bulan terakhir, misalnya, inflasi tahunan tak pernah mencapai angka 3 persen. Namun ada satu soal yang dapat mencoreng rapor baik itu. Meski tingkat inflasi umum masih termasuk rendah, kenaikan harga beras dan berbagai komoditas pangan lain kian mengancam karena bisa memiskinkan warga Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Inflasi pangan sungguh buruk, baik secara ekonomi maupun politik. Sebab, dampaknya lebih kuat menghantam penduduk yang berada dalam kelompok ekonomi menengah-bawah alias warga miskin. Hal ini berkaitan dengan komposisi belanja rumah tangga mereka. Secara proporsional, pengeluaran warga miskin untuk memenuhi kebutuhan pangan jauh lebih besar daripada pendapatan yang pas-pasan untuk menyambung hidup.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jika harga bahan pangan melonjak tinggi, daya beli warga miskin langsung merosot tajam. Tak banyak lagi sisa penghasilan yang bisa mereka belanjakan untuk keperluan lain. Persoalannya bisa lebih serius jika kenaikan itu berkepanjangan. Inflasi pangan bisa menyeret kelompok menengah-bawah yang baru saja merangkak naik melampaui garis kemiskinan jatuh kembali berstatus warga miskin.

Data terakhir menunjukkan ancaman maraknya kemiskinan makin serius. Per akhir Februari 2024, tingkat inflasi tahunan secara umum mencapai 2,75 persen. Betul, inflasi umum ini masih tergolong rendah dalam konteks ekonomi negeri berkembang seperti Indonesia, yang dulu pernah terbiasa melihat inflasi tahunan hingga 5 persen.

Namun, jika kita melongok data inflasi secara lebih mendalam, akan terlihat bagaimana kenaikan harga pangan sudah mulai berbahaya. Angka inflasi pada kelompok pengeluaran makanan, minuman, dan tembakau mencapai 1,79 persen dari total inflasi sebesar 2,75 persen tersebut.

Biang keroknya adalah kenaikan harga beras, makanan pokok seluruh rakyat Indonesia. Data Badan Pangan Nasional menunjukkan harga rata-rata beras nasional per Februari 2024 sudah mencapai rekor tertinggi baru.

Harga beras premium secara rerata mencapai Rp 15.900 per kilogram, melonjak 18,6 persen dibanding pada setahun sebelumnya. Sedangkan harga beras medium, yang merupakan patokan pemerintah dalam perumusan berbagai kebijakan, melambung 18,4 persen menjadi Rp 13.920 per kilogram dalam kurun waktu yang sama.

Kenaikan harga beras sebesar hampir 20 persen dalam setahun jelas bukan masalah sepele yang bisa diabaikan. Lagi pula, kenaikan harga beras sepertinya belum akan mereda dalam tempo dekat. Masih ada masalah pada keseimbangan pasokan dan permintaan. Lantaran dampak fenomena El Niño, panen raya beras yang biasanya mulai berlangsung pada Februari-Maret bisa bergeser hingga sebulan atau bahkan dua bulan ke depan.

Persoalan bisa makin pelik lantaran bulan ini dan bulan depan bakal ada faktor musiman. Indonesia memasuki masa Ramadan dan Idul Fitri. Sudah menjadi tradisi, serangkaian perayaan itu akan melonjakkan jumlah permintaan yang berlanjut dengan kenaikan harga komoditas pangan. Gelagat itu sudah tampak pada Februari lalu. Selain kenaikan harga beras, melonjaknya harga cabai dan daging ayam punya andil besar terhadap inflasi pangan.

Yang menyedihkan, ada faktor kebijakan pemerintah yang turut mendorong kenaikan berbagai harga pangan. Ihwal harga beras, misalnya, laporan majalah Tempo dua pekan lalu menunjukkan buruknya manajemen distribusi beras punya andil terhadap kenaikan harga di pasar. Lambat dan rumitnya perizinan impor juga membuat harga bawang putih dan gula pasir sempat bergejolak. 

Memasuki 2024, pemerintah menerapkan kembali sistem kuota impor daging sapi. Semua kebijakan itu ujung-ujungnya hanya menciptakan distorsi pada mekanisme pasar yang berakhir dengan kenaikan harga.

Naga-naganya, ambisi Jokowi menurunkan jumlah penduduk miskin menjadi 7,5 persen dari total penduduk pada tahun ini sulit tercapai. Alih-alih merosot, jumlah warga miskin malah bisa bertambah karena terseret inflasi pangan. Rapor baik Jokowi dalam hal inflasi bisa tercoreng. Warga miskin yang menanggung bebannya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Inflasi Pangan Makin Mengancam"

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus