Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ada dua putusan Mahkamah Agung soal tanah tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berbekal surat kuasa lapangan, Hercules Rozario Marshal memerintahkan anak buahnya menguasai lahan seluas dua hektare di Jalan Daan Mogot Kilometer 18, Kelurahan Kalideres, Jakarta Barat. Penguasa Tanah Abang, Jakarta Pusat, pada 1990-an itu memperoleh surat kuasa lapangan dari Handi Musyawan, salah seorang ahli waris yang mengklaim sebagai pemilik bidang tanah di Kilometer 18 tersebut.
”Surat kuasa lapangan ini kami temukan saat menggeledah rumah Hercules di Kebon Jeruk, Jakarta Barat,” kata Ajun Komisaris Besar Edy Suranta Sitepu, Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Metro Jakarta Barat, Kamis pekan lalu.
Surat kuasa lapangan tersebut sangat penting bagi polisi untuk mengusut perbuatan pidana yang dilakukan Hercules dan anak buahnya. Sebab, kelompok Hercules menduduki secara paksa sebidang tanah di Daan Mogot sejak 8 Agustus lalu dengan berpijak pada surat kuasa lapangan itu. Aksi pendudukan ini baru berakhir saat polisi turun tangan, Rabu tiga pekan lalu. Polisi pun menangkap Hercules dan sepuluh anak buahnya.
Selain menduduki tanah itu, anak buah Hercules ditengarai melakukan perusakan pintu kantor pemasaran PT Nila Alam, perusahaan yang berdiri di atas tanah seluas dua hektare tersebut. Tidak cukup hanya menguasai lahan, anak buah Hercules diduga mengintimidasi karyawan Nila Alam dan memeras tujuh pengontrak rumah toko milik Nila Alam, yang juga berdiri di atas petak tanah dua hektare tersebut.
”Mereka diminta membayar Rp 500 ribu per bulan,” ujar Ajun Komisaris Besar Edy. Walau diberi upeti setiap bulan, kata Edy, kelompok Hercules tetap mengklaim ruko-ruko tersebut sebagai miliknya.
Menurut Edy, keberadaan surat kuasa lapangan itu dikuatkan oleh keterangan beberapa anak buah Hercules yang sudah diperiksa polisi. Dari mereka, polisi juga memperoleh informasi bagaimana kronologi Hercules mendapat surat kuasa lapangan dari Handi Musyawan hingga bisa menduduki tanah di Daan Mogot. Ceritanya berawal saat Thio Ju Auw, Thio Ju Ang (ayah Handi), Jaw Hok Bian, dan Thio Yoe Pet Nio mengklaim sebagai pemilik tanah seluas dua hektare di Kilometer 18.
Kelompok Hercules mengacu pada putusan peninjauan kembali (PK) Mahkamah Agung dengan Nomor 90.PK/Pdt/2003 pada 2003. Dalam putusan PK ini, Thio Ju Auw dan keluarga memenangi sengketa lahan melawan sebelas warga Daan Mogot dan tiga perusahaan, satu di antaranya PT Nila Alam.
Meskipun Thio Ju Auw dan keluarga mengantongi putusan PK, fakta di lapangan berbeda. Tanah tersebut justru dikuasai oleh PT Nila Alam. Namun, menurut Ajun Komisaris Besar Edy, pemilik PT Nila Alam, Dwajanti Hidayat, juga mengklaim sebagai pemilik sah berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung Nomor 1679 K/Pdt/2008.
Karena kondisi itu, Handi Musyawan mencari cara agar dapat menguasai tanah di Daan Mogot tersebut. Ia lantas menemui Fransisco Soares Recado alias Boby, tangan kanan Hercules, beberapa bulan lalu. Kepada Fransisco, Handi menyampaikan keinginannya hendak meminta bantuan Hercules mengambil alih tanah dari penguasaan PT Nila Alam.
Fransisco, yang pernah tersangkut kasus kepemilikan senjata api ilegal, merespons permintaan itu dengan mempertemukan Handi dan Hercules. Keduanya bersua di sebuah kafe di kawasan Kembangan, Jakarta Barat, pada awal Agustus lalu. Salah seorang pengacara berinisial SS turut serta dalam pertemuan ini.
Di sinilah Handi menyampaikan maksudnya agar Hercules bersedia membantunya menguasai lahan di Daan Mogot yang di atasnya berkantor PT Nila Alam dan tujuh ruko. Sebelum menyanggupi permintaan itu, kata Edy, Hercules menanyakan keabsahan tanah tersebut. Pengacara SS lantas meyakinkan Hercules bahwa pemilik tanah yang sah adalah Thio Ju Auw dan keluarga berdasarkan putusan peninjauan kembali Mahkamah Agung pada 2003. ”Hercules juga mengajukan dua syarat sebelum menerima permintaan itu,” ucap Edy.
Kedua syarat yang dimaksudkan Edy adalah surat kuasa lapangan dan surat kuasa penjualan tanah dari Handi kepadanya. Di samping kedua syarat ini, Hercules dan Handi bersepakat akan membagi hasil penjualan dari tanah sengketa tersebut. ”Tapi mereka belum membicarakan berapa yang didapat setiap pihak,” kata Edy.
Pengacara Hercules, Ikraman Thalib, yang dimintai konfirmasi, enggan menanggapi masalah ini. Ia mengatakan Hercules telah melarangnya berkomentar tentang persoalan itu kepada wartawan. ”Saya tidak bisa bicara karena Pak Hercules bilang jangan dulu berkomentar ke media,” ujar Ikraman, Kamis pekan lalu.
Sepekan sebelumnya, Ikraman membantah jika kliennya disebut menguasai tanah milik PT Nila Alam. Ia berdalih Hercules dan anak buahnya tidak bermaksud menguasai tanah Nila Alam, melainkan mereka keliru saat memasang sebuah plang di Daan Mogot. ”Tanah kami dan PT Nila itu bersebelahan, jadi tidak ada sengketa. Sedangkan pemasangan plang itu adalah kesalahan dari pihak kami,” kata Ikraman, Kamis dua pekan lalu.
Adapun Handi Musyawan belum dapat dimintai konfirmasi. Ia sekarang ditahan di sel Polres Jakarta Barat dan penyidik tak mengizinkan media menemuinya. Pengacara Handi, Yasen, mengatakan kliennya tidak bersalah karena merupakan ahli waris dari kepemilikan tanah tersebut. ”Handi tidak bersalah,” ujarnya, Jumat dua pekan lalu.
Karyawan Bidang Umum PT Nila Alam, Suwito, tidak bersedia mengomentari persoalan ini. Ia mengatakan direksi PT Nila Alam sedang berada di luar kota sehingga tidak seorang pun bisa dimintai konfirmasi. ”Mereka juga sedang di luar kota. Mereka lagi sibuk,” kata Suwito, Kamis pekan lalu.
Apa pun alasan Hercules melalui pengacaranya, fakta di lapangan justru berbeda. Hercules dan anak buahnya ketahuan memasang plang bertulisan ”Tanah Lapangan Milik Thio Ju Auw. Kuasa Lapangan Hercules” tepat di depan kantor pemasaran PT Nila Alam. Selama tiga bulan menduduki tanah ini, mereka juga menempati kantor pemasaran Nila Alam. Kemudian Nila Alam melaporkan pendudukan paksa ini ke Polres Metro Jakarta Barat pada 4 November lalu, yang disikapi dua hari kemudian.
Kepala Polres Metro Jakarta Barat Komisaris Besar Hengki Haryadi menyebut tindakan pendudukan kelompok Hercules itu sebagai bentuk penyerangan ke kantor PT Nila Alam. ”Saat itu ada 60 anak buah Hercules yang menggunakan senjata tajam menyerang kantor PT Nila Alam,” ucapnya, -Jumat dua pekan lalu.
Karena tindakan anarkistis dan premanisme ini, polisi menetapkan Handi Musyawan serta Hercules dan sepuluh anak buahnya sebagai tersangka. Mereka dijerat dengan Pasal 170, Pasal 335, dan Pasal 167 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Peraturan ini mengatur mengenai tindakan kekerasan yang disertai perusakan dengan ancaman hukuman maksimal tujuh tahun penjara. Setelah dijadikan tersangka, Handi serta Hercules dan sepuluh anak buahnya langsung ditahan polisi di rumah tahanan Polres Metro Jakarta Barat.
Pengacara Handi, Yasen, menolak penetapan tersangka kliennya. ”Ia tidak tercantum dalam surat putusan pengadilan pada 2003, jadi bukan Handi yang seharusnya jadi tersangka,” kata Yasen. Ajun Komisaris Besar Edy Suranta Sitepu mengatakan polisi tidak peduli dengan keberatan pihak Hercules dan Handi. Ia berkukuh aksi kelompok Hercules itu merupakan tindak pidana. ”Kalau mereka keberatan, ada jalurnya, bukan dengan cara menduduki secara paksa,” ujar Edy.
Setelah menangkap Hercules dan sepuluh anak buahnya, perburuan polisi belum berakhir. Komisaris Besar Hengki Haryadi mengatakan polisi masih mengejar sekitar 50 anak buah Hercules yang ikut menyerang kantor Nila Alam.
M. YUSUF MANURUNG, MIQDARULLAH BURHAN
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo