Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Kasus Korupsi Gula, Sidang Perdana Tom Lembong Digelar Pekan Depan

Eks Menteri Perdagangan Tom Lembong akan menjalani sidang perdana pada pekan depan dalam kasus dugaan korupsi impor gula.

1 Maret 2025 | 14.00 WIB

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus)  Abdul Qohar (kanan) dan Kepala Pusat Penerangan Hukum  Kejaksaan Agung Harli Siregar (kiri) memberikan keterangan kepada media di Gedung Kartika, Kejaksaan Agung RI, Jakarta Selatan,  26 Februari 2025. Tempo/Martin Yogi Pardamean
Perbesar
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar (kanan) dan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar (kiri) memberikan keterangan kepada media di Gedung Kartika, Kejaksaan Agung RI, Jakarta Selatan, 26 Februari 2025. Tempo/Martin Yogi Pardamean

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong akan menjalani proses persidangan pada pekan depan dalam kasus dugaan korupsi impor gula.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hal ini terungkap dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (SIPP PN Jakpus). Perkara Tom Lembong teregister dengan nomor 34/Pid.Sus-TPK/2025/PN Jkt.Pst.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Agenda: sidang pertama, " begitu bunyi salah satu poin dalam laman SIPP PN Jakpus, dikutip pada Sabtu, 1 Maret 2025. Sidang pertama dengan agenda pembacaan dakwaan itu akan digelar pada Kamis, 9 Maret 2025 pukul 09.00. Adapun tempatnya di ruangan Prof. Dr. H. Muhammad Hatta Ali.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah menetapkan 11 tersangka baru dalam kasus korupsi impor gula. Dua di antaranya dari pihak penyelenggara negara, yaitu Tom Lembong dan Charles Sitorus selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero).

Adapun sisanya dari pihak swasta, yaitu TWN (Direktur Utama PT Angels Product/AP); WN (Presiden Direktur PT Andalan Furnindo/AF); AS (Direktur Utama PT Sentral Usahatama Jaya/SUJ); IS (Direktur Utama PT Medan Sugar Industri/MSI); PSEP (Direktur PT Makassar Tene/MT); HAT selaku (Direktur PT Duta Segar Internasional/DSI); ASB (Direktur Utama PT Kebun Tebu Mas/KTM); HFH (Direktur Utama PT Berkah Manis Makmur/BMM); dan ES (Direktur PT Permata Dunia Sukses Utama/PDSU).

Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung Abdul Qohar menjelaskan posisi kasus. "Pada 2 Mei 2015, berdasarkan rapat kordinasi antarkementerian, disimpulkan Indonesia surplus gula, sehingga tidak membutuhkan impor gula," ujarnya dalam konferensi pers di Kejaksaan Agung, Jakarta pada Senin, 20 Januari 2025.

Tapi pada tahun tersebut, lanjut Abdul Qohar, tersangka TWN selaku Direktur Utama PT AP, mengajukan permohonan persetujuan impor gula kristal mentah (GKM) sebanyak 105 ribu ton. Selanjutnya pada 12 Oktober 2015, Tom Lembong memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sejumlah itu kepada PT AP untuk dikelol menjadi gula kristal putih. Padahal sesuai Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 527 Tahun 2004, yang boleh mengimpor gula kristal putih hanya lah badan usaha milik negara atau BUMN.

Selain itu, Abdul Qohar menjelaskan, impor gula kristal mentah tersebut dilakukan tidak melalui rapat koordinasi dengan intasi terkait. Impor ini juga tanpa rekomendasi dari Menteri Pendustrian guna mengetahui kebutuhan gula dalam negeri.

Pada 20 Agustus 2016, dilakukan rapat koordinasi oleh kementerian di bawah Kemenko Perekonomian. Salah satu pembahasannya adalah Indonesia, pada Januari sampai April 2016, diperkirakan kekurangan gula kristal putih (GKP) sebanyak 200 ribu ton.

"Namun, dalam rapat tersebut tidak pernah diputuskan bahwa Indonesia memerlukan impor gula kristal putih," ucap Abdul Qohar. Selanjutnya pada November sampai Desember 2015, tersangka Charles Sitorus memerintahkan stafnya untuk bertemu dengan delapan perusahaan gula swasta. Yakni, PT AP, PT AF, PT SUJ, PT MSI, PT PDSU, PT MT, PT DSI, dan PT BMM. Persamuhan itu dilakukan selama empat kali di Gedung Equality Tower Sudirman Central Business District (SCBD), Jakarta Selatan. 

"Jadi sebelum ada penandatanganan kontrak, kedelapan perusahaan tersebut sudah diundang lebih dulu, sudah diberitahu, mereka nanti yang akan melakukan pengadaan GKM untuk diolah menjadi GKP, dalam rangka stabilisasi harga pasar dan stok gula nasional," ungkap Abdul Qohar.

Pada Januari 2016, Tom Lembong menandatangani surat penugasan kepada PT PT PPI yang berisi penugasan untuk memenuhi stok gula nasional dan stabilisasi harga gula. Ini dilakukan melalui kerja sama dengan produsen gula dalam negeri untuk memgimpor dan mengolah GKM menjadi GKP sebanyak 300 ribu ton. 

"Jadi penugasannya baru belakangan, setelah mereka dilakukan rapat empat kali untuk ditunjuk sebagai impor," kata Abdul Qohar. PT PPI lalu membuat perjanjian kerja sama dengan delapan perusahaan tersebut. Padahal, lanjut dia, seharusnya dalam rangka pemenuhan stok gula dan stabilisasi harga gula, yang diimpor adalah gula kristal putih secara langsung. Adapun GKP hanya dapat diimpor perusahaan pelat merah.

Selanjutnya, Tom Lembong memerintahkan Karyanto Supri selaku Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Dirjen Daglu) untuk menerbitkan persetujuan impor GKM untuk diolah menjadi GKP kepada delapan perusahaan swasta yang sudah ditunjuk. Persetujuan impor itu, menurut Abdul Qohar, diterbitkan tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian, serta tanpa adanya rapar koordinasi dengan intansi terkait. 

"Kedelapan perusahaan swasta yang mengelola GKM menjadi GKP tersebut izin industrinya adalah produsen gula rafinasi," ucap Abdul Qohar.

Berdasarkan Pasal 9 Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 117 Tahun 2015, gula kristal yang diimpor itu hanya dapat diolah menjadi gula kristal rafinasi (GKR). GKR digunakan untuk memenuhi kebutuhan sektor industri makanan, minuman, dan farmasi, serta tidak dapat diperdagangkan atau dipindahtangankan kepada pihak lain. 

"Selanjutnya PT PPI seolah-olah membeli gula tersebut," lanjut Abdul Qohar. Padahal, kenyataannya gula tersebut dijual oleh perusahaan swasta ke pasar atau masyarakat melalui distributor yang terafiliasi dengan mereka.

Gula itu dibanderol Rp 16.000 per kilogram, lebih tinggi daripada harga eceran tertinggi (HET) saat itu yang sebesar Rp 13.000 per kilogram. Penjualan tersebut juga tidak dilakukan melalui operasi pasar, tapi langsung di pasaran dengan harga pasar saat itu. 

"Dari pengadaan dan penjualan GKM yang diolah menjadi GKP tersebut, PT PPI mendapatkan fee dari delapan perusahaan yang mengimpor dan mengelola GKM menjadi GKP sebesar Rp 105 per kilogram," ucap Abdul Qohar. Kemudian pada 28 Maret 2016, Tersangka TWN selaku Direktur Utama PT AP mengajukan perpohonan penjualan impor raw sugar sebanyak 105 ribu ton. Pada tanggal dan hari yang sama, kata Abdul Qohar, Tom Lembong menyetujuinya.

Lagi-lagi, persetujuan tersebut tanpa melalui pembahasan rapat koordinasi dengan Kementerian Koordinator Perekonomian. Persetujuan itu juga tanpa rekomendasi Kementerian Perindustrian.

Pada 8 April 2016, TWN selaku Direktur Utama PT AP mengajukan kembali permohonan kesetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 157.500 ton. Tom Lembong, pada hari dan tanggal yang sama, langsung menerbitkan persetujuan impor GKM untuk diolah menjadi gula kristal putih.

Pada 28 April 2016, delapan tersangka yakni TWN (Direktur Utama PT AP), WN (Presiden Direktur PT AF), HS (Direktur Utama PT SUJ), IS (Direktur Utama PT MSI), TSEP (Direktur PT MD), HFH (Direktur PT BMM), ES (Direktur PT BDSU), dan ES (Direktur PDSU) mengajukan permohonan impor GKM dengan sebanyak 200 ribu ton. Atas permohonan tersebut, Tom Lembong memerintahkan Karyanto Supri selaku Pelaksana Tugas Dirjen Daglu untuk menyetujui impor gula kristal mentah untuk diolah menjadi gula kristal putih kepada delapan perusahaan itu.

Pada 7 Juni 2016, tersangka ASB selaku Direktur Utama PT KTM mengajukan permohonan pertujuan impor gula kristal mentah sebanyak 110 ribu ton. Tom Lembong lantas menyetujuinya, tanpa melalui rapat koordinasi bersama Kementerian Koordinator Perekonomian dan rekomendasi Kementerian Perindustrian.

Terakhir, pada 29 Juni 2016, tersangka HFH selaku Direktur Utama PT BMM memerintahkan Alberti J. Tohubu selaku Direktur PT BMM untuk mengajukan perpohonan persetujuan impor GKM sebanyak 20 ribu ton. Abdul Qohar menyebut, permohonan ini juga disetujui oleh Tom Lembong tanpa pembahasan dan rekomendasi instansi lain.

Amelia Rahima Sari

Amelia Rahima Sari

Alumnus Antropologi Universitas Airlangga ini mengawali karire jurnalistik di Tempo sejak 2021 lewat program magang plus selama setahun. Amel, begitu ia disapa, kembali ke Tempo pada 2023 sebagai reporter. Pernah meliput isu ekonomi bisnis, politik, dan kini tengah menjadi awak redaksi hukum kriminal. Ia menjadi juara 1 lomba menulis artikel antropologi Universitas Udayana pada 2020. Artikel yang menjuarai ajang tersebut lalu terbit di buku "Rekam Jejak Budaya Rempah di Nusantara".

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus