Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kejaksaan Tinggi atau Kajati Bali, Ketut Sumedana, mengungkapkan alasan jaksa penuntut umum menuntut bebas Nyoman Sukena. Warga Kabupaten Badung, Bali itu tengah menjalani proses hukum karena memelihara landak Jawa (Hystrix Javanica).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Benar, kami tuntut bebas hari ini," ujar Ketut ketika dikonfirmasi Tempo, Jumat, 13 September 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia menuturkan jaksa penuntut umum mempertahankan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan. "Bahwa yang bersangkutan memelihara di rumahnya, landak Jawa, karena ketidaktahuan”.
Ketut mengatakan Sukena tidak mengetahui landak Jawa termasuk satwa dilindungi negara. Oleh sebab itu, jaksa penuntut umum meminta perkara ini diserahkan kepada negara. "Dalam hal ini KSDA (Konservasi dan Sumber Daya Alam)," tuturnya.
Sebelumnya, dilansir dari Antara, Nyoman Sukena, 38 tahun, didakwa melakukan tindak pidana karena memelihara empat landak Jawa. Padahal, hewan tersebut termasuk satwa liar yang statusnya dilindungi.
Atas perbuatannya, Nyoman didakwa melanggar Pasal 21 ayat (2) huruf a Jo pasal 40 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Ia juga terancam pidana paling lama lima tahun penjara dan denda paling banyak Rp 100 juta.
Berdasarkan fakta persidangan, dengan agenda pemeriksaan saksi pada 5 September 2024, terungkap landak tersebut awalnya milik mertua Sukena. Landak itu awalnya hanya dua ekor, setelah dipelihara Sukena bertambah dua ekor.
Sukena juga mengaku tidak mengetahui bahwa landak yang dipelihara merupakan satwa yang dilindungi. Sehingga dirinya syok ketika didatangi oleh Polda Bali, ditahan saat dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Bali hingga didudukkan sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar.
Dalam perkembangannya, majelis hakim PN Denpasar menangguhkan penahanan Sukena. Statusnya beralih dari tahanan rutan menjadi tahanan rumah sejak 12-21 September 2024. Ia pun wajib lapor dua kali seminggu.
Majelis hakim menyebut ada beberapa surat permohonan penangguhan atau pengalihan penahanan untuk Sukena. Surat tersebut selain diajukan oleh tim penasihat hukum terdakwa, diajukan pula oleh Pemerintah Desa Bongkasa Pertiwi dan anggota Komisi VI DPR RI Rieke Diah Pitaloka.
Pilihan Editor: KPK Rupanya Tak Supervisi Kasus Firli Bahuri di Polda Metro Jaya