Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sinyal Pasar

Bahaya Rencana Pemerintahan Prabowo Menambah Utang

Rencana Prabowo Subianto menambah rasio utang sangat berbahaya. Pasar obligasi terguncang krisis kepercayaan investor.

14 Juli 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Prabowo Subianto akan menambah rasio utang hingga 50 persen dari PDB.

  • Para penasihat Prabowo Subianto berupaya mengubah UU Keuangan Negara.

  • Pasar obligasi bisa terganggu karena hilangnya kepercayaan investor.

TAHUN depan, bersiaplah. Pasar finansial Indonesia bisa bergejolak hebat. Episentrumnya di pasar obligasi pemerintah. Tekad Prabowo Subianto selaku presiden terpilih kian bulat melawan pasar. Ia berniat menambah utang besar-besaran demi membiayai janji kampanyenya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Prabowo menentang pandangan bahwa kehati-hatian mengelola anggaran merupakan perkara penting untuk menjaga kepercayaan investor. Ia tak ingin dibelenggu aturan dalam hal berutang. Padahal selama ini pasar percaya kepada Indonesia karena ada Undang-Undang Keuangan Negara yang membatasi defisit anggaran pemerintah maksimal 3 persen dari produk domestik bruto (PDB).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Liputan majalah ini pekan lalu mengungkap upaya para penasihat Prabowo melonggarkan kekang itu dengan mengubah UU Keuangan Negara. Tujuannya adalah defisit bisa lebih besar dari 3 persen dan pemerintah lebih leluasa berutang. Hashim Djojohadikusumo menegaskan posisi itu dalam wawancara dengan The Financial Times. Ini sinyal serius karena Hashim, selain merupakan adik kandung Prabowo, menjadi penasihat tepercayanya untuk urusan ekonomi. 

Prabowo merasa benar agresif berutang karena berpegang pada satu indikator, yaitu rasio utang pemerintah terhadap PDB yang kini sekitar 39 persen. Angka ini relatif rendah jika dibanding rasio negara-negara tetangga. Jadi, dalam pandangan Prabowo, pemerintah Indonesia tak perlu takut berutang besar.

Pegangan ini bisa menyesatkan. Rasio utang terhadap PDB sama sekali tidak menggambarkan beban keuangan pemerintah dalam hal membayar utang dan bunganya. Sebab, PDB mencakup output semua kegiatan ekonomi yang berlangsung di wilayah Indonesia. Di sini, porsi pemerintah tak sampai seperempatnya. 

Sebagai gambaran, nilai total anggaran belanja pemerintah tahun ini Rp 3.325 triliun. Sedangkan PDB Indonesia pada triwulan I 2024 saja, menurut rekaman terakhir Badan Pusat Statistik, sudah mencapai Rp 5.288 triliun. Padahal ini cuma tiga bulan. 

Lain cerita jika kita melihat seberapa besar porsi anggaran yang habis digunakan untuk membayar bunga setiap tahun. Tahun ini saja, pemerintah harus membayar bunga senilai Rp 497 triliun, jauh lebih besar ketimbang anggaran semua kementerian. Anggaran untuk Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, misalnya, hanya Rp 147 triliun. Padahal kementerian ini bertanggung jawab membangun infrastruktur yang katanya penting itu. 

Walhasil, setelah anggaran tersedot pembayaran bunga utang, yang tersisa hanyalah sedikit ruang bagi pemerintah untuk membiayai hal-hal produktif. Ini semestinya menjadi pertimbangan Prabowo sebelum mencetak utang baru, tak hanya melihat rasio utang terhadap PDB.

Selain makin membahayakan kemampuan finansial pemerintah, tambahan utang yang agresif pasti memicu reaksi pasar yang sangat negatif. Sekarang saja harga berbagai obligasi pemerintah RI sudah tertekan. Yield obligasi pemerintah bertenor 10 tahun akhir pekan lalu berada pada angka 7,061, jauh di atas patokan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2024 yang sebesar 6,7. Makin tinggi yield, harga obligasi itu makin merosot.

Harga yang cenderung menurun akan memicu gejolak pasar. Minat investor asing pada obligasi pemerintah RI kian merosot, mendorong pelarian modal ke luar negeri. Kecenderungan ini bahkan sudah tampak dalam tiga bulan terakhir. 

Dalam memilih negara tujuan investasi, investor obligasi kini lebih menyukai negara yang mengadopsi kebijakan fiskal konservatif, berhati-hati. Bunga atau imbal hasil besar bukan lagi prioritas utama. Itulah hasil analisis Bloomberg terhadap data hingga kuartal II 2024. Argentina, Turki, dan Mesir, yang berhasil memperbaiki kebijakan fiskal mereka, kini menjadi tujuan favorit investor global.

Jika Prabowo kelak benar-benar tak mengambil kebijakan fiskal yang pruden, pasar obligasi pemerintah bisa guncang karena kaburnya modal asing yang tak lagi percaya kepada Indonesia. Per 8 Juli 2024, masih ada dana asing senilai Rp 804 triliun yang tertanam di berbagai obligasi pemerintah di pasar domestik. Sebagian saja dana itu kabur, stabilitas ekonomi Indonesia bisa goyang. Kurs rupiah juga bisa terguncang-guncang.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Tatkala Prabowo Menantang Pasar".

Yopie Hidayat

Yopie Hidayat

Kontributor Tempo

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus