Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Rompi Tahanan untuk Bekas Bawahan

Kejaksaan Agung menahan bekas jaksa Chuck Suryosumpeno dengan tuduhan penyelewengan aset terpidana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia.

1 Desember 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Chuck Suryosumpeno di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, 2016.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Disebut karena berkonflik dengan Jaksa Agung.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seorang jaksa penyidik menyodorkan selembar kertas kepada Chuck Suryosumpeno pada Rabu pertengahan November lalu. Di ruang pemeriksaan di lantai dasar Gedung Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung itu, Chuck diminta mengisi jawaban untuk materi penyidikan. Tak sampai sepuluh pertanyaan, tapi bekas Ketua Satuan Tugas Khusus Penyelesaian Barang Rampasan dan Barang Sita Eksekusi Kejaksaan Agung itu diberi waktu hampir empat jam.

Tak ada tanya-jawab layaknya pemeriksaan. Setelah Chuck merampungkan jawaban penyidikan itu, jaksa baru menyalinnya ke komputer. ”Pertanyaan yang tertulis sama seperti saat penyelidikan 2016. Selalu diulang-ulang,” kata Chuck melalui pengacaranya, Haris Azhar, pada Jumat pekan lalu. Setelah keluar dari ruang pemeriksaan, Chuck langsung mengenakan rompi pink dan dijebloskan ke Rumah Tahanan Salemba cabang Kejaksaan Agung.

Penahanan ini hanya berselang satu bulan atas terbitnya surat penetapan tersangka terhadap Chuck Suryosumpeno yang diteken Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Adi Toegarisman. Chuck dituduh melakukan korupsi terkait dengan eksekusi aset milik terpidana korupsi dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, Hendra Rahardja, pada 2011.

Penetapan tersangka pada 23 Oktober itu terjadi pada hari yang sama ketika Mahkamah Agung mengunggah putusan peninjauan kembali yang memenangkan Chuck atas gugatannya terhadap Jaksa Agung terkait dengan pencopotannya sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku. Pemberhentian Chuck pada akhir 2015 itu juga berkaitan dengan kasus eksekusi aset milik Hendra. Menurut Jaksa Agung Muhammad Prasetyo, pihaknya tak bisa menjalankan pu-tusan itu karena Chuck sudah diber-hentikan sebagai pegawai negeri. ”Ada putusan Jaksa Agung soal pemberhentian ini,” -ujarnya.

Jaksa Agung Muhammad Prasetyo geram atas kemenangan Chuck. Ia langsung memimpin rapat bersama jajaran jaksa pidana khusus untuk penetapan tersangka Chuck. Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Warih Sadono enggan berkomentar soal rapat khusus bersama Prasetyo. ”Ke Jampidsus atau Kapuspen saja karena di luar tugas dan fungsi saya,” kata Warih.

Jaksa Agung Muhammad Prasetyo

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung Adi Toegarisman menampik adanya rapat khusus untuk penetapan tersangka bekas koleganya itu. ”Teknis penanganan perkara itu berada di penyidik,” ucapnya.

Menurut Adi, penyidik hanya melaporkan penanganan kasus kepada Kepala Subdirektorat Penyidikan, Direktur, dan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus. ”Setiap langkah penanganan perkara, saya selaku -Jampidsus mesti melapor ke Jaksa Agung,” ujar Adi.

PANGKAL persoalan kasus ini adalah ketika Chuck Suryosumpeno mengeksekusi aset milik terpidana korupsi dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, Hendra Rahardja, pada Maret 2011. Saat itu ia bertugas sebagai Ketua Satuan Tugas Khusus Penyelesaian Barang Rampasan dan Barang Sita Eksekusi Kejaksaan Agung dan memiliki sembilan anggota dari tiap kejaksaan negeri se-DKI Jakarta. Satuan tugas bentukan Jaksa Agung Basrief Arief ini di bawah koordinasi Kepala Biro Keuangan Kejaksaan Agung Suwardi Hartono.

Perburuan aset milik Hendra Rahardja bermula dari data salah satu anggota Satuan Tugas dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat. Aset berupa tiga lahan itu menyebar di Jatinegara, Jakarta Timur; Puri Kem-bangan, Jakarta Barat; dan Bogor, Jawa Barat.

Berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Pengadilan Tinggi DKI, Hendra divonis penjara seumur hidup karena mengemplang dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia sebesar Rp 2,6 triliun. Bekas Komisaris Bank Harapan Sentosa itu juga diwajibkan membayar uang pengganti Rp 1,9 triliun. Belum sempat menja-lani hukuman dan mengembalikan kerugian negara, Hendra meninggal dalam pelarian di Australia pada 2003.

Terkait dengan aset-aset Hendra itu, ternyata uang yang dikembalikan ke kas negara oleh Satuan Tugas Khusus Penyelesaian Barang Rampasan dan Barang Sita Eksekusi pimpinan Chuck jauh di bawah target. Eksekusi lahan seluas 45 hektare di Puri Kembangan menghasilkan Rp 20 miliar untuk kas negara. Sedangkan eksekusi lahan 7,8 hektare di Jatinegara hanya menghasilkan Rp 2 miliar.

Adapun eksekusi lahan 9 hektare di Jogjogan, Bogor, hanya Rp 500 juta. Total uang yang kembali ke kas negara Rp 22,5 miliar. Padahal, menurut taksiran Kejaksaan Agung, tiga aset itu bernilai sekitar Rp 1,91 triliun. ”Uang yang seharusnya masuk sekian, tidak masuk,” kata Adi Toegarisman.

Dalam eksekusi itu, Kejaksaan menyimpulkan Chuck telah mengambil langkah tanpa koordinasi dan melepas aset kepada pihak yang tidak tepat. ”Ada beberapa hal yang melanggar prosedur sehingga dia merugikan keuangan negara,” ujar Adi. Chuck tidak melelang aset Hendra dan melepasnya tanpa melalui putusan pengadilan.

Aksi mendukung Chuck Suryosumpeno di Jakarta.

Jaksa juga mensinyalir Chuck bertemu dengan utusan Hendra terkait dengan aset-aset itu di sebuah hotel pada 2011. Jaksa menuding inti pertemuan itu adalah Chuck setuju tanah dijual tanpa melalui pelelangan. Sewaktu mengeksekusi lahan di Jatinegara, misalnya, Chuck melepas aset milik istri Hendra, Sri Wasihastuti (almarhumah), itu kepada seorang warga, Ardi Kusuma. Dasarnya adalah klaim Ardi telah membeli 13 bidang lahan seluas 31.848,8 meter persegi tersebut senilai Rp 12,7 miliar.

Kepada tim Satuan Tugas, Ardi menyerahkan akta Perjanjian Pengikatan Jual-Beli (PPJB) Nomor 74 bertarikh 30 Mei 2000. Untuk penyelesaiannya kemudian dibuat akta kesepakatan bersama pada 22 November 2010. Dalam akta itu disebutkan bahwa Ardi membayar dalam dua tahap. Dia baru membayar Rp 6 miliar, tapi Sri keburu meninggal. Kepada tim Pe-mulihan Aset, Ardi berjanji membayar sisa Rp 6 miliar itu dicicil tiga kali ke negara melalui Kejaksaan Agung.

Belakangan, dalam penyidikan jaksa, akta PPJB itu ditengarai palsu. Hal ini juga digunakan Kejaksaan Agung untuk menjerat Chuck Suryosumpeno. Materi ihwal akta palsu ini sempat ditanyakan kepada Chuck saat pemeriksaan. Chuck, yang juga bekas Kepala Pusat Pemulihan Aset Kejaksaan Agung, menyatakan tidak tahu-menahu ihwal pemalsuan akta. Berdasarkan perhitungan Kantor Jasa Penilaian Publik (KJPP) Kampianus Roman, nilai pasar tanah milik Hendra Rahardja ketika dilakukan penjualan pada 2010 ditaksir mencapai Rp 34,5 miliar.

Karena hanya Rp 2 miliar yang disetorkan ke kas negara, kerugiannya ditaksir Rp 32,5 miliar. Kejaksaan tak merinci bukti yang mereka kantongi ihwal penjualan tanah baru pada 2010, bukan tahun 2000 sebagaimana tertuang dalam akta PPJB. Mereka juga enggan menjawab soal penghitungan kerugian negara ini oleh kantor jasa penilai publik, bukan Badan Pemeriksa Keuangan atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. ”Oh, nantilah, itu teknis,” ucap Adi Toegarisman, yang pernah menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta periode 2013-2015.

Tempo mengkonfirmasi soal audit yang dilakukan KJPP Kampianus Roman tersebut. Konsultan Appraisal Asset KJPP Kampianus Roman, Ali Purba, mengatakan timnya baru dipanggil jaksa pada Rabu pekan lalu. Mereka baru menjelaskan ihwal metodologi kerja dalam penilaian aset. ”Kami belum menerima SPK (surat perintah kerja),” ujar Ali. Apalagi menaksir nilai tanah dan menghitung kerugian negara, karena semua itu baru dilakukan setelah surat perintah kerja turun.

Adapun Chuck Suryosumpeno membantah semua tuduhan jaksa. Pengacara Chuck, Haris Azhar, mengatakan pemidanaan kliennya karena adanya sengketa atau konflik dengan Jaksa Agung. Hal ini disinyalir berkaitan dengan tugas Chuck sebagai Kepala Pusat Pemulihan Aset. Motif itu di antaranya tanah di Pondok Pinang yang diblokir saat Chuck menjabat Kepala Satuan Tugas malah dibuka pada era Muhammad Prasetyo. ”Hanya didasari atas iktikad baik dan tanpa dasar peraturan perundang-undangan tentang pemulihan aset serta seluruh keputusan untuk mengeksekusi tanah diserahkan kepada Jaksa Agung,” kata Haris.

Jaksa Agung Muhammad Prasetyo membantah tuduhan pengacara Chuck. Menurut dia, penyidikan terhadap Chuck sudah obyektif dan proporsional. ”Kasus ini sudah lama penyidikan dan penyelidikannya,” kata Prasetyo.

Kuasa hukum Chuck lainnya, Sandra Nangoy, beberapa waktu lalu mengatakan lahan di tiga lokasi itu memang tidak dilelang. Alasannya, tim Pemulihan Aset tak menemukan keterkaitan langsung lahan tersebut dengan Hendra Rahardja. Aset-aset itu sudah berpindah ke pihak ketiga sebelum perkara Hendra bergulir di pengadilan. Lahan di Jatinegara, misalnya, menurut Sandra, telah dijual seharga Rp 12 miliar oleh istri Hendra, Sri Wasihastuti, kepada Ardi Kusuma. Namun Ardi baru membayar Rp 6 miliar kepada Sri. Sisanya mulai dicicil Ardi kepada negara. ”Ardi sudah bayar Rp 2 miliar dari Rp 6 miliar secara sukarela,” ujar Sandra.

Ihwal dugaan akta palsu, Haris Azhar mengatakan seharusnya kasus ini dibawa ke ranah pidana umum. Menurut dia, jika memang akta itu palsu, seharusnya pelaku pemalsuan yang diusut, bukan Chuck. Mengenai tuduhan adanya pertemuan antara mantan Presiden Asset Recovery Inter-agency Network Asia-Pacific itu dan orang-orang yang mengaku terkait dengan Hendra pada 2011, dia mengatakan hal tersebut tidak pernah terjadi.

LINDA TRIANITA, BRAM SETIAWAN (DENPASAR)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Linda Trianita

Linda Trianita

Berkarier di Tempo sejak 2013, alumni Universitas Brawijaya ini meliput isu korupsi dan kriminal. Kini redaktur di Desk Hukum majalah Tempo. Fellow program Investigasi Bersama Tempo, program kerja sama Tempo, Tempo Institute, dan Free Press Unlimited dari Belanda, dengan liputan mengenai penggunaan kawasan hutan untuk perkebunan sawit yang melibatkan perusahaan multinasional. Mengikuti Oslo Tropical Forest Forum 2018 di Norwegia.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus