Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Kabut menipis di sekitar pak Lurah

Suyadi, 48, lurah catur tunggal, dituntut 3 tahun 6 bulan karena korupsi. pn sleman membebaskannya dan didukung mahkamah agung karena kejaksaan dan irjen depkeh tidak bisa membuktikan tuduhannya. (hk)

4 Oktober 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KRITIK terhadap vonis bebas dalam perkara korupsi ternyata tidak menggoyahkan sikap badan peradilan. Buktinya, Mahkamah Agung, baru-baru ini, memperkuat vonis Pengadilan Negeri Sleman yang membebaskan seorang lurah di daerah itu, Suyadi, dari tuduhan korupsi Rp 500 juta. Padahal, sebelumnya, vonis pengadilan bawahan itu mendapat kritik tajam dari kejaksaan -- bahkan dari Menteri Kehakiman. "Lurah itu terpaksa dibebaskan karena jaksa tidak bisa membuktikan bahwa vonis bebas dari hakim itu tidak murni," kata Hakim Agung Piola Isa, salah seorang anggota ma)elis hakim agung yang memutuskan perkara itu. Suyadi, 48, Lurah Catur Tunggal di Kabupaten Sleman, memang sempat menggegerkan penegak hukum di Jawa Tengah bahkan petinggi-petinggi hukum di Jakarta -- dua tahun lalu, karena vonis bebasnya itu. Ia semula diseret Jaksa Suhadi Muslam dengan tuduhan telah melakukan tujuh macam perbuatan korupsi selama memangku jabatannya dari 1972 sampai 1982. Kejahatannya yang utama, menurut jaksa, adalah memperjualbelikan tanah-tanah desa untuk keuntungan pribadinya. Dalam transaksi jual beli itu ia dituduh tidak menyetorkan uang pulasi untuk kas desa yang biasanya dipungut 5% dari harga tanah. Di antara tanah desa yang diperjualbelikan itu, kata jaksa, kini menjadi bagian kampus IKIP, UGM, dan IAIN. Nilainya Rp 482 juta. Selain korupsi uang pulasi itu Suyadi juga dituding jaksa memungut uang intilan sebanyak 2% dari (harga) tanah yang diperjualbelikan rakyat desanya. Pungutan itu mendatangkan keuntungan pribadi Suyadi sebanyak Rp 39 juta. "Dan ia tidak bisa mempertanggungjawabkan penggunaan uang itu," tuduh Jaksa Suhadi, yang menuntut agar Suyadi dihukum 3 tahun 6 bulan penjara. Ketika proses persidangan tengah berjalan, Suyadi dicurigai "menggarap" hakim yang menangani kasusnya. Konon, ia menyiapkan 14 buah mobil dan uang masingmasing Rp 50 juta untuk penegak-penegak hukum yang menangani kasusnya. Bahkan enam bulan sebelum ia divonis, seorang pejabat Kejaksaan Agung meramalkan, hakim akan membebaskan Suyadi gara-gara semua itu. Ternyata, seperti diduga, Suyadi memang dibebaskan majelis hakim yang diketuai Mohammad Dinar. Jual beli tanah-tanah desa, menurut hakim, tidak melanggar hukum karena sepengetahuan atasan. Lurah tamatan Sekolah Tinggi Olah Raga di Yogya itu, kata hakim, telah melunasi uang pulasi yang menjadi kewajibannya sebesar Rp 1 juta lebih -- kendati pembayaran dilakukan Suyadi setelah mendapat teguran dari inspektur wilayah provinsi. Tentang penggunaan uang pulasi dan intilan yang merupakan pemasukan desa, hakim tidak pula percaya telah diselewengkan Suyadi, kendati pembukuannya diakui Lurah itu sendiri ... hilang. Sebab, kata hakim, jaksa tidak bisa membuktikan uang itu dikorupsi Suyadi. Karena itulah majelis dengan yakin membebaskan Suyadi dari tuduhan (TEMPO, 22 September 1984). Vonis itulah yang kemudian jadi gunjingan penegak hukum. "Alasan hakim itu terlalu dicari-cari bagaimana mungkin kami membuktikan penggunaan uang kas desa itu setelah 10 tahun berlalu?" kata seorang jaksa, yang menangani kasus itu. Jaksa tadi malah menantang agar perkara itu diperiksa ulang. "Agar jelas jaksanya yang bodoh, atau hakimnya yang geblek," kata Jaksa itu. Bukan hanya jaksa bawahan yang penasaran akibat vonis Hakim Dinar. Jaksa Agung Hari Soeharto, pekan itu juga, mengumumkan naik kasasi. Sikap kejaksaan itu didukung pula sepenuhnya oleh Menteri Kehakiman Ismail Saleh. "Sebagai bekas jaksa agung, saya kecewa atas putusan hakim itu," kata Ismail Saleh, yang sempat mengingatkan hakim bahwa status mereka adalah pegawai negeri. "Jika terdapat tanda-tanda untuk ditindak, tanpa raguragu, akan saya tindak," kata Ismail Saleh. Tidak lama kemudian, majelis hakim yang diketuai Dinar itu memang diperiksa saksama oleh Irjen Departemen Kehakiman. Tapi, kabarnya, tim Irjen tidak menemukan bukti-bukti vonis hakim itu "tidak bersih" seperti yang diisukan. Karena itu pula, kabarnya lagi, majelis hakim agung yang memeriksa perkara itu, Agustus lalu, diketuai langsung oleh Ketua Mahkamah Agung Ali Said. Hasilnya ternyata: selain pengukuhan bebasnya Suyadi juga merupakan rehabilitasi untuk nama baik majelis hakim. "Mahkamah Agung menolak kasasi kejaksaan, karena vonis pengadilan itu merupakan bebas murni, dan kejaksaan tidak bisa membuktikan bahwa putusan bebas itu merupakan bebas tidak murni," kata Ketua Muda Mahkamah Agung bidang Pidana, Adi Andojo Sutjipo. Adi Andojo juga membantah kecurlga.ln instansi lain terhadap hakim-hakim yang semula menangani kasus itu. "Wah, itu tidak mungkin, " kata Mahkamah Agung sudah turun tangan dalam kasus itu," kata Adi Andojo, membantah kemungkinan hakim-hakim menerima suap dalam perkara ini. Suyadi sendiri, yang sempat slametan ketika dibebaskan pengadilan di tinghat pertama hanya mengucapkan syukur atas keputusan Mahkamah Agung itu. "Alhamdulillah, atas rahmat yang diberikan-Nya kepada keluarga kami," ujar Suyadi, yang juga mendapatkan kembali barang-barang bukti, berupa hartanya yang disita kejaksaan dalam perkara itu. Untuk rehabilitasi namanya, katanya, ia telah melaporkan keputusan itu kepada atasannya, Camat Depok dan Bupati Sleman. "Semuanya saya serahkan ke atasan," katanya. Sementara itu, Jaksa Wisnu Subroto cuma angkat bahu: "Sudah putusan lembaga tertinggi -- mau apa lagi?" Ia, katanya, merencanakan akan mengembalikan barang-barang bukti berupa tanah dan kendaraan bermotor, pekan ini juga, kepada Suyadi. Tentang rehabilitasi? "Kami menunggu petunjuk atasan. Tapi, dengan dimuatnya kasus itu di media massa, 'kan sudah merupakan rehabilitasi?" kata Wisnu. Sikap Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus Himawan senada dengan bawahannya itu: "Jaksa hanya menyajikan pembuktian dan harus mampu meyakinkan hakim. Kalau hakim tetap tidak yakin, ya, bagaimana ...." Sementara itu, tekannya, Jaksa Agung bidang Intel Nugtoho, tegas-tegas mengatakan keyakinannya, Suyadi bersalah. "Kami punya bukti-bukti tentang itu. Semua orang Yogya juga tahu bahwa ia bersalah," kata Nugroho, singkat. Karni Ilyas, Laporan Biro Yogya & Jakarta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus