Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Dari Suap Mutasi ke Suap Penyidik

Komisi Pemberantasan Korupsi pernah gagal menggelar operasi tangkap tangan di Kota Tanjungbalai pada 2019. Wali Kota Muhammad Syahrial diduga mendagangkan jabatan.

1 Mei 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Walikota Tanjungbalai M. Syahrial (kiri) usai ditetapkan sebagai tersangka di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Sabtu, 24 April 2021./ TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • KPK sudah menyelidiki suap lelang jabatan di Kota Tanjungbalai sejak dua tahun lalu.

  • Syahrial hampir ditangkap waktu itu namun operasi telanjur bocor.

  • KPK masih menelusuri pembocor rencana operasi tangkap tangan tersebut.

BERSIAP menggelar operasi senyap, sejumlah petugas Komisi Pemberantasan Korupsi bersiaga di beberapa tempat di Kota Tanjungbalai, Sumatera Utara, pada September 2019. Komisi antikorupsi mendapat informasi bakal ada penyerahan duit untuk Wali Kota Tanjungbalai Muhammad Syahrial berkaitan dengan lelang jabatan.

Setelah menunggu beberapa jam, transaksi suap ternyata tak kunjung terjadi. Petugas KPK akhirnya pulang dari Kota Kerang dengan tangan kosong. “Memang ada kasus Tanjungbalai di era saya,” kata mantan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang pada Kamis, 29 April lalu. “Operasinya bocor.”

Gagal menggelar operasi tangkap tangan, Saut memerintahkan anak buahnya melakukan penyelidikan terbuka. “Saya kasih memo kepada mereka, minta kasus ini dipercepat,” ujarnya.

Dua tahun berselang, KPK menangkap penyidiknya sendiri, Ajun Komisaris Stepanus Robin Pattuju dan seorang pengacara, Maskur Husein, terkait dengan kasus Tanjungbalai. Robin diduga menerima sogokan Rp 1,3 miliar dari Muhammad Syahrial. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka perkara suap pada Kamis, 22 April lalu. “KPK memohon maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia atas terjadinya dugaan penerimaan atau janji yang dilakukan oknum penyidik,” ucap Ketua KPK Firli Bahuri.

Robin disebut menjanjikan penghentian kasus lelang jabatan yang tengah diselidiki KPK dua tahun belakangan. Ia diduga tak bergerak sendirian. Firli mengatakan Robin mengenal Syahrial lewat Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Azis Syamsuddin.

Mereka pernah bertemu di rumah Azis pada Oktober 2020. “Dalam pertemuan itu, AZ memperkenalkan SRP dengan MS karena MS diduga memiliki permasalahan terkait dengan penyelidikan dugaan korupsi di Tanjungbalai yang sedang ditangani KPK,” tutur Firli.

Sejak Selasa, 27 April lalu, Imigrasi mencegah Azis ke luar negeri selama enam bulan atas permintaan KPK. Penyidik KPK juga menggeledah ruang kerja Azis di gedung DPR. Penyidik pun menyita sejumlah barang bukti di rumah dinas dan kediaman pribadi politikus Partai Golkar tersebut. “Pemeriksaan saksi-saksi akan segera dilakukan,” kata juru bicara KPK, Ali Fikri.

Saat rencana operasi tangkap tangan dua tahun lalu bocor, Robin baru lima bulan menjadi penyidik KPK. Dia tak pernah dilibatkan dalam penyelidikan di Tanjungbalai. Masih belum ada fakta yang mengaitkan Robin dengan kebocoran rencana operasi tersebut. Dewan Pengawas dan Pengawasan Internal KPK dikabarkan sedang menelusuri perkara ini.


•••

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini


SEPEKAN sebelum kasus suap Robin Pattuju terungkap, pemimpin KPK meneken surat perintah penyidikan perkara lelang jabatan di Tanjungbalai. Sang Wali Kota, Muhammad Syahrial, ditengarai terlibat sebagaimana informasi dalam penyelidikan. Tapi KPK belum mengumumkan tersangka kasus ini.

Pada Sabtu, 24 April lalu, penyidik lembaga antirasuah memeriksa tiga saksi di Kepolisian Resor Tanjungbalai. Mereka adalah pelaksana tugas Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Asmui Rasyid Marpaung, serta Ahmad Suangkupon dan Ivo Arzia Isma dari kalangan swasta. Asmui adalah saudara ipar Syahrial. “Kami juga meminta konfirmasi ke MS terkait dengan bukti yang kami temukan dari penggeledahan di beberapa tempat di Tanjungbalai,” ujar Ali Fikri.

Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tanjungbalai Eriston Sihaloho mengatakan dugaan perdagangan jabatan sudah lama menyeruak. Salah satu indikasinya, banyak pegawai yang menjabat tapi tak sesuai dengan bidang dan keahliannya. Dia mencontohkan, dua tahun lalu ada seorang guru yang tiba-tiba dimutasi ke Dinas Kesehatan. Ada pula guru yang digeser menjadi pegawai kelurahan dan kecamatan. “Ini kan tidak pas. Masak guru ngurusin kesehatan?” ujar Ketua Komisi C DPRD Tanjungbalai itu.

Menurut dia, struktur organisasi Pemerintah Kota Tanjungbalai juga janggal. Banyak posisi strategis yang dibiarkan hanya diisi seorang pelaksana tugas. Jabatan Kepala Dinas Pendidikan, misalnya, kosong sejak 2019. Jabatan Sekretaris Daerah Tanjungbalai juga kosong dari 2018. Syahrial baru melantik Sekretaris Daerah definitif pada September 2019.

Kekosongan pejabat definitif masih berlangsung hingga kini. Jabatan yang saat ini diisi pelaksana tugas adalah Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan, serta direktur utama rumah sakit umum.

Eriston menyoroti ipar Syahrial, Asmui Rasyid Marpaung alias Evan, yang kini merangkap tiga jabatan. Asmui menempati posisi Sekretaris BPKAD, pelaksana tugas Kepala BPKAD, dan Asisten III Bidang Administrasi Kota Tanjungbalai. “Sudah tak betul itu,” tuturnya.

Dua pejabat di Tanjungbalai yang enggan mengungkapkan identitasnya mengatakan jual-beli posisi ini sudah lama terjadi. Jabatan paling mahal adalah Kepala Dinas Pendidikan dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, masing-masing dibanderol Rp 1 miliar.

Adapun posisi kepala dinas lain bervariasi, dari Rp 300 juta hingga Rp 600 juta. Posisi untuk eselon di bawahnya tak luput ditransaksikan. Pegawai yang ingin mendapatkan jabatan harus menyiapkan Rp 75-100 juta.

Menurut pegawai Tanjungbalai lain, praktik jual-beli jabatan di daerahnya ditentukan oleh keluarga Wali Kota Muhammad Syahrial. Dia adalah anak kelima tokoh Golkar Tanjungbalai, Zulkifli Amsar Batubara, yang meninggal pada 23 Februari 2021. Keluarga Syahrial dikenal memiliki pengaruh dalam pemerintahan sejak lama.

Kakak Syahrial, Mahyaruddin Salim, menjabat Wakil Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Wilayah Tanjungbalai, Asahan, dan Batubara di Dewan Pimpinan Daerah Golkar Sumatera Utara. Kepada Tempo, Mahyaruddin Salim mengatakan Syahrial pernah dipanggil KPK pada awal Januari 2020. “Tapi saya tidak tahu diperiksa dalam hal apa,” kata anggota DPRD Sumatera Utara itu. Saat ditanyai ihwal bisnis jabatan yang menyeret keluarganya, Mahyaruddin enggan menjawab.

LINDA TRIANITA, SAHAT SIMATUPANG (SUMATERA UTARA)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Linda Trianita

Linda Trianita

Berkarier di Tempo sejak 2013, alumni Universitas Brawijaya ini meliput isu korupsi dan kriminal. Kini redaktur di Desk Hukum majalah Tempo. Fellow program Investigasi Bersama Tempo, program kerja sama Tempo, Tempo Institute, dan Free Press Unlimited dari Belanda, dengan liputan mengenai penggunaan kawasan hutan untuk perkebunan sawit yang melibatkan perusahaan multinasional. Mengikuti Oslo Tropical Forest Forum 2018 di Norwegia.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus