Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Kartel Narkoba Meksiko Menyerbu Indonesia

Kartel narkoba Meksiko menyerbu pasar narkoba di Indonesia. Kartel Sinaloa mengirim sabu di kotak keramik.

14 Juli 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEKOTAK paket seberat 7 kilogram tiba di salah satu gudang perusahaan logistik internasional di Bandar Udara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, pada akhir November 2023. Pengirimnya bernama Servando Lugo Felix, warga Santos Degollado, Centro Tonala, Meksiko. Kotak itu diklaim berisi sepotong keramik putih bertekstur marmer. Namun paket itu sedari awal sudah menjadi perhatian Badan Narkotika Nasional (BNN) dan petugas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam manifes pengiriman, paket itu tercatat berisi decorative resin frame. Petugas BNN menguji bahan padat berwarna putih yang berada di balik resin. Rupanya, bungkus keramik itu hanya kamuflase. Berdasarkan uji tes narkotik dan obat-obatan terlarang atau narkoba, petugas BNN memastikan paket itu berisi 5,1 kilogram metamfetamina alias sabu. “Mulanya kami curiga, ngapain ada orang memesan keramik jauh-jauh dari Meksiko?” kata Kepala BNN Komisaris Jenderal Marthinus Hukom, Selasa, 2 Juli 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BNN tak langsung menyita sabu berbungkus resin itu. Mereka menunggu orang yang menjemput paket tersebut. Akhirnya, seseorang berinisial E datang untuk mengambil paket tersebut pada 11 Desember 2023. BNN langsung menangkap pria yang beralamat di Jalan Hayam Wuruk, Jakarta Pusat, itu. Dari pengakuan E, BNN menerima informasi paket sabu tersebut dikendalikan oleh seseorang berpaspor Australia, Gregor Johann Haas, 46 tahun, dari Filipina.

Penyidikan BNN mengungkap keterlibatan lima rekan E dalam sindikat pengedar narkoba, yakni RA, AP, RM, RY, dan AG. Mereka diciduk sepanjang Desember 2023-Januari 2024. Pengakuan para tersangka mengamini informasi bahwa Haas yang mengendalikan pengiriman sabu tersebut. Belakangan, diketahui Haas terhubung dengan Kartel Sinaloa, kartel narkoba Meksiko yang dipimpin gembong narkotik Joaquín Guzmán-Loera alias El Chapo. “Ini kartel terbesar dari Amerika Latin,” ujar Marthinus.

El Chapo adalah gembong yang mengendalikan perdagangan heroin di Sinaloa sejak 1990-an. Wilayah pemasaran mereka meliputi Amerika Serikat dan negara di Amerika Latin. Karena luasnya kerajaan bisnis narkotiknya, El Chapo pernah dinobatkan sebagai gembong paling berpengaruh di Meksiko. Kini El Chapo, 67 tahun, berada di penjara setelah ditangkap di Los Mochis, Sinaloa, pada Januari 2016.

Operasi pengiriman sabu dari Meksiko membuka mata BNN ihwal ancaman baru jaringan narkotik internasional. Selama ini, pemasok narkoba dari luar negeri umumnya berasal dari wilayah Golden Triangle yang meliputi Thailand, Laos, dan Myanmar serta Golden Crescent yang membentang di sepanjang kaki pegunungan Afganistan, Pakistan, hingga wilayah timur Iran.

Pengiriman sabu itu juga unik karena Kartel Sinaloa dikenal sebagai pengedar heroin. BNN menduga Kartel Sinaloa berupaya menembus Indonesia karena bisnis mereka mulai tertekan setelah ditangkapnya pemimpin mereka, El Chapo. Apalagi wilayah bisnis narkoba mereka di Amerika Serikat makin sempit karena terus diburu Badan Federal Narkotik Amerika Serikat (DEA).

Kepala Biro Humas dan Protokol BNN Brigadir Jenderal Sulistyo Pudjo Hartono mengatakan kaitan Kartel Sinaloa dengan Gregor Johann Haas mulanya diperoleh dari bisikan DEA. Menurut dia, penangkapan El Chapo tak membuat kaki tangan mereka berhenti memproduksi narkotik dan mencari pasar baru. “Indonesia dianggap surga bagi bandar narkoba karena besarnya jumlah pengguna, yakni sekitar 3,3 juta orang,” katanya.

Penelusuran BNN juga mendapati Gregor Johann Haas memiliki perusahaan bernama PT Paradise Island Resorts. Ia menguasai 99 persen saham PT Paradise. Perusahaan properti itu dikabarkan memiliki penginapan di Gili Trawangan, Nusa Tenggara Barat. Jika sedang berada di Indonesia, Haas tinggal di penginapan itu. Namun, saat Tempo bertanya kepada kepala dusun dan sejumlah pemilik penginapan di sana, mereka mengaku tak mengenal Haas dan PT Paradise.

Pengejaran Haas, Pudjo menambahkan, bukan perkara mudah. Namanya terdeteksi meninggalkan Indonesia pada 6 Desember 2023 atau lima hari sebelum E mengambil kiriman paket di Bandara Soekarno-Hatta. Ia terbang ke Manila dari Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali. Perjalanan itu terungkap dari manifes maskapai Philippine Airlines yang ditumpangi Haas.

BNN lantas meminta nama Haas dimasukkan ke daftar pencarian orang kepada Interpol pada 9 Januari 2024. Jejak Haas baru terendus empat bulan berselang atas bantuan pemerintah Filipina. Kepolisian bersama petugas keimigrasian Filipina meringkus Haas di kediamannya di Pulau Cebu pada 15 Mei 2024. Video penangkapan Haas yang beredar di sejumlah pemberitaan memperlihatkan kediamannya berupa rumah dua lantai yang terlihat mewah.

Perburuan itu memakan waktu berbulan-bulan karena Haas menggunakan nama palsu saat berada di Pulau Cebu. Petugas Filipina dan BNN juga sempat mengalami kesulitan. “Ketika ditangkap, ia menggunakan kartu identitas Fernando Tremendo Chimenea,” tutur Pudjo. Kini Haas ditahan di rumah detensi imigrasi di bawah pengawasan kepolisian setempat.

Marthinus Hukom mengatakan BNN sedang berupaya mendatangkan Gregor Johann Haas ke Indonesia. Penyidik hendak menelusuri peran Haas dalam jaringan narkotik di Indonesia. Namun upaya itu terhalang Australia. Pemerintah Negeri Kanguru diperkirakan enggan mengizinkan Haas diperiksa di Indonesia karena Haas terancam hukuman mati. Keberatan itu juga disampaikan ketika delegasi Kepolisian Federal Australia (AFP) mengunjungi BNN pada 5 Juli 2024.

Polisi memeriksa alat pembuat narkotik jenis Xanax, ganja sintetis, dan ekstasi dalam pengungkapan kasus laboratorium gelap narkotik di Jalan Bukit Barisan, Klojen, Malang, Jawa Timur, 3 Juli 2024./Antara/Ari Bowo Sucipto

Marthinus mengklaim tengah melobi pemerintah Australia. Ia menyiapkan argumen bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sudah melonggarkan vonis hukuman mati jika narapidana menunjukkan penyesalan dan berperilaku baik selama 10 tahun di penjara. “Kami lagi bernegosiasi,” ucapnya.

Dimintai konfirmasi soal ini, pihak Kedutaan Besar Australia tak menjawab secara resmi pertanyaan mengenai status Haas dan permintaan BNN. Seorang pejabat di Kedutaan Besar Australia di Jakarta memastikan negaranya akan mendampingi Haas menghadapi hukum di Filipina. “Pemerintah kami sudah memfasilitasi layanan konsuler terhadap Haas,” ujar salah seorang pejabat kedutaan.

Serbuan jaringan narkoba internasional sebenarnya bukan hal baru. Namun negara yang terlibat makin banyak dan aktivitas mereka makin berkembang. Sindikat warga negara asing juga terungkap dari operasi penangkapan empat tersangka di sebuah vila di Desa Tibubeneng, Kabupaten Badung, Bali, pada 2 Mei 2024. Mereka membuat pabrik narkoba di sana.

Tiga tersangka adalah pria berkebangsaan Ukraina berinisial IV, MV, dan WN. Sedangkan seorang lainnya warga negara Rusia berinisial KK. “Ruangan bawah tanah rumah itu dijadikan pabrik ganja sintetis,” tutur Wakil Direktur Tindak Pidana Narkoba Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Besar Arie Ardian Rishadi.

Mereka mengontrak vila sejak September 2023. Sekilas, hunian seluas 200 meter persegi itu tak terlihat janggal. Ruangan bawah tanah itu juga ditemukan saat penggerebekan. Di ruangan tanpa matahari tersebut, mereka menciptakan media tanam ganja hidroponik yang dilengkapi sinar ultraviolet. Mereka bisa menghasilkan 10 kilogram ganja dalam sekali panen dan 100 gram mefedrona dalam sekali produksi.

Arie Ardian menduga jaringan Eropa Timur itu bisa beroperasi karena minimnya pengawasan warga sekitar. Polisi juga tak langsung mendeteksi mereka karena para pelaku menggunakan situs dark web untuk berkomunikasi. Transaksi mereka juga tak terendus karena menggunakan mata uang kripto. Sementara itu, bahan bakunya dibeli dari Cina dan Rumania. “Kelompok ini masih terhubung dengan pabrik ekstasi jaringan Fredy Pratama di Sunter, Jakarta Utara,” kata Arie.

Ada lagi temuan pabrik narkotik di Malang, Jawa Timur. Polisi menggerebek sebuah rumah kontrakan di Jalan Bukit Barisan, Kelurahan Gadingsari, Kecamatan Klojen, Kota Malang, pada 2 Juli 2024. Mereka menangkap empat tersangka yang semuanya warga negara Indonesia. “Pabrik ini dikendalikan warga Malaysia berinisial K,” ucap Arie.

Warga negara Malaysia itu menuntun para pelaku untuk meracik narkotik lewat aplikasi Threema. Mereka tak pernah sekali pun bertatap muka. Saat mereka digerebek, polisi menemukan 1,2 ton ganja sintesis siap jual. Ada juga 25 ribu butir pil ekstasi dan 25 ribu pil Xanax serta 40 kilogram bahan baku yang bisa diolah menjadi 2,1 juta butir ekstasi. Kapasitas produksi pabrik ini mencapai 3.000-4.000 butir dalam satu jam.

Sindikat ini terungkap berkat penangkapan tiga tersangka berinisial RR, IR, dan HA di Apartemen Kalibata City, Jakarta Selatan, pada 29 Juni 2024. Dari tangan mereka, polisi menyita 23 kilogram ganja sintetis. Penyidikan terhadap ketiganya mengungkap 10 laboratorium lain yang beroperasi di Sunter; Tangerang; Bogor, Jawa Barat; Semarang; Surabaya; Medan; Bali; dan Kepulauan Riau. “Pabrik yang berada di Sunter terhubung dengan pabrik di vila di Desa Tibubeneng karena sumber bahan bakunya sama,” kata Arie.

Operasi BNN dan Bareskrim tak lepas dari dukungan petugas di pintu kepabeanan. Direktur Interdiksi Narkotika Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Syarif Hidayat mengatakan pihaknya selalu berkoordinasi dengan penegak hukum setiap kali mendeteksi pergerakan barang yang mencurigakan. Dalam banyak perkara, sindikat narkotik kerap mengelabui petugas dengan menyamarkan prekursor. Bahan baku impor mereka namai bahan kimia yang terdaftar dalam kategori pengawasan rendah.

Keberadaan pabrik narkoba di Malang dan Bali, misalnya, terungkap setelah petugas mendeteksi impor barang kimia dari Cina. Pengirimnya sama, tapi ditujukan kepada lima penerima berbeda. Belakangan, terungkap kiriman tersebut bermuara ke pabrik narkotik di Malang. Catatan pengiriman hanya menyebut barang tersebut sebagai “pigmen”. Padahal zat yang terkandung dalam bahan kimia itu bisa digunakan sebagai prekursor narkotik. “Modusnya, nama penerima alat tersebut sering kali ditulis tidak jelas,” tutur Syarif Hidayat.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Fajar Pebrianto, M. Khory Alfarisi, Abdi Purmono dari Malang dan Abdul Latief Apriaman dari Mataram berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Paket Sabu Kartel El Chapo"

Riky Ferdianto

Riky Ferdianto

Alumni Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Memulai karier jurnalistik di Tempo pada 2006. Banyak meliput isu hukum, politik, dan kriminalitas. Aktif di Aliansi Jurnalis Independen.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus