Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JURNALIS Tempo, Francisca Christy Rosana, menerima sebuah paket dari orang tak dikenal, Rabu lalu. Paket tersebut baru dibuka keesokan harinya dan berisi kepala babi, yang diduga sebagai bentuk teror terhadap media dan ancaman terhadap kebebasan pers.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Keadilan menganggap kiriman tersebut bertujuan membatasi kebebasan pers serta membahayakan keselamatan jurnalis.
"Tindakan ini merupakan bentuk intimidasi yang jelas-jelas ditujukan untuk membungkam kebebasan pers dan mengancam keselamatan jurnalis," kata Ketua Pengurus LBH Keadilan, Abdul Hamim Jauzie, Kamis, 20 Maret 2025.
Jauzi mengatakan pihaknya mengutuk keras tindakan teror ini. Menurut dia, kepala babi merupakan simbol yang sangat ofensif dan jelas ditujukan untuk mengintimidasi dan menakut-nakuti jurnalis Tempo dan pekerja junalistik lain.
Lalu, teror, ancaman, dan intimidasi terhadap kebebasan pers dapat dikenai sanksi apa saja?
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers
Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 pasal 18 ayat 1 tentang pers, di situ tertulis bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan secara melawan hukum melakukan tindakan yang menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan pasal 4 ayat (2) dan (3) dapat dikenai sanksi pidana berupa penjara hingga 2 tahun atau denda maksimal Rp 500 juta. Di mana pada pasal 4 ayat (2) dan (3) menyatakan jika kebebasan pers harus dilindungi dari segala bentuk pembatasan yang dapat menghambat kinerjanya. Pers berhak untuk mengakses, mengolah, dan menyampaikan informasi kepada publik tanpa adanya intervensi dari pihak mana pun, demi menjaga transparansi dan kebebasan berekspresi.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Pasal 335 KUHP menyatakan bahwa siapa pun yang dengan sengaja, tanpa hak, atau melebihi kewenangannya, mengancam orang lain dengan kata-kata atau tindakan yang melibatkan kekerasan, dapat dikenai hukuman penjara hingga 1 tahun 4 bulan atau denda maksimal Rp 4,5 juta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sementara itu, Pasal 336 ayat (1) menyebutkan bahwa ancaman yang disertai kekerasan terhadap orang lain dapat dikenai hukuman penjara paling lama 2 tahun 8 bulan.
Tanggapan Pakar Soal Intimidasi Terhadap Jurnalis Tempo
Pakar Hukum Tata Negara dan Peneliti Hak Asasi Manusia dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Herlambang Perdana Wiratraman, menjelaskan bahwa ancaman terhadap jurnalis yang berani mengungkap kejahatan terkait kepentingan publik merupakan bentuk intimidasi. Di negara dengan sistem pemerintahan yang otoriter dan fasis, teror semacam ini sering terjadi dan dibiarkan tanpa tindakan.
Menurut Herlambang, tujuan dari teror tersebut adalah membungkam jurnalis agar tidak bersikap kritis. Namun, ia meyakini bahwa ancaman seperti ini tidak akan menghalangi jurnalis Tempo dalam menghasilkan karya jurnalistik yang berkualitas dan bermanfaat bagi masyarakat.
Adapun Dosen Ilmu Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Adi Prayitno, menjelaskan bahwa pengiriman kepala babi ke Tempo memiliki pesan yang jelas, yakni pengirimnya menganggap Tempo sebagai sesuatu yang haram dan najis. Ia menilai tindakan ini merupakan bentuk intimidasi yang bertujuan membungkam kebebasan pers.
Sebagai Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi menegaskan bahwa sikap kritis Tempo dalam pemberitaan investigatifnya kemungkinan besar membuat beberapa pihak merasa terganggu. Ia kemudian mendesak aparat hukum untuk segera bertindak.
“Wartawan Tempo yang menerima kiriman tersebut adalah warga negara Indonesia yang berhak mendapatkan perlindungan. Pelakunya harus segera diungkap, jangan hanya bertindak setelah kasus ini viral di media sosial,” ujarnya .
Tanggapan Ketua Dewan Pers
Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, mengutuk aksi teror berupa pengiriman paket berisi kepala babi ke kantor Tempo. Ia menegaskan bahwa tindakan ini merupakan bentuk intimidasi yang bertujuan menakut-nakuti, biasanya dilakukan oleh pihak-pihak yang merasa terpojok tetapi enggan bertanggung jawab.
Ia mengingatkan bahwa jika ada pihak yang keberatan terhadap pemberitaan Tempo, sebaiknya mereka menggunakan hak jawab yang tersedia daripada melakukan intimidasi. Hak jawab tersebut seharusnya dimanfaatkan dengan baik sebagai mekanisme klarifikasi yang sah.
“Mereka memiliki hak jawab. Gunakan hak jawab tersebut sebaik-baiknya,” kata Ninik.
Ayu Cipta, Yudono Yanuar, Daniel Ahmad Fajri, dan Shinta Maharani ikut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.