Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dua warga Indonesia dituduh ikut menyelundupkan perak dan video di India. Mereka dijadikan kambing hitam. LAJU kapal Pasifik Gembira, milik perusahaan pelayaran Singapura, terhenti di Gujarat. Polisi penjaga pantai India, yang mencium kapal itu membawa barang selundupan, menghadang. Mereka menggeledah kapal berawak 20 orang termasuk 9 warga Indonesia itu. Rupanya, penciuman pihak keamanan pantai di sana cukup tajam. Di dalam sebuah tangki di geladak kapal, polisi menemukan bongkahan perak 9,5 ton bernilai sekitar Rp 6,3 milyar, yang akan dimasukkan secara tak sah. Polisi juga menemukan 30 buah VCR (video cassette recorder) senilai sekitar Rp 42,3 juta. Penyelundupan yang terjadi awal Juni itu membuat muka Indonesia tercoreng. Sebab, dari empat anak buah kapal (ABK) yang dituduh terlibat, dua warga Indonesia. Empat orang ABK yang diduga terlibat adalah kapten kapal Zeinadez B. Gomez warga Filipina, juru mesin Wong Ah Boo asal Singapura, dua orang warga Indonesia masing-masing juru masak Sumhadi bin Maorais dan awak kapal Asmy Firmanto. Mereka, sejak Juni, meringkuk di penjara Sabarmati, Kota Ahmedabad -- sekitar 500 km utara Bombay. Pihak Konsulat Jenderal (Konjen) RI di Bombay yang mendengar kabar berusaha membantu dua warga Indonesia tersebut. Sebab, kata petugas konsulat yang enggan disebut namanya, Sumhadi, yang tak bisa berbahasa Inggris dengan baik, tampaknya dalam berita acara pemeriksaan (BAP) dijadikan kambing hitam. Kedua warga Indonesia, Asmy Firmanto, 29 tahun, dan Sumhadi, 35 tahun, pada petugas mengakui bahwa mereka membantu menaikkan perak tersebut ke kapal Pasifik Gembira atas perintah kapten kapal. "Namun, mereka pada waktu itu tak mengetahui bahwa barang yang dinaikkan tersebut adalah perak," kata petugas Konjen RI, menirukan pengakuan mereka. Sumhadi mengaku mengetahui ada pertemuan antara juru mesin, kapten kapal, dan orang yang menyuruh membawa perak tersebut. Namun, Sumhadi, yang hanya berpendidikan kelas 3 SD, membantah ikut serta dalam pertemuan itu. Yang tampaknya menyudutkan Sumhadi, dalam BAP juga disebutkan bahwa 30 video yang diselundupkan itu milik juru masak ini. Tapi keterangan dalam BAP itu dibantah Sumhadi. "Laporan itu tak benar. Sebab, video itu sebenarnya milik para ABK," kata Sumhadi, yang mengaku menandatangani BAP. Kini empat ABK yang dituduh melakukan penyelundupan didampingi pengacara, dari Singapura. Menurut pengacara mereka, yang berpeluang segera dibebaskan adalah juru masak Sumhadi karena, ada kesalahan administrasi mendasar, yaitu yang bersangkutan tak pandai membaca dan menulis bahasa Inggris. Padahal, dalam peristiwa itu ia dikatakan didampingi seorang kawan yang bisa berbahasa Inggris. Namun, menurut pengacara tersebut, pernyataan itu sangat lemah. Peluang bebas lainnya dimiliki kapten kapal. Nasib Asmy Firmanto, menurut pengacara itu, agak berat karena terlibat dalam memuat perak ke kapal. Tetapi ada peluang bebas karena ia melakukan atas perintah atasannya. Yang terberat adalah juru mesin karena dia yang tahu prosesnya dari awal hingga akhir penyelundupan itu. Menurut pejabat India, keempat ABK tersebut diancam hukuman 1 sampai 10 tahun penjara plus denda. Pejabat tersebut juga menyebutkan bahwa kapal Pasifik Gembira kini masih ditahan di pelabuhan. Kapal Pasifik Gembira akan segera dibebaskan karena telah ada kesanggupan dari pemilik kapal memberikan uang jaminan dan telah mengirimkan kapten kapal baru. Di dalam kapal masih tersisa 16 ABK lain, termasuk tujuh ABK dari Indonesia. Sekarang, ketujuh ABK asal Indonesia tersebut masih tertahan di kapal Pasifik Gembira. Mereka mengaku tak tahu bahwa kapalnya mengangkut barang selundupan. Mereka juga menyangkal bahwa penyelundupan ini diatur oleh Sumhadi, seperti yang disebutkan dalam BAP. "Tak mungkin Sumhadi dipercaya oleh pemilik barang untuk membawa perak seberat 9,5 ton. Sebab, dia kan pegawai rendahan dan tak tahu apa-apa," kata mereka. Mereka yakin, Sumhadi hanya jadi kambing hitam. Tentang video, mereka mengakui miliknya. Tapi mereka heran, video itu dalam BAP dikatakan milik Sumhadi. "Ketika kami harus menandatangani BAP yang berbahasa Inggris, kami tak sempat membaca teliti karena kami ditekan," kata nereka. Dalam BAP, kata mereka, banyak akta yang berbeda, tapi terpaksa mereka tandatangani karena mendapat tekanan. Apa pun juga, inilah kasus pertama orang Indonesia dituduh menyelundupkan barang ke India. Biasanya, justru warga India yang banyak tertangkap gara-gara nenyelundupkan sesuatu ke Indonesia. GT dan A. Reza Rohadian
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo