Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Kalap menjelang lebaran

Zainal, yang tinggal di desa padang kambang, lenga yang, pesisir selatan, tega membacok istrinya, dar nis, dengan kapak hingga tewas.ia merasa tersindir karena tak sanggup mencukupi kebutuhan lebaran.

12 Mei 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HARI Lebaran ternyata bukan hari "baik" bagi Zainal. Sehari menjelang Lebaran, lelaki pendiam berusia 36 tahun itu, tanpa "ba bi bu", mengayunkan kapak ke pundak istrinya yang sedang membersihkan ruangan depan rumahnya. "Prak.... " Darnis, 30 tahun, ibu empat anak itu, terpekik kaget. Belum sempat wanita itu tegak, Zainal kembali mengayunkan kapak pembelah kayu selebar 10 cm itu ke leher Darnis. "Bruk.... " tubuh perempuan lemah itu ambruk bersimbah darah. Zainal segera menutup pintu rumah, dan lari ke luar. Setelah membuang kapaknya, ia menyerahkan diri ke polisi. Di sel tahanan ia baru menyesali tindakannya itu. "Saya kalut, Pak, saya tak sadar waktu itu," ratapnya di hadapan polisi. Teriakan Darnis mengundang perhatian Nurma, ibu mertua Zainal, dan para tetangga di Desa Padang Kambang, Kecamatan Lengayang, Kabupaten Pesisir Selatan. Nurma hanya bisa berteriak histeris melihat anak tertuanya tak bernyawa lagi. Kejadian itu sangat mencengangkan tetangganya karena kehidupan pasangan suami istri itu biasa-biasa saja, jarang mereka terlihat cekcok. Zainal dan Darnis baru satu setengah bulan lalu menetap di kampung. Sebelumnya Darnis, yang berambut ikal dan berhidung mancung itu, mengikuti suaminya, yang berkerja di sebuah perusahaan pelayaran di Padang. Mereka terpaksa pulang kampung, setelah perusahaan tempat Zainal bekerja mengeluarkan surat istirahat tanpa batas kepada lelaki yang tak tamat SD itu. Konon, karena Zainal, yang sudah 18 tahun bekerja di perusahaan pelayaran itu, belakangan ini sering kelihatan gundah dan termenung. Akibat keputusan perusahaan itu Zainal tak hanya kehilangan pekerjaannya, tetapi juga kehilangan kepercayaan diri. Tak hanya itu yang membuat Zainal panik. Beberapa bulan lalu mamak kepala waris dalam suku ibunya meninggal dunia. Jabatan itu rupanya diserahkan kepadanya. Dengan jabatan baru itu, dia harus menyelesaikan perebutan harta pusaka yang terjadi sejak mamaknya meninggal. Itulah yang sering dia keluhkan. Ketika suasana Lebaran mulai masuk dapur, Zainal makin panik. Seperti biasanya di kampung itu, dalam rangka menyambut Lebaran, di mana-mna asap mengepul dari tungku ibu-ibu yang lagi membuat lemang. Darnis sebetulnya berusaha menyembunyikan keinginannya untuk tak ketinggalan dengan para tetangganya. Namun, ketika salah seorang tetangga mengusiknya, dia tak sanggup menutup unek-uneknya. "Lebaran makin dekat, tapi kami belum membuat kue. Baju anak-anak juga belum dibeli. Malah tepung dan gula saja kami belum punya," keluh Darnis. Keluhan Darnis rupanya sampai ke telinga Nurma. Orangtua yang kabarnya sangat sayang pada Zainal itu berusaha menghibur anak tertuanya itu. "Lebaran di kampung tak usah repot-repot," bujuk ibunya itu. Kendati orangtua itu bukan termasuk keluarga yang mampu, hasil sawah dan kebunnya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Malah ketika Zainal mulai menganggur, Nurma yang membiayai kebutuhan keluarganya. Entah kenapa, Zainal tersinggung juga mendengar ucapan mertuanya menanggapi keluhan Darnis tersebut. Pada Rabu, sehari menjelang Lebaran itu, Zainal merasa tak enak badan. Ia terpaksa membatalkan puasanya dan minta dibuatkan segelas kopi. Sementara itu, Darnis sibuk membantu ibunya membuat kue di dapur. Tak ada yang patut dicurigai, saat itu. Namun, ketika Darnis pergi ke ruang depan hendak menyapu, malapetaka pun datang. Zainal pun mengambil kapak dan mengeksekusi istrinya itu. Kapolres Pesisir Selatan, Letnan Kolonel Liberty, tak mau gegabah menyimpulkan motif pembunuhan itu. Sebab, ketika kasus terjadi, Zainal masih berobat ke dokter. Hingga kini obatnya belum habis. "Obat yang ditelan itu obat untuk gangguan jiwa atau bukan masih perlu kita pertanyakan," kata Kapolres. GT dan Fachrul Rasyid (Padang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus