MULA-mula hanya bunyi pecahan kaca yang terdengar. Lalu disusul
suara orang membentak-bentak. Tapi, tiba-tiba beberapa warga
Kelurahan Pejagalan, Jakarta Barat, malam itu dikejutkan oleh
suara letusan dan jerit tangis wanita dari rumah bertingkat dua
di Jalan 11 Blok III. Beberapa penduduk mengira ada perampokan.
Namun dugaan itu meleset, setelah 12 petugas Kepolisian Metro
Jaya keluar dari rumah berpagar besi itu, mengawal 86 pria dan
wanita. "Mereka main judi," seorang menjelaskan sambil menguak
kerumunan penduduk.
Tak berapa lama, Sabtu malam pekan lalu itu, dengan sebuah truk
para penjudi itu kemudian digiring ke markas Kodak, bersama
sejumlah koin dan peralatan judi lainnya, uang tunai Rp 5,7 juta
serta sejumlah cek. "Dalam hal jumlah pemain, ini perjudian
terbesar yang pernah ditangkap," kata Kapten Sukrie, kepala Sub
Seksie Judi Dit Serse Kodak Metro Jakarta Raya. Dia belum siap
mengungkapkan "omzet" perjudian gelap ke-22 yang berhasil
digulung di Jakarta selama semester pertama tahun ini. "Kami
sedang menerjemahkan kode-kode permainan mereka, lewat koin yang
ada," kata Sukrie.
Sejak 1 April 1981 perjudian dilarang total di seluruh
Indonesia. Namun di sana-sini, di beberapa kota besar, munculya
judi gelap seperti, yang baru dibongkar di Jakarta itu. "Sulit
melacaknya, karena mereka ada yang sudah punya organisasi rapi,
dan tempat mainnya pun berpindah-pindah," kata Kadispendak Metro
Jakarta Raya, Letkol Pol. Z. Bazaar. Yaitu dari rumah ke rumah
dan dari satu hotel ke hotel.
"Mereka juga punya banyak cara untuk mengelabui petugas," tutur
Bazaar lagi. Cara yang agak baru dan sekarang sering digunakan
adalah seperti yang baru dibongkar di Pejagalan. Para penjudi
dikumpulkan di suatu tempat, biasanya di suatu rumah, restoran
atau super-market, sebagai tempat transit. Baru, setelah dirasa
aman, para penjudi itu diangkut dengan bis mini ke tempat
permainan.
Yang menarik, seperti diceritakan sebuah sumber di Kodak,
belakangan ini para penjudi bahkan kerap pula menggunakan handie
talkie (HT) atau radio jenis lainnya untuk saling berkomunikasi.
Untuk Jakarta, misalnya, saluran yang mereka pakai adalah
frekuensi 192. Lewat saluran inilah, bisanya lewat kode-kode
tertentu, undangan main disebar. Untuk mereka yang tak punya
radio, undangan bisa disampaikan tertulis atau lisan, lewat
kurir.
Sudah mengarah ke suatu sindikat? Sumber TEMPO membenarkan. "Di
Jakarta tercatat empat sindikat yang sama datanya sudah ada di
Kodak," katanya. Dan dipastikan kalau mau, sindikat itu
sebenarnya bisa saja digulung. Bahwa hal itu belum dilaksanakan,
katanya, "cuma menunggu momentum". Tapi, tunggu punya tunggu,
jaringan itu sekarang mulai terasa melebar ke berbagai kota.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini