Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Parasit di celah kaset

Pembajakan kaset terus berlangsung. beredar cukai kaset palsu, dan kaset kosong boleh juga dibeli oleh bukan pengusaha rekaman. (krim)

13 Agustus 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KASET tanpa stiker, ternyata masih banyak beredar. Pekan lalu, seorang gadis membelinya di sebuah toko di Blok M, Jakarta Selatan, tanpa tahu bahwa itu sebenarnya barang haram. Di Semarang, Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya pun, menurut pihak Asiri (Asosiasi Industri Rekaman), kaset-kaset semacam itu banyak dijumpai. Padahal, berdasar SK Menteri Keuangan, sejak Juni lalu kaset yang tanpa stiker tak boleh lagi diperdagangkan. Sebab, pengedarnya berarti belum melunasi Pajak Penjualan (PPn) sebesar Rp 90 per kaset untuk lagu Indonesia dan daerah, atau Rp 130 untuk lagu asing. Dengan kata lain, kaset-kaset itu disebarluaskan oleh para pembajak, yang sebenarnya hendak dibabat lewat program penstikeran. "Mestinya kaset-kaset model begitu kan dirazia. Tapi, nyatanya, para pedagang dan toko kaset bisa menjualnya dengan aman," kata seorang produsen rekaman. Para penyanyi pun, khususnya yang teken kontrak berdasar royalties, menjadi gusar. Sebab, upaya mereka untuk mengetahui berapa banyak sebenarnya kaset mereka yang beredar, menjadi sia-sia. Acil Bimbo, misalnya, tetap merasa kecurian. Siapa pencurinya? "Itu yang kami tidak tahu," kata Sam Bimbo. Sugeng Hidayat, ketua umum Asiri, menyatakan hal yang sama dengan nada penasaran. Yang senang adalah kantor pajak. Menurut sebuah sumber, selama Februari sampai Juli, Direktorat Jenderal Pajak berhasil mengumpulkan Rp 3 milyar dari PPn kaset. Padahal tahun lalu, sebelum ada stiker cukai, pajak yang masuk kabarnya hanya sekitar Rp 60 juta-Rp 70 juta. Kesimpulannya, menurut Sugeng, SK Menteri Keuangan yang dikeluarkan Desember 1982 lalu baru mencapai satu sasaran: mengamankan pendapatan pemerintah dari sektor PPn kaset. Akan halnya kepentingan perusahaan rekaman dan artis, masih jauh panggang dari api. Apalagi karena kaset yang memakai stiker, bisa juga berarti asli tapi palsu. Soalnya stiker tersebut, pembagiannya belum mulus. Pengusaha rekaman yang hendak melempar kaset ke pasaran, membayar PPn lebih dahulu lewat pabrik kaset kosong, sesuai dengan jumlah kaset kosong yang dibelinya. Baru, setelah itu menghubungi kantor pajak, untuk memperoleh stiker dimaksud. Celakanya, tak hanya pengusaha rekaman yang bisa membeli kaset kosong dan stiker itu. Toko kaset atau mereka yang tidak memproduksi kaset pun, menurut sepengetahuan Sugeng, dibolehkan membeli. Itu bisa diketahui dari daftar pembeli dipabrik kaset kosong. Jumlah anggota Asiri yang melakukan rekaman ada 46. Ternyata, menurut sebuah sumber, pelanggan kaset kosong ada 100. Siapa pelanggan yang lain itu, sulit diketahui. Dan "pembeli gelap" itulah tampaknya yang kemudian mengedarkan kaset asli tapi palsu. Artinya, mereka hanya mengedarkan kaset saja tanpa memproduksi atau mereproduksi, apalagi membayar honor penyanyi atau pemusik. Buat pabrik kaset kosong sendiri tentu saja senang bisa menjual banyak. Menurut yang didengar Arifin Razik, ketua I Asiri, sebuah pabrik kaset kosong ada yang mempunyai omet 4,5 juta buah sebulan. Padahal kini ada empat pabrik kaset kosong. Sedangkan yang diserap pengusaha rekaman anggota Asiri hanya sekitar 5 juta sebulan. Pengusaha rekaman sendiri ternyata ada juga yang nakal. Mereka sengaja main borong stiker. Lalu, kepada produser lain yang membutuhkan -- karena persediaan di kantor pajak agak seret -- dijual dengan harga sampai Rp 140 per buah. Di Semarang, bahkan, dijumpai banyak stiker palsu beredar dan dijual dengan harga Rp 40 sebuah. "Dari sini kelihatan, betapa banyak parasit yang ikut mencari makan dalam dunia perkasetan," kata seorang produser. Dan itu terjadi, karena parasit tadi, tahu betul cara memanfaatkan celah yang ada. Untuk memdapatkan stiker, misalnya, memang hanya yang punya izin produksi dan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang berhak. Tapi, selain pada prakteknya pemilik toko kaset juga bisa membeli, pengusaha yang memiliki kedua syarat itu sebenarnya juga ada yang tak layak mendapat stiker. Soalnya, kata Sugeng, ada pengusaha yang mempunyai izin produksi dan NPWP ternyata tak pernah rekaman. "Kerjanya membajak," katanya. Kasus serupa itu pernah terbongkar di Semarang tahun lalu. Pelakunya A Kong alias Joe Fen Kwang alias Bambang Lelono. Perusahaannya Permana Records, memiliki izin usaha sebagai industri rekaman. Ternyata rumahnya di bilangan Semarang Selatan, dipakai untuk membajak lagu-lagu yang sedang beredar dan laku di pasaran. Maka, agar supaya artis dan produser tak selalu gigit jari, Asiri dan artis yang dimotori Bimbo punya pikiran agar penstikeran dilakukan lewat komputer, dan ditangani pihak ketiga -- untuk memungkinkan adanya kontrol dan keterbukaan. Lewat jasa komputer, menurut Acil, maupun Sugeng, pada kaset yang ditempeli stiker bisa diberi kode yang menunjuk pada nama artis, produsernya dan nomor urut. Dengan begitu artis dan produser tahu betul, berapa sebenarnya jumlah kaset yang telah terjual. Juga, bila ada kaset bajakan akan mudah dilacak. Akan halnya produser yang suka nakal dengan memanipulasikan jumlah kaset yang terjual, tak bisa lagi main mata. Tapi, usul itu boleh jadi musykil. Sebab Direktur Jenderal Pajak sendiri, Salamun A.T., misalnya, meragukan hal itu bisa segera diterapkan. Sebab pengusaha rekaman, katanya, mungkin banyak yang keberatan karena merasa dirugikan. Namanya soal uang -- buat pengusaha maupun kantor pajak, sama saja cara menilainya. Dan uang, di Indonesia sejak beberapa tahun ini, kian sulit dipisahkan dari dunia musik yang dulu cuma diisi oleh komponis miskin dan pemusik kelaparan. Agaknya itulah sebabnya perkara musik dengan cepat menyangkut urusan mesin hitung -- lantas kepolisian.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus