Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sebelum ditangkap, Stepanus Robin Pattuju menemui tiga penyidik KPK lain di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Jakarta Selatan.
Kepada para korbannya, Robin mengklaim tengah mengumpulkan uang untuk tim.
Wali Kota nonaktif Tanjungbalai, Muhammad Syahrial, merasa ditipu Robin.
KABAR penangkapan Wali Kota Tanjungbalai, Sumatera Utara, Muhammad Syahrial, dalam kasus jual-beli jabatan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi menyeruak pada Selasa pagi, 20 April lalu. Ajun Komisaris Stepanus Robin Pattuju, kala itu masih menjabat penyidik KPK, panik.
Menjelang siang, pria 33 tahun ini menghubungi tiga penyidik KPK: Herbin Sianipar, Mukti Wibawa, dan Sony Wibisono. Robin mengajak mereka bertemu di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) di Jalan Tirtayasa, Jakarta Selatan. Mereka berjumpa pukul 15.00 WIB.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepada para penyidik itu, Robin mengakui perbuatannya di masa lalu. Ia pernah meminta uang kepada Syahrial. Permintaan itu ia lakukan bersama seorang pengacara asal Medan, Maskur Husain. Akibat pengakuan itu, Herbin dan Mukti lalu membawa Robin ke Divisi Profesi dan Pengamanan Markas Besar Kepolisian RI.
Esoknya, Kepala Divisi Propam Inspektur Jenderal Ferdy Sambo mengumumkan bahwa anak buahnya telah menangkap seorang penyidik KPK berinisial SRP. Ketua KPK Komisaris Jenderal Firli Bahuri enggan memberi konfirmasi tentang penyerahan Robin. “Permohonan wawancara terkait dengan perkara SRP belum bisa dipenuhi,” ujar Firli melalui anggota staf hubungan masyarakat KPK, menjawab surat permintaan wawancara Tempo, pada Selasa, 14 September lalu.
Pengumuman Jenderal Ferdy Sambo menggegerkan KPK. Pimpinan lembaga antikorupsi ini menunjuk dua penyidik dari kepolisian guna menjemput Robin di Mabes Polri. Salah satunya Herbin Sianipar.
Meski berhasil membawa Robin ke KPK, para penyidik tak memiliki bukti apa pun dari tangan Robin. Tak ada keterangan tentang bukti-bukti tuduhan kepada Robin, termasuk pengakuannya meminta uang kepada Syahrial. Data telepon seluler Samsung milik Robin telah dihapus. Semua rekaman percakapan pun ikut terhapus.
Herbin, Sony, dan Mukti tak merespons permintaan wawancara Tempo hingga Sabtu, 18 September lalu, untuk dimintai konfirmasi tentang semua peristiwa itu. Kuasa hukum Robin, Tito Hananta Kusuma, mengaku belum mengetahui pertemuan kliennya dengan penyidik lain di PTIK sebelum diserahkan ke Divisi Propam. “Saya baru tahu soal ini,” ucapnya.
•••
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PENGADILAN Tindak Pidana Korupsi Jakarta menggelar perkara suap Stepanus Robin Pattuju pada Senin, 13 September lalu. Jaksa mendakwanya menerima suap sekitar Rp 11 miliar dan US$ 36 ribu, bersama dengan Maskur Husain, dari lima orang, salah satunya Muhammad Syahrial. “Keduanya diduga menerima hadiah atau janji berupa uang,” kata jaksa KPK, Lie Putra Setiawan, saat membacakan dakwaan.
Lie mengatakan Wali Kota Tanjungbalai Muhammad Syahrial memberi Robin uang Rp 1,6 miliar. Penyuap lain adalah Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Azis Syamsuddin dan Aliza Gunado dengan suap sebesar Rp 3 miliar dan US$ 36 ribu; Wali Kota Cimahi Ajay Priatna Rp 507 juta; Usman Effendi Rp 525 juta; dan mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari, Rp 5,1 miliar.
Muhammad Syahrial, yang sudah menjadi terdakwa jual-beli jabatan di wilayahnya, mengatakan ia merasa menjadi korban pemerasan Robin Pattuju. “Janji Stepanus Robin Pattuju dan Maskur Husain tidak ada satu pun yang terealisasi. Saya kecewa tertipu dan diperas oleh Stepanus Robin Pattuju,” tutur Syahrial dalam pleidoinya.
Adapun Maskur Husain mengklaim uang yang dia terima dari Syahrial sebagai honor pengacara. “Saya belum melakukan apa-apa karena perkara ini belum terjadi. Tapi uang sudah saya terima,” katanya saat bersaksi dalam pengadilan Syahrial.
Sementara itu, Azis Syamsuddin mengakui pernah meminjamkan uang kepada Robin sebanyak Rp 200 juta. Tapi Robin membantah jika disebut pernah menerima uang, baik pinjaman maupun uang untuk tujuan lain. “Terkait dengan Saudara Azis Syamsudin dan Aliza Gunado, saya tidak menerima uang dari yang bersangkutan,” ujar Robin dalam persidangan.
Untuk apa uang sebanyak itu? Para penyidik KPK menduga Robin berjanji menutupi atau mencegah penyidikan KPK terhadap Syahrial yang menerima suap dalam dagang jabatan di bawah pemerintahannya.
Bukti yang dikantongi para penyidik adalah percakapan dalam aplikasi Signal antara Robin dan Syahrial. Kendati data telepon selulernya telah dihapus, data percakapan di aplikasi ini masih bisa diselamatkan, yakni milik Syahrial.
Dalam percakapan 11 Desember 2020, misalnya, Robin mengirim pesan kepada Syahrial: “Izin, Bang. Untuk semuanya masih butuh 1,4 meter lagi, Bang. Kira-kira gimana, Bang? Abang bisa geser berapa dulu karena di atas lagi pada butuh, Bang,” tulis Robin.
Seorang penegak hukum yang mengetahui perkara ini mengatakan pesan itu adalah cara Robin menagih sisa fee yang dijanjikan Syahrial sebesar Rp 1,4 miliar. Ihwal “karena di atas lagi pada butuh bang”, kalimat itu disampaikan Robin untuk mendesak Syahrial agar segera mengirimkan sisa uang karena perintah atasan. Soal siapa atasan ini, para penyidik KPK mengaku masih menelusurinya.
Bersama Maskur, Robin juga tercium acap bahu-membahu menjadi makelar perkara di KPK. Ketika “menangani” perkara Rita Widyasari, misalnya, keduanya mengklaim punya banyak teman di lembaga-lembaga penegak hukum. Mereka menawarkan “bantuan” untuk menyelamatkan aset Rita yang sedang dibekukan KPK.
Lagi-lagi Tito Hananta Kusuma, pengacara Robin, mengaku baru mengetahui informasi ini ketika ditanyai Tempo. Untuk membela kliennya, Tito mengatakan Robin sedang khilaf ketika meminta uang kepada banyak orang dengan jaminan bisa membebaskan mereka dari penyidikan KPK. “Dia tidak menerima suap, melainkan melakukan penipuan,” ucap Tito.
Pelaksana tugas juru bicara KPK, Ali Fikri, mengatakan lembaganya sedang mendalami pihak-pihak yang disebut dalam surat dakwaan ataupun dalam penyidikan suap yang melibatkan Robin Stepanus Pattuju dan Wali Kota Tanjungbalai Muhammad Syahrial. “Semua alat bukti dan hasil pemeriksaan selama penyidikan akan diperlihatkan dan kembali dikonfirmasi kepada para saksi,” ujar Ali.
LINDA TRIANITA, ROSSENO AJI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo