Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Kasus Kapolres Ngada, Sahroni Usulkan Tes Kejiwaan dan Narkoba bagi Setiap Calon Kapolres

Menanggapi kasus pencopotan Kapolres Ngada, Wakil Ketua Komisi III DPR mengusulkan tes kejiwaan dan narkoba. Berikut ini alasannya.

17 Maret 2025 | 13.16 WIB

Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja. Dok. Humas Polres Ngada
Perbesar
Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja. Dok. Humas Polres Ngada

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta -Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, mengusulkan agar para calon kepala kepolisian daerah (kapolda) dan kepala kepolisian resor (kapolres) menjalani tes kejiwaan dan narkoba sebelum naik jabatan. Usulan ini muncul sebagai respons atas pencopotan AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja dari jabatan Kapolres Ngada, Polda NTT, yang diduga terlibat dalam kasus asusila dan penyalahgunaan narkoba.

Sahroni menilai langkah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam mencopot AKBP Fajar adalah tindakan tegas yang menunjukkan komitmen dalam menindak personel kepolisian yang bermasalah. Menurutnya, tindakan cepat ini perlu diapresiasi dan menjadi contoh bagi upaya pembersihan institusi kepolisian dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.

“Saya apresiasi dengan tindakan super tegas ini, apalagi ini langsung oleh Kapolri,” ujar Sahroni dalam keterangannya kepada jurnalis di Jakarta, Jumat, 14 Maret 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Proses kenaikan pangkat atau kenaikan jabatan harus dengan prosedur yang ketat, misalnya dengan tes narkoba dan kejiwaan untuk naik jadi kapolres,” ujarnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Sebagai wakil ketua Komisi III DPR RI yang membidangi hukum, hak asasi manusia (HAM), dan keamanan, Sahroni menegaskan pentingnya kebijakan preventif untuk mencegah kasus serupa terulang di kemudian hari. Ia menyoroti perlunya sistem seleksi yang lebih ketat bagi para calon pemimpin di tubuh Polri agar hanya mereka yang memiliki rekam jejak baik yang bisa menduduki posisi strategis.

Usulan Tes Kejiwaan dan Narkoba bagi Calon Kapolres

Salah satu langkah konkret yang diusulkan Sahroni adalah memperketat proses kenaikan pangkat dan jabatan di kepolisian dengan menerapkan tes kejiwaan dan narkoba. Ia menilai, tes ini perlu diberlakukan agar kepolisian diisi oleh personel yang tidak hanya kompeten secara profesional, tetapi juga memiliki integritas moral dan kondisi mental yang stabil.

“Proses kenaikan pangkat atau kenaikan jabatan harus dengan prosedur yang ketat, misalnya dengan tes narkoba dan kejiwaan untuk naik jadi kapolres,” kata Sahroni, dilansir dari Antaranews.

Ia juga menambahkan bahwa dengan adanya tes ini, institusi kepolisian dapat lebih mudah mendeteksi sejak dini potensi penyalahgunaan narkoba maupun perilaku menyimpang di kalangan anggotanya.

Kasus AKBP Fajar Widyadharma

Pencopotan AKBP Fajar Widyadharma tertuang dalam surat telegram Kapolri bernomor ST/489/III/KEP./2025 yang ditandatangani oleh Irwasum Polri Komjen Pol. Dedi Prasetyo pada 12 Maret 2025. Setelah pencopotan, Fajar dimutasikan menjadi Pamen Yanma Polri.

Pada Kamis, 13 Maret 2025, Fajar resmi ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur, perzinahan tanpa ikatan pernikahan yang sah, konsumsi narkoba, serta merekam, menyimpan, mengunggah, dan menyebarluaskan video pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur.

Lebih lanjut, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko, mengungkapkan bahwa Fajar diduga juga mengunggah video perbuatannya ke situs atau forum pornografi anak di web gelap (darkweb). Saat ini, pihak kepolisian masih mendalami motif dari tindakan yang dilakukan oleh Fajar.

“Dengan wujud perbuatan melakukan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur dan persetubuhan atau perzinahan tanpa ikatan pernikahan yang sah, konsumsi narkoba, serta merekam, menyimpan, mengunggah, dan menyebarluaskan video pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur,” ujar Brigjen Trunoyudo.

Selain proses hukum pidana yang tengah berjalan, Divisi Propam Polri juga akan menggelar sidang etik terhadap Fajar pada Senin, 17 Maret 2025. Sidang etik ini bertujuan untuk menentukan sanksi internal yang akan dijatuhkan kepada yang bersangkutan. Jika terbukti bersalah, Fajar berpotensi diberhentikan secara tidak hormat dari kepolisian.

Pilihan Editor: Kasus Kapolres Ngada, Tanggapan KPAI, Aktivis Perempuan dan Anak, hingga Kompolnas

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus